PART 9 (2)

58 0 0
                                    

.


"Lagian Adam gak bikin masalah apa-apa kok. Gadis itu duluan yang bikin masalah ke Adam." Kata Adam membuka suara.

"Maksud kamu?"

Herman menyerngitkan kening tak mengerti. Meski begitu Herman sedikit lega, setidaknya kini Adam mau berbicara padanya tentang apa yang terjadi.

"Dia itu gadis pembangkang, suka ngelawan, keras kepala, gak mau kalah, dan gak mau menghormati orang lain. Dia selalu merasa benar, selalu merasa paling tersakiti. Ckkkk.. Dasar gadis menyebalkan! Dia pantas mendapatkan itu." Kata Adam sembari tersenyum dengan suara menahan marah. Bersamaan dengan itu, pikiran Adam membayangkan wajah Alexa yang sungguh membuatnya kesal.

Mendengar ucapan Adam yang seolah menunjukkan bahwa semua masalah ini tak lain karena ulah gadis itu sendiri, Herman terlihat diam tak berkutik. Dia diam sembari menyipitkan matanya menatap Adam penuh curiga.

Bagaimanapun Adam ini adalah putranya, dia tau betul putranya seperti apa. Dan semua yang Adam deskripsikan tentang sifat gadis itu, bagi Herman, itu semua tak lebih dari sifat Adam sendiri. Sungguh sangat mencurigakan, pikir Herman.

"Apa kamu merasa terancam karena ada dia?" Tanya Herman dengan hati-hati.

Adam terkekeh pelan.
"Ckkk.... Aku terancam karena gadis itu? Ahahahaha. Yang benar saja. Dia pikir siapa dia, berani-beraninya dia diemin aku kaya gituh! Dasar gadis gak sopan! Kurang ajar!" Adam terlihat mulai kesal. Wajah Alexa si gadis menyebalkan itu benar-benar memenuhi pikiran Adam.

"Kalo kamu gak merasa terancam, terus kenapa kamu harus ngeluarin dia dari anggota OSIS hem? Jikapun dia bersikap gak sopan ke kamu, bukankah memarahi dan menghukumnya saja sudah cukup Dam? Gak perlu kan segala ngeluarin dia dari OSIS? Menurut papi... itu terlalu berlebihan." Kata Herman sedikit tidak setuju dengan apa yang dilakukan putranya.

"Kenapa? Papi belain Alexa?" Adam menaikkan salah satu alisnya menatap Herman tidak terima.

"Alexa?" Herman menyerngitkan kening penuh tanya.

"Yah... Alexa. Alexa Agustina, si gadis pembangkang itu. Papi belain dia?" Tanya Adam lagi dengan wajah mulai terlihat kesal.

Herman menghela nafas berat.
"Papi gak belain siapa-siapa. Ini cuman pandangan papi aja." Jawab Herman malas.

"Oh ya?" Adam tersenyum mengejek.

"Iyaa. Lagian gimanapun juga, siapa namanya? Alexa? Yah... dia itu cewek Dam, cewek itu sensitif. Kadang mungkin dia emang lagi sensitif, jadi bersikap kaya gituh ke kamu. Dan kamu sebagai cowok itu harus berusaha ngertiin cewek, gak boleh kaya gituh juga sama cewek." Herman menyuapkan sesendok nasi gorengnya yang terakhir.

Adam terkekeh geli mendengar ucapan ayahnya itu.

"Ahahaha. Adam itu anak papi... Harusnya papi tau, apapun yang Adam lakukan, semua itu tak lepas dari apa yang selama ini Adam lihat pada diri papi." Adam tertawa pelan menatap Herman dengan wajah dan senyum jahatnya.

Herman mematung.
"Maksud kamu apa?" Dia tak mengerti apa yang dikatakan putra sematawayangnya ini.

Senyum jahat Adam terlihat semakin lebar saat mendengar pertanyaan Herman yang tak mengerti maksud dari apa yang dirinya katakan itu.

"Papi pasti sering denger kan, peribahasa 'Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya', ya begitulah Adam sama papi."

Herman masih menatap Adam bingung.

"Papi lupa? Dulu mami sering bilang kalo Adam itu mirip banget sama papi, entah mukanya, sifat dan tingkah lakunya, bahkan cara ngomong Adam pun sama kaya papi. Papi inget?"

Herman terdiam, memang benar Herlina sering bicara soal kemiripan putra mereka yang lebih dominan mirip dengan dirinya ketimbang Herlina. Tapi apa hubungannya dengan semua ini?

"Perkataan mami itu emang bener kan Pi? Sedari Adam kecil sampe sekarang, muka Adam, cara ngomong Adam, sifat dan juga tingkah laku Adam, semua hampir sama kaya papi."

Herman semakin menatap Adam tak mengerti.

"Jadi... Soal apa yang udah Adam lakuin hari ini ke Alexa, itu juga sama seperti apa yang udah papi lakuin ke mami 3 tahun lalu. Apa papi lupa juga?" Kali ini wajah Adam yang tadinya tersenyum jahat terlihat berubah menjadi kaku dan datar.

"?!" Herman masih bingung.

Adam menatap Herman tajam dan penuh kebencian.

"Sama seperti 3 tahun lalu saat papi ngusir mami keluar dari rumah ini, maka hari ini, Adam usir Alexa dari organisasi dimana Adam lah yang jadi pemimpinnya." Kata Adam dengan suara jelas dan tegas.

Herman menganga tak percaya. Sungguh demi Tuhan. Apa yang putranya ini katakan?!

"Harusnya papi seneng, kan papi gak suka sama cewek pembangkang, tukang ngelawan, keras kepala dan gak mau kalah kaya modelan mami sama Alexa. Adam juga gak suka cewek kaya gituh. Ya udah. Papi usir mami, ya Adam usir Alexa. Keren kan?" Adam kembali menunjukkan senyum jahatnya.

Herman masih tak percaya dengan apa yang dia dengar.







BAD SENIOR [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang