December 5th 2020
Catatan: Ditulis setelah pulang dari acara. Maaf bila berantakan.
NATHAN, aku lupa ada satu kepingan penting yang terjadi di hari pelepasan, yang belum pernah kusinggung sama sekali di surat pertama.
Tentang Prom King and Queen.
Astaga, bagaimana bisa aku lupa? Padahal bagian itu ialah highlight of the day; bagian paling mengesankan, mengherankan, dan mengejutkan di saat yang sama. Percayakah kamu, akuーgadis kutu buku yang sedari dulu termasuk dalam golongan "biasa saja"ーmendadak terpilih jadi kandidat prom queen?
Jujur, aku tidak percaya. Bahkan setelah malam perpisahan itu berakhir, aku masih bertanya-tanya, Apa istimewanya aku sehingga terpilih menjadi prom queen?
Tapi, kurasa, Nathan, malam itu mengajarkanku satu hal.
Tentang nilai kecantikan.
Sebagai seorang wanita, aku sering mengukur kecantikanku berdasarkan standar dan ukuran duniawi: semulus apa kulitku, semahal apa outfit-ku, sebagus dan sekreatif apa aku menata rambut.
Nyatanya kecantikan lebih dari itu.
Aku percaya kalimat klise bahwa, semua orang menyimpan kecantikannya sendiri. Baik dalam arti literal maupun tidak. Baik yang bisa dilihat secara langsung dengan mata telanjang atau tidak. Memang terdengar membosankanーtapi aku benar-benar memercayainya.
Aku selalu bisa menemukan "kecantikan" itu dalam diri orang: dalam Reina, dalam Kei, dalam Mamaku, dalammu, bahkan dalam Alex.
Aku memang tertarik pada Alex pada pandangan pertama karena fisikーia cakep, rahangnya tegas dan sorot matanya tajam. Tapi, bukan itu yang membuatku jatuh hati dengannya. Kecakepan Alex bertambah saat ia berpikir, saat ia diam sementara aku marah, saat ia bersikap tenang sementara aku panik nggak karuan, saat ia memujiku "cantik" (walau dengan setengah buang muka karena malu-malu), saat ia mendengar seluruh keluh kesahku tanpa memotong sedikitpun, saat aku lelah dan ia mengelus bahuku sembari berkata, "Kerja bagus hari ini".
Itu yang membuatku jatuh cinta.
Jangan salah, bukan berarti aku berkata fisik tak pentingーmunafik bila aku berkata seperti itu. Aku pun percaya bahwa manusia adalah makhluk visual; bahwa kita bisa tertarik atau membenci sesuatu berdasarkan penampilannya. Seperti aku, yang selama belasan tahun terakhir menghindari kue putu karena warna hijaunya yang cukup mencolok. Baru kemarin saat Alex mengajak (sedikit memaksa, malah) untuk makan putu, dan aku kembali diingatkan untuk tidak menghakimi makanan berdasarkan warna atau penampilannya.
Namun maksudku di sini ialah, sikap dan hati itulah yang akan membentuk karisma seseorang.
Malam itu, Nathan, tak pernah terpikir sekalipun olehku untuk terpilih menjadi Prom Queen.
Kamu tahu aku dari TK: seorang anak cupu yang tidak masuk jajaran siswi populer dan cantik. Tapi, aku terpilih juga.
Sama seperti tadi, aku juga tidak menyangka akan dipuji cantik.
Bukan oleh Alex, walau akhir-akhir ini ia sering sekali memuji. Aku curiga dia belajar gombal dari Justin.
Melainkan oleh Giu giu-ku sendiri.
Benar, kamu tak salah baca.
Oleh keluarga besarku sendiri.
Pertemuan terakhir kami tidak berakhir baik. Jadi sebenarnya, aku agak malas pergi ke resepsi pernikahan Margareth hari iniーdia sepupuku, by the way. Tapi aku juga tidak mau bersikap kekanak-kanakkan dengan mengabaikan undangannya. Margareth dan aku cukup dekat dulu, masakah aku tidak menghadiri hari pentingnya ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Confession [Lee Chan - Jeon Wonwoo]
RomanceSelama ini, aku selalu memendam. Apapun yang aku rasakan, aku memilih untuk diam. Bungkam. Sengap. Tutup mulut dan menerima. Tidak suka? Siapa peduli. Terluka? Tahan saja dan tetap sunggingkan senyum sopan. Bahagia dan ingin tertawa? Tidak, tahan du...