PART 15

39 0 0
                                    


.

Sebelum sampai di toilet sekolah, Alexa sempat dihadang Dimas.

"Aduh... Dim! Guwe mau ke toilet ini, kebelet! Awas minggir!" Alexa sudah tak tahan lagi, dirinya sungguh ingin buang air kecil sekarang.

"Bentar dulu." Dimas mengeluarkan sebuah plastik kecil berisi 4 jepit rambut berwarna hitam dari dalam sakunya.

"Mau ngapain si?!"

"Diem bentar."  Dimas mengambil 2 jepit rambut itu dan dia memasangkannya dirambut Alexa yang terlihat berantakan tak karuan menutupi wajah Alexa itu.

Alexa pun diam mematung membiarkan Dimas melakukan sesuatu ke rambut pendeknya itu.

"Nah... Gini kan tambah cantik." Dimas tersenyum simpul saat melihat jepit rambut darinya itu sudah terpasang disisi kanan dan kiri rambut Alexa.

Alexa masih diam menatap Dimas tanpa mengatakan apapun.

"Ini buat elo. Anggap aja sebagai kenang-kenangan dari guwe." Dimas meraih tangan Alexa dan meletakkan 2 jepit rambut yang masih berada diplastik itu ke tangan Alexa.

"Oh ya! Di sekolah baru elo nanti, awas Lo! Jangan genit-genit!" Ancam Dimas.

"Idih! Siape elu ngatur-ngatur guwe?!" cibir Alexa tak terima.

"Ya enggak. Maksud guwe tuh cuma ngingetin doang. Biasanya kan cewek kek gituh. Suka genit ke cowok ganteng." Kata Dimas sambil memicingkan matanya menatap sinis Alexa.

"Enak aja! Asal elo tau ya. Cewek kalo udah sayang sama cowoknya, pasti gak akan genit sama cowok lain. Paling biasanya cowoknya yang genit sama cewek lain." Kini Alexa yang menatap Dimas sinis.

"Elo nyindir guwe?!" Tanya Dimas merasa terusik.

"Guwe gak lagi nyindir siapa-siapa kok. Guwe cuma ngasih tau aja. Tapi kalo elo kesindir, ya bagus deh!" Sahut Alexa ketus.

"Ceuh! Sialan." Dimas tersenyum tak percaya.

"Berarti elo sayang dong sama guwe?" Tanya Dimas kemudian.

"Gak." Jawab Alexa cepat.

"Aish.... Dasar lo!" Dimas hanya bisa berdesis kesal. Bener-bener si Alexa ini.

Alexa pun melirik Dimas sinis.

"Huft... Ya udah iya... Oke. Mmmm... Ka Lexa. Guwe gak tau kapan kita bisa ketemu lagi. Tapi guwe yakin, suatu saat nanti kita pasti ketemu lagi. Jaga diri elo baik-baik ya. Guwe duluan. Bye..."

Dimas pergi meninggalkan Alexa dengan senyum manisnya yang mengembang sempurna. Meskipun sekarang Alexa akan pergi jauh dari dirinya, tapi entah mengapa Dimas percaya bahwa suatu saat nanti, takdir akan membawanya kembali bertemu dengan Alexa. Sekalipun dia sendiri tak tau apa itu benar akan terjadi atau tidak. Hem... Entahlah.

Alexa hanya mematung menatap Dimas yang sudah menghilang dari pandangannya. Sejujurnya Alexa tak mengerti kenapa Dimas terlihat senang saat dirinya pergi? Ah tapi sudahlah. Alexa harus ke kamar mandi sekarang. Dia sudah tak tahan lagi.

Tanpa Alexa dan Dimas tahu, dilantai tiga gedung SMA Adidarma yang berada didepan mereka, ada dua siswa SMA yang sedari tadi mengamati mereka diam-diam.

"Guwe gak ngerti kenapa elo diem aja kaya gini bro... Elo gak takut ditikung sama bocah bau kencur itu?" Salah satu siswa itu menatap temannya yang hanya diam saja membiarkan gadis incarannya diincar oleh lelaki lain.

"Hem... Entahlah. Selama ini guwe hanya sebagai pengamat." Jawab siswa yang satunya lagi dengan ekspresi wajah dingin dan datar.

"Oh ayolah... Mau sampai kapan elo jadi pengamat terus bro...? Elo jangan terlalu dingin kaya gini. Guwe cuma takut aja, kalo elo masih dingin dan cuek kaya gini terus, yang ada dia keburu ditikung sama yang lain."

Siswa itu akhirnya menyunggingkan senyum kecil.
"Hem... Guwe pernah denger, kata orang, justru pengamat itu tikungannya lebih tajem."

"Ah kata siapa?! Nih ya... dimana-mana itu kalo mau sesuatu harus usaha dulu, jangan diem-diem aja kek gini, ya gak dapet-dapet lah."

"Guwe gak diem aja kok. Guwe cuma lagi nunggu waktu yang tepat."

"Ah terserah elo deh! Lama-lama elo itu jadi sama keras kepalanya kaya si Adam."

Pria itu kembali tersenyum.
"Jangan elo sama-samain guwe sama dia (Adam). Kita berdua itu punya selera keras kepala yang berbeda."

"What?!" Si siswa yang satunya lagi sungguh tak mengerti dengan apa yang temannya ini katakan.

Siswa yang sedari memasang ekspresi wajah dingin dan datar itu terkekeh pelan.

"Guwe percaya takdir kok. Kalo dia emang takdirku, maka Tuhan sendiri yang akan mengantarkan dia padaku." Ucap siswa itu lirih.

Siswa berwajah dingin itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum tipis saat matanya menangkap sosok Alexa yang terlihat buru-buru berlari masuk kedalam toilet lantai 1 itu.

Entah mengapa, tapi dia yakin, bahwa takdir Tuhan tak pernah salah.

"Bagaimana jika dia bukan takdirmu? Tapi... takdirku. Apa yang akan kau lakukan?"

Suara seorang siswa dengan tai lalat tipis disudut bibirnya itu segera mengalihkan perhatian kedua siswa yang sedari tadi sedang mengamati Alexa diam-diam.

Siswa dengan tai lalat disudut bibirnya itu tersenyum tipis menatap dua kakak kelas didepannya.

"Tak masalah. Setidaknya dia menjadi adik iparku." Jawab siswa dengan wajah datar dan dingin itu sambil tersenyum dan merangkul siswa dengan wajah yang mirip dengannya.

Mereka berduapun tersenyum dan tertawa bersama.

"Lah gak bisa gituh dong! Enak aja. Jangan main terima-terima aja elo bro! Harus ada perang dulu, perang saudara gituh biar seru, ya gak Dam?" Protes siswa yang sedari tadi berdiri dipojok kiri itu sambil menatap ke siswa dengan tai lalat tipis disudut bibirnya dengan wajah tak terima.

"Brisik!" Semprot siswa berwajah dingin itu.

Siswa yang dipanggil 'Dam' itu hanya tertawa geli.




BAD SENIOR [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang