#fcp
#Fazawritingmarathon
#eventmenulisfaza
#marriagelife
#Day7(Rabu)
#1.025kataMas Dewa tampak santai dengan celana jeans pendek beserta t-shirtnya, sedang aku memakai gamis dan jilbab corak bunga, pakaian yang menurutku paling nyaman.
Kami sudah siap untuk makan malam, tetapi hati ini masih belum sepenuhnya lega mengingat sebuah foto perempuan cantik yang tersimpan pada dompet Mas Dewa. Ingin bertanya, tetapi takut merusak momen kebahagiaan yang baru saja kami jalin. Bagaimana tidak? Mengingat beberapa hari belakangan ini Mas Dewa sangat cuek. Akhirnya kuberikan dompet itu secara cuma-cuma, kemudian kami turun berdua, bergandengan tangan, bercanda kecil sehingga membuat dadaku berdebar-debar.
Iya ... sejarang itu aku merasa menjadi ratu dalam istana kami, dan malam ini Mas Dewa sukses membuat hatiku berbunga-bunga.
Hanya dengan berjalan kaki, kami sampai pada rumah makan padang. Lelaki itu bilang tempat makan padang ini paling enak diantara yang lainnya. Mas Dewa memesan nasi beserta kikil, sedang aku nasi dan rendang saja.
Namanya juga rumah makan, tidak ada suasana romantis yang aku rasakan, justru lebih kebersamaan para keluarga yang datang menikmati makanan yang sudah tersaji di meja masing-masing.
Tidak apa, mengajakku keluar berdua saja aku sudah merasa senang, itu menandakan Mas Dewa menghargaiku sebagai seorang istri.
Selesai makan, Mas Dewa membawaku berjalan-jalan, memberitahu tempat-tempat terdekat dari apartemen, seperti minimarket, kafe-kafe, toko baju atau lainnya.
Hanya saja, kali ini Mas Dewa berjalan lebih cepat dari biasanya, lelaki itu meninggalkanku dibelakang. Sesekali aku berlari untuk menjangkau langkahnya, tetapi Mas Dewa yang tinggi membuat langkahku kesulitan untuk menyejajarinya.
Aku meraih jemarinya, mencoba untuk meminta agar kami bisa berjalan beriringan. Namun, Mas Dewa melepaskan, kemudian kami berjalan tanpa bergandengan.
Sesampainya di apartemen aku duduk di sofa, lelah juga rasanya mengelilingi area apartemen tower sakura.
Kedua bola mata ini menatap Mas Dewa penuh cinta, lelaki itu sejak kemarin memberi banyak kasih sayang, membuatku benar-benar merasa tersanjung. Mas Dewa ikut duduk di sampingku sembari memainkan ponsel.
"Mas," panggilku disahuti gumaman. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk aku bertanya tentang foto itu. Aku hanya tidak mau menerka-nerka dan berakhir salah kaprah dengan pikiran ini.
"Aku boleh tanya gak?"
"Nanya apaan?"
"Eh ... aku gak sengaja sih, buka dompet Mas Dewa, terus ada foto perempuan, cantik, rambutnya panjang, ada tato bunga di lengannya. Dia siapa Mas?"
Kulihat Mas Dewa terdiam, jemarinya juga ikut berhenti bersamaan dengan mimik wajah yang sulit kuartikan. Sepertinya ada sesuatu yang Mas Dewa tutupi tentang perempuan itu.
"Foto perempuan yang mana? Perasaan cuman ada foto kamu di dompet Mas Dewa."
"Dibelakang fotoku ada foto lagi, ya itu, perempuan itu. Cantik, Mas. Jauhlah sama aku yang biasa aja ini," ucapku merasa kalah dengan kecantikan perempuan itu. Memang benar, jika dilihat-lihat perempuan bertato bunga itu wajahnya sangat cantik, bibirnya tipis, jika dibandingkan dengan aku yang dari desa, jauh sekali kesetaraannya.
"Kalau gak percaya, siniin deh dompet Mas Dewa." Aku mengulurkan tangan.
"Gak ada, Ra. Jangan ngaco, ah. Ya, kali aku nyimpen foto perempuan lain."
"Serius, Mas. Aku gak marah, kok, cuman pengen kasih bukti aja."
Mas Dewa meletakan benda berwarna cokelat itu dia atas pangkuanku, segera kedua tangan ini mengambil dan membukanya, kemudian memberikan bukti bahwa foto perempuan yang berkali-kali kubilang cantik itu benar ada di dalam dompetnya.
Mas Dewa meraihnya, sejenak memandang foto tersebut, kemudian Mas Dewa bangkit dari sofa, merobek dan membuangnya ke tempat sampah.
"Ini foto manta pacar temen kantor Mas Dewa. Gak sengaja aja kesimpen di dompet," ucapnya kembali duduk di sofa.
Kali ini aku yang terdiam. Kenapa Mas Dewa merobek dan membuangnya di tempat sampah jika memang foto itu foto mantan kekasih teman kantornya? Kenapa tidak dikembalikan saja pada yang bersangkutan.
Sepertinya memang ada yang Mas Dewa sembunyikan, tetapi aku tidak mau berlarut-larut menanggapinya.
***
Pagi ini aku bangun sebelum azan berkumandang, segera menyiapkan sarapan. Kali ini aku memasak tumis kangkung dan ayam goreng serta tidak lupa nasi. Bahan-bahan yang aku beli waktu itu.
Setelah selesai, aku segera membersihkan diri, kemudian bermunajat kepada Sang Maha Kuasa, meminta agar Allah selalu melindungi rumah tangga kecil kami, melindungi suamiku dari hal-hal yang tidak diinginkan, memberikan kekuatan serta kerabaran yang besar untuk kami.
Aku memang tidak ingin berlarut-larut menanggapi foto perempuan itu, tetapi tetap saja masih ada yang mengganjal di dada.
Aku membangunkan Mas Dewa, menyuruhnya segera mandi, salat da bersiap-siap karena waktu sudah semakin siang.
"Masak?" tanya Mas Dewa ketika melihat masakan tersaji di atas meja mini bar.
Aku mengangguk, tersenyum. "Rasa masakan desa gitu lah, Mas," kataku sembari mengambil lauk dan meletakkannya di sisi nasi.
"Udah lama juga Mas Dewa gak makan masakan rumah," katanya sembari menyuapkan nasi berserta lauk ke dalam mulut.
"Kaciaaaan ...." Aku mengusap pipinya, kemudian kuberi pipi itu sebuah ciuman.
Selesai sarapan, Mas Dewa bersiap berangkat kerja, sebelum itu kupastikan lelakiku tampil rapi dan wangi.
Rumah ini kembali sepi, lagi-lagi hanya ada aku yang beraktivitas seperti biasa. Menyapu, mengepel, mencuci baju dan mencuci piring bekas sarapan tadi.
Aku menatap tempat sampah yang semalam menjadi tempat pembuangan robekan foto itu. Kupungut dan kembali kutata foto perempuan itu.
Masih ada yang mengganjal di dada ini, masih ada pertanyaan kenapa harus dirobek dan dibuang? Namun, beberapa minggu menjadi istri Mas Dewa membuatku sedikit demi sedikit tahu karakternya. Aku tidak bisa semena-mena memaksa, aku harus mencari tahu dengan hati-hati.
Kuremas kertas-kertas itu, kemudian mengembalikannya pada tempat sampah, tidak mungkin juga menyimpannya dan mencoba menjadi barang bukti jika suatu hari nanti terjadi sesuatu hal dalam rumah tangga kami.
Berumah tangga bukan soal siapa egois dia akan menang, berumah tangga adalah mengesampingkan keegoisan, melembutkan rasa dan bertindak dengan hati.
Ketika ada sesuatu permasalahan dan menyikapinya dengan amarah, bukankah setan akan lebih senang? Karena ibadah yang paling dibenci oleh setan adalah menikah, ibadah terpanjang di dunia.
Seusai merapikan rumah, aku turun dari apartemen, berniat untuk berbelanja kebutuhan mengisi kulkas yang kosong.
Family mart yang terletak tepat di bawah apartemen tower sakura menjadi pilihan utama. Disana terdapat banyak sekali kebutuhan rumah tangga. Aku membeli beberapa botol minuman berasa, buah, mie instan, telur, tepung, cemilan dan kebutuhan yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari lainnya.
Aku yakin Mas Dewa tidak akan marah jika uang jajan yang setiap hari Mas Dewa berikan padaku habis begitu saja, toh, habis tidak karena cuma-cuma, tetapi memenuhi semua kebutuhan sehari-hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDERELLA DESA
RomanceAra, seorang wanita salihah yang berharap bahagia dalam pernikahanya, tetapi cinta masa lalu sang suami menjadi bumerang dalam rumah tangganya.