Bab 10 - Pengakuan Mas Dewa di Hari Ulang Tahunku (Bag 1)

122 15 1
                                    

#fcp
#Fazawritingmarathon
#eventmenulisfaza
#marriagelife
#Day10(Rabu)
#1.200Kata

Sepanjang hari ini, pikiranku hanya tertuju pada perempuan itu, perempuan bertato bunga. Andai saja aku tidak terlalu lama menatap tato itu dan langsung melihat siapa dia, mungkin aku sudah tahu wajahnya dan bisa memastikan bahwa dia adalah perempuan yang ada di foto itu atau bukan.

Namun, sekenario Allah lebih baik dari apa yang aku inginkan. Meski geram karena penasaran, tetapi aku tidak bisa apa-apa, hanya dapat menghela napas kecewa.

Mas Dewa mengirimiku pesan bahwa lelakiku itu sedang dalam perjalanan pulang. Aku segera memasak pesanannya, yaitu spageti bolognese. Entahlah, bagaimana rasanya. Ini pertama kali aku memasak masakan Itali, resepnya pun kudapatkan dari internet.

Sebenarnya memang tidak ada tanda-tanda perselingkuhan yang harus kukhawatirkan dari sikap Mas Dewa, lelaki itu bersikap normal bahkan cukup manis akhir-akhir ini. Mas Dewa mengajakku makan malam, memberikan perhatian lebih, pulang tepat waktu, bahkan meminta dimaskan makanan kesukaan, tetapi entah mengapa ada yang membuat dadaku terasa tidak lega, yah ... entah, aku pun tidak tahu pasti, apalagi ketika melihat perempuan itu berada di lobi tower sakura yang kami tinggali.

"Assalamu'alaikum," salam Mas Dewa membuatku menoleh. Aku bangkit dari sofa, menghampirinya dan menjabat tangan kanannya.

"Wa'alaikum salam," jawabku sembari meraih bingkisan dan meletakkannya di meja.

"Masih panas, nih, spageti," kata Mas Dewa, kedua telapak tangannya dia usap-usap.

"Cuci tangan dulu, habis itu makan. Tapi aku gak tau rasanya enak atau enggak, aku baru pertama kali masak spageti."

"Gak apa-apa, yang penting sudah berusaha."

Mas Dewa mencuci tangannya di wastafel, kemudian duduk di kursi. Kami makan dengan santai, kulihat lelaki yang masih menggunakan baju kemeja itu menikmatinya, mungkin rasanya berselera di lidah. Syukurlah, aku merasa lega dan berhasil.

Mas Dewa memberikan sebuah bingkisan yang tadi kuletakan di meja, lelaki itu juga membuka sebuah kotak yang berisi kue ulang tahun.

"Selamat ulang tahun, Sayang," ucapnya sembari menyalakan lilin, kemudian mencium keningku.

Duh yaa Allah, bahkan aku lupa jika hari ini adalah hari ulang tahunku, terlalu sibuk memikirkan perempuan yang tidak ada hubungannya dengan rumah tangga kami.

"Terima kasih, Mas. Aku lupa, loh."

Mas Dewa tersenyum. Kue tart itu diangkatnya, Mas Dewa juga menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan memintaku untuk meniup lilin. Sebuah perayaan yang belum pernah kudapatkan dari orang spesial.

"Ini hadiah sederhana dari Mas Dewa, semoga kamu suka," ucapnya. Aku membuka bingkisan itu, satu set perhiasan menjadi kado di hari ulang tahunku.

"Mas Dewa, terlalu berlebihan, Mas." Mataku berkaca-kaca, tanpa aba-aba air mata jatuh begitu saja. Terharu sekali.

"Tidak ada yang berlebihan," katanya sembari memelukku, menenangkan.

Aku lahir dari keluarga sederhana, segala sesuatu yang ingin kupunya harus melalui proses kerja keras, bahkan itu pun tidak melulu terwujud. Lalu, aku menikah dengan Mas Dewa, lelaki mapan yang sedari kecil keluarganya sudah berkecukupan.

Bersyukur sekali, rasanya seolah Allah menggantikan proses lelahku melalui Mas Dewa.

Lelaki ini masih memelukku, mengusap punggungku, menciumi kepalaku. Yaa Allah, aku berharap, semoga keharmonisan ini terus berlanjut sampai kami tua.

Seusai itu Mas Dewa membersihkan diri, sedang aku membereskan sisa makanan dan menyiapkan baju piama untuk Mas Dewa.

Kami sama-sama merebahkan tubuh, saling berpelukan satu sama lain. Malam ini, sikap Mas Dewa sangat manis dan romantis, mungkin karena hari ini adalah hari ulang tahunku, sehingga lelaki yang berstatus sebagai suamiku itu tidak ingin membuat istrinya kecewa.

CINDERELLA DESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang