Bab 20 - Pulangnya Mas Dewa Bersama Maria

162 18 2
                                    

#Fazawritingmarathon
#eventmenulisfaza
#marriagelife
#Day20(Jumat)
#1.100Kata

Dua hari berlalu, aku sama sekali tidak menjenguk Mas Dewa di rumah sakit, takut-takut jika sedang berada di sana ada Maria yang sedang setia menemaninya.

Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, terapi, aku harus kuat untuk tidak bertemu Mas Dewa, meski sebenarnya ada rasa khawatir yang bergelayut dalam dada.

Setiap pagi, aku hanya menghabiskan diri di bawah apartemen, menyesap kopi capucino sembari menikmati padatnya pagi di area kali bata. Sebosannya menyendiri, aku akan kembali ke apartemen, membuat kesibukan apapun agar dapat terlepas dari rasa penat.

Seperti hari ini. Aku mencoba membuat kue yang resepnya kudaptkan dari internet. Bergelayut bersama bahan-bahan yang berserakan di meja bar. Bersyukur lah, Karen alat elektronik yang bernama oven yang sempat kubeli dari internet akhirnya bisa digunakan juga.

Kuwalahan memang, di mana, sebelumya aku belum pernah membuatnya. Lama, mungkin sekitar dua jam menghabiskan waktu di dapur untuk dapat menghasilan kue ini. Meski begitu, aku cukup puas karena akhirnya mampu membuat kue-kue sederhana ini.

Aku tersenyum, kala kue itu keluar dari oven, membaurkan aroma khas cokelat dan keju pada seluruh ruangan.

"Rasanya enak, gak, ya?" Aku bermonolog sembari mengangkat kue dan meletakkannya di meja.

Kuambil satu kue tersebut, meniupnya, kemudian mencicipinya. Lumayan, rasanya tidak terlalu buruk untuk pemula sepertiku. Namun, beberapa detik kemudian senyumku sirna, tatkala mengingat hasil kue-kue ini untuk siapa? Bukankah aku hanya sendiri di rumah ini? Iya ... kalaupun dengan Mas Dewa tetap tidak akan mungkin habis, 'kan? Untuk para tetangga? Bahkan, satu orang pun tidak ada yang kukenal. Lalu untuk siapa sebagian kue ini?

Sembari memikirkannya, aku merapikan dapur dan meja mini bar agar tidak berantakan dan kembali rapi.

***

Susai salat aku selalu munajat pada Sang Kuasa, meminta agar ada titik terang untuk rumah tanggaku bersama Mas Dewa. Setiap mengingat kembali bagaimana kami menjalani rumah tangga ini, rasanya sedih. Baru seumur jagung sudah diuji dengan orang ketiga. Entahlah, dia yang orang ketiga, atau aku yang sebenarnya merusak hubungan mereka.

Jika memang akulah penyebabnya, apakah aku harus mundur dan mengakhiri semua ini? Meninggalkan kepercayaan Mamah mertua untuk bertahan dengan Mas Dewa.

Duhai Allah Sang Maha pembolak-balik hati manusia. Jika memang aku adalah jodoh dunia akhirat Mas Dewa, maka aku meminta dan memohon agar aku mampu untuk melewati ujian-ujian-Mu. Namun, jika jodoh itu hanya sesaat, bantu aku untuk lapang dan melepasnya dengan ikhlas.

Terdengar suara pintu diketuk. Aku melepas mukenah dan bangkit membukakannya. Namun, apa yang kulihat justru membuat dadaku berdentum-dentum.

Mas Dewa datang bersama perempuan itu. Memang, tidak dengan bergandengan tangan, tetapi, aku tidak tahu sebelum itu mereka saling bermesraan atau tidak.

"Sudah pulang, Mas?" tanyaku melemah, mempersilahkan kedua sejoli itu masuk dan duduk di sofa.

Kusajikan minuman dari kulkas, juga kue yang siang tadi kubuat.

"Saya Maria," katanya memeperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan.

"Saya Ara," jawabku tanpa mau sedikit pun menjabat tangannya.

Perempuan bertato bunga, berambut panjang dan selalu menggunakan rok mini setiap kuliat. Cantik memang, wajar jika Mas Dewa terpesona, wajar jika Mas Dewa jatuh cinta dan sulit melupakannya.

Aku? Tidak ada apa-apa dibanding fisiknya yang sempurna. Aku yang hanya lahir dari desa, hidup sederhana dan biasa-biasa saja.

Sunyi, tidak ada lagi yang bersuara, sampai akhirnya ketukan pintu membuat mata kami saling menatap.

CINDERELLA DESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang