Chapter 22: Return

31 5 5
                                    

The vastness of the universe is incomparable

-o0o-

"Tuan Charles Wong? Bagaimana kabarmu?"

Suara itu, alunan nada yang tak pernah Shaka dengar lagi selepas kejadian menyayat hati.

"Cucuku Sayang, kamu sudah besar ya?"

Suara kedua, menggambarkan alunan nada lembut pemilik tutur kata indah.

"Hai, Shaka! Ambisimu masih sama seperti dulu ya?"

Suara pria yang dahulu pernah meninggalkan Shaka.

Tiba-tiba gelapnya suasana berubah latar di era Shaka SMA. Saat dia menghadap kaca mobil di samping, terlihat kemeja putih dengan dasi hitam melekat rapi di tubuhnya.

"Shaka! Astronomi BAB Big Bang sudah belum?" tanya seseorang dari belakang. Dia berlari menghampiri Shaka yang masih diam kebingungan.

"Terus, Robotik BAB ruang dan waktu sudah belum? Aku bingung banget!" imbuh pria itu.

Tapi, Shaka masih meneliti keadaan. Seketika otaknya tak memiliki jalan keluar untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"GANTARI! Robotmu apa kabar? Tahap pembentukan jantungnya sudah selesai?!" Fokus Shaka teralihkan saat mendengar nama Gantari disebut seorang gadis yang terlihat sangat semangat.

Nama itu, nama yang selalu Shaka dambakan. Sosok gadis berkuncir kuda dengan senyum matahari merekah cerah di wajahnya. Shanju ... Gantari Samasta Shanju, istrinya.

"Dia istriku 'kan?" tanya Shaka linglung.

"Kenapa semua orang ingin menjadi suami Gantari?" tanya pria samping Shaka dengan kesal. Bukan pertama kalinya dia mendengar seseorang ingin menjadikan Shanju istri.

Shaka menoleh cepat, dia menatap nama dada pria sebelahnya. Di sana tertera nama Jeffryan Satrajaya.

Ternyata dia Satra. Teman sebangku Shaka yang menyebalkan.

"Kasihan ya, Gantari. Baru kemarin neneknya meninggal dunia, tapi dia masih bisa tersenyum," tutur Satra.

Shaka kembali masuk ke dalam pikirannya. Nenek Shanju meninggal? Shaka ingat perihal itu. Dia mulai paham sedang berpijak di waktu apa.

Detik kemudian tubuh Shaka terasa melayang di udara. Hanya dalam hitungan detik, pijakannya berubah di ruangan yang paling Shaka benci. Kediaman rumah yang menyimpan banyak luka. Banyak cambukan dan cacian di sana. Tak ada obat atau rasa tenang saat berpijak di lingkungan itu.

Saat itu wajahnya terasa lengket. Shaka mengusap pipinya, ternyata ada genangan air mata di sana.

"Shaka!" panggil Shanju yang berlari mendekat ke arah Shaka. Dia mendengar banyak tangis di sini, saat melihat ke arah tanggal digital ternyata sudah 3 tahun berlalu.

Shanju datang membawa sebuah pelukan hangat. Cinta yang diberi berusaha tersalurkan melalui eratnya rengkuhan seorang Shanju.

"Shanju?" panggil Shaka linglung.

"Iya, Shaka. Ini Shanju ...," jawab Shanju.

Menyadari sosok gadis cantiknya, Shaka semakin memeluk erat tubuh Shanju. Dia rindu Shanju. Wangi khas tubuh Shanju selalu membuat Shaka bahagia. Shaka ingin menghentikan waktu supaya bisa mendekap erat Shanju selamanya.

"Nenek kamu pasti bahagia di sana. Jangan sedih lagi ya, Shaka?" hibur Shanju.

"Nenek?" tanya Shaka.

Shanju merenggangkan pelukannya. Dia coba menatap bola mata indah milik Shaka. Dilihatnya, mata itu memerah karena lama menangis. Namun, saat Shanju datang, tak ada lagi air mata yang menetes deras.

Shanju semakin dibuat khawatir. "Shaka kalau belum puas nangis, nangis aja. Shaka pasti sedih karena kehilangan nenek." Shaka tercekat. Dia kembali melirik ke arah tanggal. Ternyata hari ini adalah hari kematian neneknya. Satu-satunya keluarga yang menganggap Shaka ada. Selalu memberikan banyak cinta meski anggota keluarga lainnya berlomba-lomba membenci Shaka.

"Ah benar. Nenek meninggal." Waktu telah mengantarkannya pada saat saat bersedih. Rasanya sangat berat dan menyedihkan.

Shanju melirik ke pergelangan tangan Shaka. Terdapat banyak sayatan di sana.

"Ini karya kamu?" tanya Shanju menatap sedih ke arah Shaka. Dia mengangkat lengan Shaka yang sudah dipenuhi bekas sayatan luka akibat coretan benda tajam.

"Iya," jawab Shaka. Dia mengingat dengan jelas saat Nenek meninggalkannya. Kala itu hidupnya terasa hancur, hanya menyisakan jejak kelabu asap kepedihan.

Dia hanya bisa menyalurkan rasa sakit di batin dengan menyayat tangannya. Supaya luka hatinya bisa teralihkan dengan perihnya goresan tajam.

Shanju kembali memeluk Shaka. Dia menyalurkan sebuah kekuatan untuk pria yang dicintainya.

"Seleksi alam dan evolusi selalu terjadi. Saat hari itu tiba, jangan bersedih terlalu dalam karena kehilangan. Sebab, semua yang telah bersama akan selalu terikat, meski harus menunggu kehidupan selanjutnya untuk bertemu kembali." Shaka ingat sekali Shanju pernah bicara itu. Tapi, kala itu Shaka tak paham maksud ucapan Shanju. Serta, Shanju tidak bicara hal itu di sini, melainkan tempat lain.

"Kamu Shanjuku 'kan?" tanya Shaka dengan suara bergetar.

Di bawah pelukan Shaka, Shanju mengangguk pelan. "Apa kita akan selalu bersama?" tanya Shaka terdengar kaku.

"Kita akan selalu bersama," balas Shanju penuh keyakinan.

"Jika suatu hari aku atau kamu akan mati terlebih dahulu? Apakah kita akan selalu bersama?" tanya Shaka lagi.

"Kita akan selalu bersama, Shaka. Kematian bukan alasan untuk sepasang pelipur hati berpisah. Selalu ada jalan yang membuka kesempatan bagi dua insan yang saling mencintai bertemu kembali."

Seleksi alam dan evolusi akan selalu terjadi. Tapi, semesta tak sejahat itu untuk memisahkan dua hati yang terikat rasa cinta. Perihal kasih sayang, meski berbeda alam, mereka bisa saling menyalurkan rasa itu. Walau Shanju meninggalkan Shaka lebih awal, dia masih bisa melihat Shaka pada cermin di alamnya sambil menunggu terlahir kembali.

Shaka kembali tercekat. Tiba-tiba saja latar tempat berubah ke sebuah laboratorium tempatnya bekerja. Dia mengenakan setelan jas ala profesor serta membawa berkas penting penelitian.

Shaka semakin dibuat bingung oleh lika-liku mesin waktu. Mengapa perpindahannya terjadi secara tiba-tiba?

"Shaka! Bukan waktunya kamu melamun! Masih banyak hal yang harus kita teliti!" ujar seorang wanita bergelar profesor.

"Meneliti?" gumam Shaka kebingungan.

"Tentang semesta lain! Ini hal menakjubkan, Shaka! Jika kita menyelesaikan penelitian ini sesegera mungkin, kita akan mendapat gelar ilmuan pertama yang berhasil mengangkat judul dunia paralel!" ujar Devita penuh antusias.

Shaka diam sejenak. Detik ini adalah waktu saat dia menemukan bukti kuat adanya semesta lain di dimensi berbeda.

The Secret Of UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang