Bab 22 - Sikapku dan Sikap Mas Dewa.

166 19 0
                                    

#Fazawritingmarathon
#eventmenulisfaza
#marriagelife
#Day22 (Rabu)
#1.100Kata

___

Tepat pukul lima pagi, suara alarm dari ponsel Mas Dewa berbunyi. Aku menggeliat, sedikit terganggu karena kantuk masih menggebu. Perasaan, baru sebentar aku terlelap, suara alarm sudah melahap.

Mataku perlahan terbuka, tetapi di depan sana sudah kudapati sosok lelaki tersenyum manis memandangku. Mas Dewa
Iya, bahkan lelaki itu sepertinya belum beristirahat setelah bergulat dengan keringat.

Aku terkekeh, malu juga jika kembali mengingat pergulatan kami semalam yang membuat peluh di tubuh ini.

Dari dalam selimut, tangannya merambat bergerilya menyentuh tubuh, aku kegelian, tetapi lelaki di depan mataku ini masih saja bercanda.

"Mas,ah!"

Mas Dewa tertawa lepas, membuatku tersenyum senang. Selama kami hidup dalam bahtera rumah tangga, baru sekali ini melihatnya tertawa, lepas pula.

Aku bersyukur, perubahan Mas Dewa mulai terlihat, dari sikapnya, perhatiannya, ketaatannya, serta tanggungjawabnya kepada istri.

"Maaf, ya." Mas Dewa sekalian mengecup keningku.

"Untuk?"

"Karena selama ini, Mas Dewa sudah sering menyakiti perasaan kamu, sering buat kamu menangis," tuturnya sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telingaku.

"Aku harap, tidak terulang lagi. Jika itu terjadi, aku gak mau kasih Mas Dewa kesempatan," balasku, mengingat bertapa perihnya luka yang Mas Dewa gores selama ini.

"Iya. Ingetin Mas Dewa terus, ya?" Sekali lagi Mas Dewa mencium kening, kemudian kedua pipi dan bibir ini, lama, sampai-sampai aku hampir kembali terbuai dan mengulang aktivitas semalam, beruntung kesadaran segera datang, sehingga tanpa sengaja kudorong dadanya sampai lelaki itu terhempas ke dinding.

"Udah ah, mau mandi." Aku bangkit. Terdengar suara decakan dari mulutnya ketika meninggalkan kamar. Aku tertawa.

***

Sarapan sudah tersaji, Mas Dewa juga sudah rapi. Lelaki itu tampan sekali menggunakan kemeja putih. Rambutnya klimis mengkilat, parfumnya menguar keseluruh ruangan.

"Spageti?" katanya sembari menghidu aroma makanan di meja. Aku mengangguk.

"Udah lama gak masakin Mas Dewa."

Lelaki itu duduk kemudian menikmati sepiring spageti favoritenya. Ada kebahagiaan tersendiri bisa melayani kebutuhan Mas Dewa, rasanya ... sangat puas!

"Rasanya sama, Ra," kata Mas Dewa setelah menghabiskan piring dengan isian mie dan saus itu.

"Sama?"

"Sama enaknya, gak berubah, enak banget." Mas Dewa memperlihatkan kedua ibu jarinya.

"Mas Dewa belum tidur ya, semalaman?" tanyaku. Lelaki itu tersenyum simpul. Aku tidak tega melihatnya, apalagi pagi ini Mas Dewa masih tetap harus berangkat kerja.

"Gak apa-apa."

"Gak izin aja, Mas? Sehari? Istirahat dulu, lah."

"Sakit kemarin, apa gak izin berhari-hari?"

Betul juga. Selama di rawat di rumah sakit dan pemulihan di rumah, Mas Dewa mengambil semua cuti yang masih dia punya, sehingga untuk izin lagi sepertinya tidak bisa, terkecuali izin penting.

"Ya sudah. Siap-siap terus berangkat," ucapku, melihat sinar matahari dari pintu balkon sudah semakin terang di luar sana.

Mas Dewa bangkit, masuk ke kamar mengambil tas dan beberapa berkas yang semalam dia kerjaan sebelum istirahat.

CINDERELLA DESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang