Namanya Daleela. Gadis 25 tahun yang saat ini bekerja sebagai dokter muda di salah satu rumah sakit milik kerabatnya. Daleela merupakan dokter cantik yang banyak memikat hati rekan kerjanya sesama dokter. Daleela memiliki pesona yang luar biasa. Selain cantik parasnya, Daleela juga cantik dari keseluruhan sikap dan sifatnya.
Menurut rumor yang beredar, Daleela tengah dekat dengan salah satu dokter senior di rumah sakit tempat ia bekerja. Katanya, dokter itu sangatlah beruntung mendapatkan Daleela sebagai istrinya nanti.
"Mbak, laporan yang kemarin saya taruh di meja kerja Mbak ya," ujar Daleela pada salah satu dokter senior di rumah sakit.
Daleela memang lebih sering memanggil seniornya dengan panggilan 'Mbak atau Kak' ketimbang panggilan formal seperti 'Dok' jika mereka tidak dalam melakukan pekerjaan.
"Oke, La. Ngomong-ngomong, kamu ambil cuti minggu depan ya? Mau liburan?" tanya dokter itu pensarasan.
"Cuma acara keluarga, Mbak. Ada di Bogor. Tempat Mama," jawab Daleela yang langsung diangguki oleh rekannya itu.
Mereka mengobrol beberapa hal sebelum Daleela dipanggil oleh salah seorang perawat karena ada yang mencarinya. Daleela selalu menjunjung tinggi profesionalisme dalam pekerjaannya. Maka dari itu selama bekerja di rumah sakit ini ia tidak terlihat dekat dengan siapa pun. Rumor memang kerap terdengar, tapi Daleela tidak pernah tampak mencuri waktu untuk bermesraan.
Usai bertemu dengan salah satu pasien yang ingin konsultasi dengannya, Daleela menghela napas. Ia membuka laci meja kerjanya, lalu menatap sebuah kotak kecil berisi cincin pertunangannya.
Daleela membuka kotak itu, kemudian meraih cincin berlian di sana. Cincin itu sudah ia lepas sejak setahun belakangan. Daleela tidak ingin orang-orang bertanya tentang cincin yang tersemat di jarinya. Oleh karena itu ia melepaskannya.
"Agak sempit," keluh Daleela saat ia kembali mengenakan cincin itu ke jarinya.
Beberapa orang yang ia temui dan jarang berjumpa dengannya memang mengatakan Daleela lebih berisi dari sebelumnya. Daleela tersenyum saja menanggapi hal tersebut. Karena memang pada kenyataannya angka timbangan selalu bergerak ke kanan setiap ia naiki.
Selain pekerjaan sebagai dokter yang ia gemari, Daleela juga suka memasak. Hobi yang selalu ia kembangkan jika sedang tidak ada jadwal bekerja. Daleela selalu membayangkan jika ia menikah nanti, suaminya harus puas dengannya. Selain kepuasan urusan ranjang, tentunya juga puas di meja makan.
Daleela menatap jam kecil di meja kerjanya. Sudah pukul 2 siang dan jam kerja Daleela juga usai. Ia beranjak dari kursi kebanggaannya, lalu membuka jas putih yang melekat di tubuhnya. Daleela meraih tas dan keluar dari ruang kerjanya.
"Pulang, Dok?" sapa perawat yang berjaga di dekat meja resepsionis.
Daleela tersenyum dan mengangguk. "Jangan ketiduran lagi ya," godanya yang membuat perawat itu tertawa dengan malu.
Daleela melangkah menuju lift yang akan membawanya menuju lantai dasar. Ia bertemu salah satu rekannya bernama Joko yang juga akan memasuki lift yang sama.
"Dok," sapa Daleela dengan sopan.
Joko tersenyum dan mempersilakan Daleela masuk lebih dulu. Ia masuk kemudian menekan tombol lift dan berdiri di sebelah Daleela.
"Minggu depan ada acara kumpul alumni kampus. Kamu datang?" tanya Joko menoleh untuk menatap wajah cantik Daleela.
"Enggak, Dok. Saya sudah izin cuti untuk minggu depan karena ada acara."
Joko mengangguk saja. Ia setingkat di atas Daleela saat kuliah. Sejak dulu Joko menaruh hati pada gadis cantik itu tapi Daleela tidak pernah meresponnya. Menurut pendapat teman Joko, Daleela sudah ada yang punya. Tapi Joko tidak percaya selama ia tidak melihat langsung Daleela bersama dengan pasangannya.
Pandangan Joko tercuri pada jari Daleela yang tersemat cincin berlian. Kening Joko berkerut dan kembali menatap wajah Daleela.
"Cincin tunangan?" goda Joko dengan perasaan yang deg-degan.
Daleela tersenyum saja tidak mengangguk apalagi menggeleng. Pintu lift terbuka dan Daleela lebih dulu melangkah menuju mobilnya.
***
Daleela tiba di Bogor bersama keluarganya. Acara kumpul seperti ini selalu diadakan rutin setiap setahun sekali untuk mempererat hubungan keluarga mereka.
Beberapa dari sepupu Daleela sudah menikah dan mempunyai anak. Sehingga suasana juga semakin ramai dengan bocah-bocah pembuat rusuh itu.
"Te Yeeya sini!"
Daleela tertawa saat salah satu anak sepupunya memanggil sambil melambaikan tangan. Daleela mendekat dan duduk di sebelahnya. Ia mengusap puncak kepala gadis kecil 3 tahun itu dengan lembut.
"Kenapa duduk di sini? Ebra mana?"
"Di sana," tunjuk gadis kecil itu. "Dia main sama adiknya. Aku gak mau dekat-dekat. Adik Ebyay cengeng," jelasnya.
Daleela tertawa lagi. "Itu Papi kamu kayaknya nyariin deh," kata Daleela.
"Biay aja. Papi sibuk sama Daya."
"Mas, sini," panggil Daleela saat melihat sepupunya celingak-celinguk seperti mencari seseorang.
"Ya ampun, Qin. Kamu dicariin ke mana tahunya di sini. Ayo tidur. Papi ngantuk," ajak sepupu Daleela sambil mengulurkan tangan.
"Papi jangan tiduy sama Daya. Aku mau sama Daya. Papi jauh-jauh."
Daleela tertawa dengan kepala yang menggeleng geli. "Kamu tuh ya, gemesin banget. Mau aku gigit," kata Daleela.
"Papi juga suka gigit. Tapi mimic Daya."
Daleela membelalak. Begitupun dengan ayah gadis kecil itu. Ia segera meraih putrinya ke dalam gendongan dan menatap Daleela dengan meringis. Daleela hanya menggeleng tak percaya. Keponakannya itu memang lebih bijak dari anak seusianya dan lebih banyak menangkap kosa kata yang sangat ambigu.
"Kamu tidur sana. Gak capek apa," suruh Anwar pada Daleela.
Daleela mengangguk dan membiarkan Anwar lebih dulu berlalu bersama Qin. Gadis kecil itu melambai pada Daleela sambil memberikan ciuman jarak jauh yang membuat Daleela seketika tertawa.
Karena di sini kamar terbatas, maka Daleela akan tidur di kamar milik sepupunya yang kosong. Kebetulan penghuni kamar itu tidak sedang bersama mereka karena tugas di luar kota.
Daleela menghembuskan napas panjang. Ia merindukan seseorang yang sudah setahun tidak Daleela temui. Hanya bertukar kabar beberapa kali dalam beberapa bulan. Daleela rasanya tercekik karena kerinduan.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam saat Daleela bersiap memejamkan mata. Ia mendengar tawa beberapa sepupunya di luar sana. Sepertinya mereka masih bercengkrama. Daleela sedang tidak ingin berbaur karena ia merasa mengantuk.
Tepat pukul 11 malam Daleela merasa gerah karena suhu kamar tiba-tiba berubah. Daleela membuka mata dan terbelalak saat seseorang menindihnya. Mulutnya dibekap dan kedua tangannya terikat.
Daleela ingin menjerit dan meminta tolong tapi saat seseorang di atasnya membuka topi yang semula ia kenakan, Daleela jadi lemas seketika.
"Jangan teriak, nanti yang lain dengar," bisik orang itu.
Bekapan di mulut Daleela sudah terlepas. Ia bisa saja berteriak tapi Daleela tidak melakukannya. Daleela menunduk menatap kedua tangannya yang terikat di atas perutnya. Sial. Bisa-bisanya Daleela tidak sadar hal ini terjadi.
"Aku merindukanmu," bisik orang itu dengan serak.
Daleela memalingkan wajah saat bibir orang itu hendak meraih bibirnya. Daleela terpejam ketika akhirnya bibir itu malah mendarat di leher jenjangnya dan mengecup di sana. Bisa Daleela rasakan jejak-jejak basah tertinggal di sana.
"Mashh..."
"Hmm..."
"Jangan," tolak Daleela berusaha melepaskan diri.
"Aku gak tahan, Sayang," bisik orang itu dan mulai membuka pakaiannya.
Daleela menelan ludah. Ini sungguh gila. Dan ini bukan malam yang Daleela bayangkan.
***
Hmmm🌚
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...