Love Curse (Zain)

11.5K 1.2K 42
                                    

Gadis itu tampak tak terima. Ia berjalan mendekati lelaki tersebut dan meneliti leher yang dipenuhi bekas bibir Zaina.

"Leher kamu kenapa?" tanyanya sambil mengangkat tangan untuk menyentuh di sana.

Zaina bersedekap dada memperhatikan lelaki yang kini juga memperhatikannya dengan serius. Zaina tersenyum mengejek. Mengganggu hubungan orang yang sudah membuatnya merasa dipermalukan sangatlah menyenangkan.

"Ron, kamu—"

Zaina tertawa saat melihat lelaki itu menepis tangan gadis di depannya. Mampus. Zaina sangat puas. Lelaki itu benar-benar jatuh dalam pesonanya. Siapa suruh gadis bermulut jahat seperti itu mengusiknya? Zaina jelas tidak terima.

"See, lo gak bisa kayak gue. Disentuh sama lo aja Ron gak mau. Jijik ya, Babe?"

Zaina masih bersedekap dada saat lelaki bernama Ron itu mendekatinya, lalu merangkul pinggangnya dan itu menjadi sorak-sorakan teman-teman sekelas mereka.

"Gue suka sama lo, Na. Plis, jangan tolak gue," kata Ron dengan nada memohon.

Zaina pura-pura terkejut, lalu menatap gadis di belakang tubuh Ron dengan mata mengerjap polos.

"Gimana ini? Cowok lo nembak gue. Padahal kemarin udah gue tolak. Mm... lo udah putus apa belum?"

"Anjing! Lo kira gue bakalan diem aja, hah?!"

Gadis itu hendak menjambak rambut panjang Zaina, tapi lelaki yang berada di tengah-tengah mereka lebih dulu melerai agar tidak terjadi aksi kekerasan di dalam kelas.

"Lo apa-apaan sih?!" kesalnya pada gadis yang sebelumnya menjadi kekasihnya.

"Lo? Lo? Kamu panggil aku apa?!" jerit gadis itu tidak terima.

"Ada apa ini?"

Semua orang menatap ke pintu kelas di mana dosen yang sebelumnya mengajar kini berdiri dengan penasaran. Ia menatap Zaina yang kini memberikan senyuman tipis padanya. Gadis itu seolah tengah menggodanya. Dosen tersebut berdeham dan menatap lelaki yang berada di depan Zaina.

"Kamu siapa? Kenapa membuat keributan di kelas ini?" tanyanya lagi.

"Saya Ron, Pak."

"Oh, kamu Ron. Kenapa tidak masuk di kelas saya?"

"Ngg... saya telat bangun, Pak," jawab Ron.

"Oke." Pria itu menatap Zaina. "Zaina, ke ruangan saya sekarang," lanjutnya, kemudian berlalu dari sana.

Zaina menatap Ron dan juga gadis di sebelahnya. Zaina tersenyum manis dan berlalu begitu saja meninggalkan mereka dan juga teman-teman di kelasnya yang mulai berbisik tentang hubungan segitiga yang tengah terjadi saat ini.

"Kita belum putus, Ron! Jangan seenaknya kamu mau pacaran sama Zaina."

Ron menepis tangan gadis itu dan menatapnya dengan kesal. "Lo yang duluan selingkuh tapi malah nuduh gue selingkuh sama Zaina. Sakit lo," kesalnya pergi meninggalkan gadis itu.

Semua mata kini menatap tak percaya pada gadis itu. Suara-suara menghakimi kini saling bersahutan sampai gadis itu tidak berani kembali ke kursinya. Ia memilih meninggalkan kelas dengan kedua tangan terkepal.

Di ruangan dosen, Zaina duduk dengan tenang memperhatikan pria yang sebelumnya memanggil kedatangannya. Melihat Zaina yang tampak begitu tenang membuat dosen itu menghela napas.

"Kamu gak bisa berpakaian lebih tertutup?" tanyanya.

"Bokong sama dada saya sudah tertutup," jawab Zaina.

"Kamu lihat pakaian teman-teman kamu. Gak kayak gini."

"Udah deh, Om, jangan mulai bawel. Kita sepakat dari awal gak bahas penampilan aku. Aku bebas pakai pakaian seksi dan Om setuju sama itu."

"Saya tahu, Zaina. Tapi itu di luar kampus. Saat kamu sama saya. Bukan malah seperti ini."

Zaina bangkit dari duduknya, lalu menaiki pangkuan pria itu dengan gerakan sensual. Ia tersenyum manis sambil mengelus rahang tegas pria di depannya.

"Kita belum pernah nyoba di kampus. Aku jadi pengen," bisiknya.

"Pintu belum dikunci," balas pria itu sambil menelan ludah.

"Udah aku kunci."

Pria bernama Zain itu merengkuh pinggang ramping Zaina dengan posesif. Ia memperbaiki posisi duduknya untuk sedikit rendah sehingga tersandar pasrah di sofa.

"Saya masih ada kelas," bisik Zain dengan serak.

"Lebih penting kelas atau desahan aku, hm?"

Zaina menyurukkan wajahnya di leher Zain, lalu menjilat ringan di sana sehingga memberikan sengatan aneh pada tubuh Zain. Pria itu memejamkan mata dengan kedua telapak tangan yang kini meremas bongkahan bokong Zaina.

Zaina menggerakkan pinggulnya sambil menekan inti mereka untuk saling bersentuhan. Ia menggoda dengan tepat. Gairah Zain terpancing seketika. Ia menarik rambut Panjang Zaina sehingga gadis itu mendongak.

"Kontrol suara desahan kamu. Ruangan saya gak kedap suara," bisik Zain dengan serak.

"Mmhh..."

Zaina tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya ia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Menaklukkan Zain ternyata tidak sesulit yang ia duga. Pria yang begitu ramah pada mahasiswanya itu ternyata sangat bernafsu tinggi padanya sampai sering kali mereka bermain kasar dan juga brutal.

"Mau es krim coklat," ujar Zaina dengan kecupan ringan di bibir Zain.

"Sial," kekeh Zain dengan senang.

Zain membiarkan Zaina turun dari pangkuannya, lalu berlutut di antara kedua kakinya. Gadis itu mengelus penuh godaan pada kedua paha Zain hingga ke pangkalnya. Zaina juga meremas gemas milik Zain yang masih terbungkus celana kerja.

Zain meraih ponsel, lalu menjawab panggilan masuk dari kakaknya. Pria itu sesekali memperhatikan Zaina yang kini berhasil menurunkan celana kerjanya hingga tersisa bokser ketat yang membalut kejantanannya.

"Iya. Zaina aman bersamaku," kata pria itu sebelum meletakkan kembali ponselnya.

"Mama bilang apa?"

"Mereka mau ke Bali untuk seminggu ke depan. Kamu tinggal di rumah Oma," jawab Zain.

"Bisa-bisa aku hamil kalau kita seatap selama seminggu," balasnya.

Zain tertawa. "Bahkan saya yakin kamu sudah hamil, Zaina," katanya dengan percaya diri.

Zaina tidak lagi membalas. Ia sibuk dengan batang keras kesukaannya. Panjang, besar dan berurat. Zaina sangat suka. Apalagi milik Zain sedikit kecoklatan dari warna kulit tubuh lainnya.

"Aku suka es krim coklat."

"Vanilanya?" goda Zain.

"Gak enak."

Zain kembali tertawa. Ia menekan kepala Zaina saat mulut gadis itu penuh oleh kejantanannya. Zain mengerang nikmat sambil menjambak pelan rambut Zaina. Ia berusaha untuk melepaskan risleting dres seksi milik Zaina, tapi gadis itu menggeleng.

"Nwantwiihh..."

Meski tidak jelas, Zain tahu apa yang Zaina ucapkan. Ia kembali bersandar pasrah dan membiarkan Zaina selesai menikmati es krim kesukaannya.

Zain hampir saja memuntahkan cairannya di dalam mulut gadis itu kalau saja ia tidak lebih dulu menarik diri. Zain menarik Zaina untuk berdiri dan menyuruhnya membuka seluruh pakainnya.

Zaina patuh begitu saja. Ia sengaja menggoda Zain dengan gerakan sensualnya membuka pakaian. Zain yang tidak sabar sontak menarik lengannya dan membanting pelan tubuh Zaina ke atas sofa.

Zaina tertawa dan membuka lebar kedua kakinya. Pangkal paha gadis itu sudah basah dan siap dimasuki. Zaina mengelusnya sekilas, lalu memasukkan jarinya yang basah ke dalam mulut Zain.

Zain meludah tepat di belahan bibir bawah Zaina. Pria itu mulai memasuki tubuh Zaina dan mereka sama-sama mendesah lega.

"Ahh..."

"Nghh..."

***

Anuh... Itu...

SHORT STORY NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang