I'm from another universe
-o0o-
Saat mata Shaka hanya menatap hitam pekat, dia memilih memejamkan mata. Rasanya Shaka kehilangan pijakan, tubuhnya hanya melayang di udara. Kepala Shaka tak mampu berpikir jernih. Dia mulai kewalahan menganalisa keadaan.
"Buka mata, Shaka!" perintah seorang pria dengan alunan lembut. Shaka membuka mata, lagi-lagi yang dilihat hanyalah hitam.
Dia kembali menutup mata, membiarkan gelap gulita terganti dengan pandangan lain yang tercipta oleh pikiran.
Lagi-lagi suara itu muncul. "Buka mata, Shaka!" perintahnya lagi. Kini Shaka kembali membuka mata, nampak setitik cahaya dari arah kiri. Saat menyadari bintik kecil itu, Shaka merasa bahagia. Dia berusaha berlari ke arah cahaya. Namun, harapan itu perlahan menghilang. Hitam kembali menguasai dunianya.
"Apa yang kamu lakukan?" ejek sang pemilik suara. Alunan itu ... Shaka tak asing dengan nada bicaranya. Tapi, Shaka lupa dia siapa.
"Apa aku sudah mati?" tanya Shaka keheranan.
"Tidak, kamu masih hidup." Shaka lebih bingung oleh jawaban itu. Nampaknya dia tak tahu sedang berada di posisi apa dan bersama siapa.
"Seperti itulah hidup Shanju di semesta yang kamu kunjungi. Sekilas, hidupnya memang terlihat hitam pekat, namun suatu hari nanti setitik cahaya pasti hadir menggantikan warna hitamnya. Namun, kamu malah menghapus harapan itu karena ambisimu," tutur seseorang tanpa wujud.
Tiba-tiba dada Shaka terasa sangat sesak. Rasa itu sangat menyiksa, membuatnya kesulitan bernapas, dan jahatnya matanya tak bisa terpejam. Nyawa masih melekat dalam raga, tanpa ingin pergi supaya berhenti merasa sakit.
Dari kejauhan, nampak setitik cahaya. Shaka meyakini banyak oksigen yang tersedia, namun cahaya itu nampak sangat jauh.
"Silahkan mengejar cahaya itu." Shaka coba mendekat pada setitik cahaya itu. Dia tak kuasa menahan sakit yang luar biasa ini.
Shaka mengerahkan energinya untuk berlari, meski tak memiliki pijakan di bawah sana. Meski cahaya itu sangat jauh, efek yang diberi sungguh luar biasa. Shaka mampu bernapas meski sesekali tersendat.
Naasnya, saat dirinya hanya tersisa empat langkah untuk berada di permukaan bercahaya itu, tiba-tiba saja dunia terlihat gelap sama seperti di awal. Tak menyisakan cahaya. Shaka kembali kehilangan harapan untuk bernapas.
"Cahaya itu hanya setitik, namun memberi efek luar biasa. Kamu bisa merasakannya, bukan?" ujar pria tanpa wujud.
"Seperti itulah saat kamu mengambil hidup Shanju. Meski dia terlihat tidak beruntung dan hanya memiliki setitik cahaya, bukan berarti dia tak pantas mendapat kebahagiaan. Dia pantas hidup dan berbahagia." Shaka mendengar penuturan itu dengan menahan rasa sakit karena tak bisa bernapas.
Perlahan Shaka memejamkan mata. Setelah bermenit-menit tak bisa bernapas, akhirnya kesadarannya mulai tumbang. Lebih baik seperti ini, ketimbang hidup tanpa harapan. Shaka tahu semesta telah menghukumnya. Dia pantas mendapat hukuman ini.
Anehnya, saat kesadarannya mulai menghilang, oksigen berkumpul masuk ke dalam paru-parunya. Dia bernapas panjang diikuti mata yang terbuka lebar.
Pandangannya sudah berubah. Kini, hanya ada ruangan berwarna putih yang terasa sangat sejuk. Banyak monitor serta alat medis di sekitarnya. Sayup-sayup Shaka melihat orang di sekitarnya. Tiga manusia berdiri di samping rajang, ada Devita, Jayden, dan wujud dirinya sendiri.
-o0o-
Hari sudah mulai malam. Masalah masih datang menyapa bumi dengan nyanyian bencana. Tsunami, gunung meletus, tanah longsor, virus, dan lain sebagainya. Rentetan itu tak henti menerjang bumi meski dalang dari masalah ini sudah berada diambang hidup dan mati.
Sudah 6 jam Shaka memejamkan mata. Saat kesadarannya kembali, kepalanya terasa sangat jahit. Tubuhnya tak bisa bergerak leluasa karena dililit alat medis.
Samar-samar dia mendengar percakapan ringan Devita dan Jayden. Shaka coba menggerakkan tangannya, sialnya sebuah alarm berbunyi membuat Devita dan Jayden mendekat ke arah Shaka.
"Sudah sadar, anak nakal?" tanya Devita mengejek partner bandelnya.
"Prof?" gumam Shaka.
"Bagaimana mimpi indahnya?" ejek Jayden tersenyum remeh.
Shaka bangun dari ranjang. Dia duduk bersandar di kepala ranjang guna mencari posisi ternyaman.
Kepala Shaka berdenyut hebat. "Apa yang terjadi?" tanya Shaka linglung.
"Itu hukuman untukmu, anak nakal!" jawab Devita.
Hukuman? Berarti Devita tahu tentang mimpi Shaka. Kemungkinan terbesarnya adalah Devita yang membuat Shaka menderita di dalam dunia tanpa cahaya.
"Bagaimana bisa, Prof?" tanya Shaka semakin kebingungan.
"Satra pernah bicara tentang peradaban semesta, bukan? Jika menurutmu semesta kita adalah yang paling pintar, maka kamu salah besar. Kamu melupakan semesta lainnya," tutur Devita.
"Jadi?" tanya Shaka masih dalam keadaan linglung. Dalam fase seperti ini Devita malah mengajak Shaka berpikir keras. Padahal, seharusnya Shaka beristirahat paska operasi.
"Seseorang membantu kita untuk merubahmu menjadi manusia baik," imbuh Devita.
Shaka menoleh ke samping. Terdapat cermin yang bisa memantulkan wujudnya. Terlihat jahitan di sekujur dadanya. Kepalanya pun dibalut perban untuk menyumbat aliran darah.
Saat fokus menatap setiap inci tubuhnya. Tiba-tiba saja seorang hadir dari belakang. Hal itu membuat Shaka terkejut. Dia menoleh ke wujud asli pria itu. Setiap senti memberikan banyak kesamaan.
"Dia Shaka Charles Wong dari semesta berbeda." Pantas saja Shaka mengenal suara tadi. Ternyata suara itu milik dirinya di semesta lain.
Semesta memang memberikan banyak kejutan yang sulit dijabarkan oleh nalar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Of Universe
FantasyParallel Universe. ----- Seharusnya dari dulu Shanju tahu bahwa ada yang tidak benar tentang kemunculan Shaka secara tiba-tiba. Setelah 3 tahun tak pernah bertemu, Shaka berubah 180° dari sifat, penampilan, dan pembawaan diri. Awalnya Shanju menga...