March 25th 2021
Alexander Kriss
Masih marah?
Aku lihat judul bukumu trending di Twitter
U okay?
Sora Natali Widjaja
Gpp, masalah kerjaan biasa
Alexander Kriss
Smoothies-nya udah dimakan?
Sora Natali Widjaja
Udah, makasih
Alexander Kriss
So, ready to hear my explanation?
Walau kamu nggak nanya, aku merasa bertanggung jawab untuk menjelaskan
Dibanding salpamnya makin jauh
Kemarin aku dan Tasya nggak sengaja ketemu karena Justin yang ajak
Ternyata dia rencana mau adain reuni kecil-kecilan
Tapi nggak bilang2
Tiba-tiba Tasya sm anak2 udah datang aja
Pas kamu ketemu Tasya, acara reuniannya udah buyar
Aku balik duluan ke rumah Justin untuk urus orderan
Sora Natali Widjaja
Oh
(Alexander Kriss is calling ...)
Yes
"Halo?"
Aku menelan ludah. "Halo?"
"Oh aja, nih? Nggak ada jawaban lain?"
Sudah kuduga. Kupejamkan mata, menghela napas. "Maaf," ucapku lirih.
"Aduh, di sini berisik. Apa, nggak dengar?"
Kutarik senyum kecil. "Maaf," ucapku, lebih keras. "Maaf karena langsung marah-marah. Kayaknya karena masalah kerjaan, aku jadi lebih cranky."
"Lain kali kalau ada apa-apa diobrolin, kamu sendiri yang selalu bilang di bukumu kalau komunikasi itu penting."
Sejak kapan Alex jadi bijak begini?
"Iya, iya," gerutuku, sedikit kesal karena semua yang ia bilang benar. Kudengar helaan napasku sendiri melongos kasar. "Maaf."
"Lagian masalah dress itu kocak banget!" Ia tergelak ngakak di sana. Aku merutuki kebodohanku dalam diam. "Dress model off-shoulder itu emang lagi ngetren banget, dipajang di SOGO. Aku nggak tahu kenapa Tasya bisa pakai dress yang sama yang dipilih Karin, tapi aku nggak ngeh sampai kemarin kamu cerita."
Aku hanya menggigit bibir, tak mampu menjawab. Oke, sebenarnya soal itu Karin sudah menjelaskan padaku. Kemarin ia mengirim pesan panjang, kira-kira begini isinya: Ceee, udah coba dress yang Ko Alex kasih? WAJIB PAP YA KLO UDAH! Menurutku bentuk dress-nya sesuai banget sama lekuk tubuh cicii, bakal ngebentuk shoulder bangettt. Ko Alex sih gak percaya, aku yang paksa buat dia beli hehe (sst, rahasia ya ceee)
Aku langsung merasa bersalah saat itu. Jemariku langsung menyusuri kontak Alex, hendak mengirimnya pesan terlebih dulu namun kembali disibukkan saat editorku mengirimkan pesan. Lalu aku mulai tenggelam dalam kesibukan pekerjaan. Hingga tiba-tiba ponselku berdering dan nama "Alex" tertera dalam notifikasi.
"Maaf," kataku sekali lagi, menggigit bibir. "Karin juga sempat cerita tadi. Akunya aja yang terlalu sensitif. Ngambil kesimpulan sendiri."
"Sudah nggak marah sekarang?"
Entah mengapa mendengar suaranya yang sedikit ragu dan takut membuatku mengulum senyum. Setegas, sebijak, sedingin apapun Alex di mata orang, di mataku dia tetap bagai seekor anak anjing lucu yang selalu mengekori majikannya. Tiap kita adu pendapat, pada akhirnya ia akan kembali sambil bertanya dengan nada lugu, "Udah nggak marah sekarang?"
Aku mengulum senyum. "Nggak. Maaf bikin takut."
"Siapa yang takut?"
"Oh, sudah nggak takut?"
"Khawatir aja dikit. Sudah berhari-hari dan kamu nggak chat juga. Apalagi setelah lihat nama kamu trending di Twitter. Masalah kerjaan gimana? Udah oke?"
"Ya, gitulah." Aku mulai berbaring di kasur, memijat pelipis pelan sembari memejamkan mata. "Namanya berkarya, ya harus siap sama komentar orang."
"Capek?"
"Lumayan."
"Mau nonton?"
Mataku langsung terbuka. Kulirik jam di dinding. Pukul tiga sore. Kulirik meja kerjaku yang berantakan: laptop, headset, kertas dimana-mana, sticky notes dan buku diary yang berserakan di atas meja. Mendadak aku jadi menyukai ide untuk melarikan diri dari kekacauan ini. "Memang ada film bagus?"
"Dua Garis Biru masih ada jam 5."
"Boleh, udah lama aku penasaran sama film itu, tapi nggak sempet terus."
Terdengar kekehan geli. "Oke, kujemput sekarang. Siap-siap, ya."
"SEKARANG?"
"Iyalah."
"Katamu filmnya mulai jam 5."
"Belum perjalanannya, belum macetnya, belum beli makannya. Nggak mau McD?"
"MAUUUU! OKEE, AKU MANDI SEKARANG."
Alex tertawa. "Oke."
Dan dengan itu, suasana hatiku membaik kembali. Secepat itu. []
KAMU SEDANG MEMBACA
A Confession [Lee Chan - Jeon Wonwoo]
RomanceSelama ini, aku selalu memendam. Apapun yang aku rasakan, aku memilih untuk diam. Bungkam. Sengap. Tutup mulut dan menerima. Tidak suka? Siapa peduli. Terluka? Tahan saja dan tetap sunggingkan senyum sopan. Bahagia dan ingin tertawa? Tidak, tahan du...