Saat ambisi manusia membuka gerbang kehancuran bagi semesta
-o0o-
Aroma mie Indonesia menyeruak ke seluruh sudut ruangan. Sambil menunggu Shanju sadar, Jayden dan Geladis mengisi perut mereka dengan mie instan. Sejak kemarin mereka tidak makan, dan sedari tadi cacing perut mereka berdemo minta diberi makan.
Jayden dan Geladis makan dengan lahap tanpa memperdulikan keadaan. Bagaimana pun juga, manusia membutuhkan makanan untuk bertahan.
Di tengah menikmati hidangan lezat, Geladis menoleh ke arah Shanju. Nampaknya gadis itu sudah membuka mata. Tapi, bibirnya masih diam karena tenggorokan terasa sangat kering. Matanya juga fokus menatap plafon bercat biru.
"Jay! Shanju udah bangun!" tunjuk Geladis pada Shanju.
Buru-buru Jayden menyeruput mie terakhirnya, lalu bangkit untuk mendekat ke Shanju. Wajahnya sudah tidak terlalu pucat, tatapan yang tadi hanya mengarah pada plafon tembok kini melirik kedua sahabatnya.
"Shanju! Can you hear my voice?" tanya Geladis memastikan.
"Nggak bisa bahasa Inggris," balas Shanju. Mendengar itu Jayden dan Geladis mengembuskan napas lega. Akhirnya Shanju sadar setelah lama tertidur pulas dengan kondisi mengkhawatirkan.
Geladis langsung memeluk Shanju di kasurnya. Air matanya sedikit menetes karena rasa lega. Tekanan batinnya mulai hilang karena Shanju sudah sadar.
"Shanju, sekarang kamu ngerasain apa?" tanya Jayden.
"Kepalaku rasanya berat banget," jawab Shanju.
Jayden segera mengambil mie instan miliknya. Mienya masih tersisa banyak karena tadi Jayden memasak sebanyak 3 bungkus. Sedikit rakus, tapi memang Jayden sangat kelaparan.
"Makan dulu, yuk!" ajak Jayden antusias.
Geladis melepas pelukannya, lalu membantu Shanju bangun dari kasur. Punggungnya disandarkan ke kepala ranjang supaya mendapat posisi ternyaman.
"Shaka mana?" tanya Shanju polos. Dia tak tahu situasi, mendengar nama Shaka saja sudah membuat suasana hati Jayden memburuk.
"Mati," ketus Jayden tak bersahabat. Tangannya mulai menyuapi Shanju dengan mie goreng instan khas Indonesia.
"Loh?! Kok dia doang yang mati sedangkan aku enggak?" tanya Shanju bingung.
"Masih mending kamu hidup! Kita sampai frustrasi cari kamu di pantai!" sahut Geladis ikut kesal.
"Aku ingat!" ujar Shanju. Dia mengunyah makanan di mulutnya secepat mungkin, untuk menjabarkan sesuatu peristiwa yang terjadi saat dirinya berada di pantai.
"Waktu itu aku main di pantai sama Shaka. Tiba-tiba gempa, selang beberapa detik air lautnya naik tinggi banget. Shaka langsung lari dan peluk aku. Saat itu aku kira aku benar-benar sudah mati," tutur Shanju semangat. Dia mengingat setiap detail yang terjadi sebelum semuanya menjadi gelap.
Tentang air laut, wajah Shaka, gempa, Shanju mengingat dengan jelas.
"Kalian yang bawa aku pulang?" tanya Shanju. Setelah air laut melahap tubuhnya, dia tak mengingat apapun.
"Teleportasi?" gumam Jayden. Dia menatap lekat ke arah Shanju, sambil berpikir dalam tentang spekulasinya.
Raga Shanju tak mendukung teleportasi hingga trombositnya turun drastis. Jantungnya pun melemah karena perpindahan ruang hanya dalam satu detik.
Dalam kisah semestaku. Shanju dan Shaka adalah pasangan abadi. Kalimat itu berputar di pikiran Jayden. Ada beberapa kepingan puzzle yang harus Jayden selesaikan. Kepingan itu tentang sosok Shanju di semesta lain, motif seorang Shaka, dan mana letak semesta yang dimaksud.
Jayden meletakkan piringnya, lalu menggenggam erat tangan Shanju. "Kalau nanti Shaka kembali, kamu harus menghindar. Janji, ya?" pinta Jayden. Si gadis belum menolak atau mengiyakan. Shanju masih bingung tentang gelagat Jayden dan Geladis yang seperti ini.
"Memang kenapa, Jay?" tanya Shanju kebingungan.
"Shaka bukan orang baik. Dia akan ajak kamu pergi ke suatu tempat jauh, saat hari itu tiba kamu nggak akan pernah bisa kembali," tutur Jayden. Seperti terhipnotis oleh tatapan dalam dari mata Jayden. Shanju mengangguk patuh.
-o0o-
"Profesor! Coba lihat rasi bintang Gatra hari ini!" ujar Zen sambil menunjuk ke arah monitor.
Mendengar itu Devita mendekat ke arah monitor besar berukuran 5m×5m. Di sana, tergambar rasi bintang Gatra yang selama ini menjadi simbol kekuatan tujuh semesta.
Nampak salah satu titiknya meredup, hal itu membuat hati Devita tersentak kaget. Seharusnya ini tak boleh terjadi.
Semesta bukan hanya tentang teknologi. Teknologi memang mengembangkan sebuah peradaban, tapi semesta memiliki ilmu tetap yang bisa disebut tatanan semesta. Sebuah alur yang tak akan pernah bisa diubah oleh tangan manusia. Alur itu merupakan sebuah takdir.
Devita melangkah cepat menerobos di antara manusia yang disibukkan dengan pekerjaan. Ada satu hal yang harus Devita pastikan, jika itu tak sesuai dengan harapannya maka kelalaiannya membawa bencana besar untuk tujuh semesta lainnya.
Langkahnya terhenti tepat di depan pintu bertuliskan peringatan, Jangan buka pintu ini.
Tanpa memerdulikan peringatan, Devita menerobos masuk dalam ruang kerja Shaka. Keadaan ruangan hening, kosong, dan sepi. Detik itu juga jiwa Devita seperti melompat pergi dari tubuhnya. Lututnya terasa lemas tak berdaya.
"Seharusnya Shaka hanya membawa jiwanya pergi, bukan raganya." Perjalanan Shaka menerobos dimensi memang didukung oleh Devita. Tapi, ada sebuah pengkhianatan di sini.
Sejak dulu Devita hanya memperbolehkan jiwa Shaka pergi, sedangkan raganya tetap tinggal. Untuk menghindari kerusakan dimensi, seseorang hanya bisa membuka sedikit ruang untuk jiwanya. Tapi, saat raganya menerobos masuk maka lubang lapisan dimensi akan terbuka sangat luas, hal itu bisa menyebabkan lapisan dimensi rusak dan semesta menjadi tak terkendali.
"Bawa Shaka kembali. CEPAT!" perintah Devita pada Zen.
Shaka hanya bicara perihal bunga edelweis. Tapi, dia tak pernah bicara tentang misi lainnya. Yaitu membawa Shanju dari semesta lain untuk menghidupkan Shanju istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Of Universe
FantasiaParallel Universe. ----- Seharusnya dari dulu Shanju tahu bahwa ada yang tidak benar tentang kemunculan Shaka secara tiba-tiba. Setelah 3 tahun tak pernah bertemu, Shaka berubah 180° dari sifat, penampilan, dan pembawaan diri. Awalnya Shanju menga...