Aldebaran masih betah berada di kantor, ditemani cahaya remang-remang dari lampu di mejanya, pikiran Aldebaran berkelana. Perkataan Andin tadi siang terus berputar di kepalanya, membuat hatinya tiba-tiba terasa nyeri. Aldebaran tak ingin menghindar, hanya saja segala sesuatu yang berkaitan dengan Sal membuat ia tak mampu mengontrol emosi.
Aldebaran tahu sikap Andin demikian karena ia menganggap jika hubungan mereka sebatas kontrak, tapi bagi Aldebaran semua itu tak berarti lagi. Ya, Al akui jika ia sudah jatuh hati kepada Andin, bahkan ia takut untuk kehilangan perempuan itu. Namun Aldebaran tak mampu mengungkapkan itu semua. Tindakan dan ucapannya selalu bertolak belakang, hingga akhirnya kesalahpahaman terjadi.
Sal telah menjadi orang yang Aldebaran blacklist dari hidupnya sejak lima tahun yang lalu. Al yang mengira Sal hanya sebatas kerabat jauhnya, ternyata memiliki hubungan darah dengan dirinya. Kenyataan itulah yang menyebabkan Aldebaran sering bertengkar hebat dengan papanya maupun Sal. Hingga pada kematian ayahnya pun, Aldebaran selalu menyalahkan Sal.
Walau Rossa selalu bilang untuk menerima kenyataan itu, tapi bagi Aldebaran semuanya adalah luka baginya. Luka yang sampai kapanpun masih akan terus menyayat hatinya.
Di tempat lain, Andin mulai gelisah menunggu kepulangan Aldebaran. Ia juga merasa bersalah karena sudah bersikap keras kepada laki-laki itu.
"Ndin, kamu belum tidur?" tanya Surya menghampiri anaknya.
"Aku masih nunggu mas Al, Pa."
"Al belum pulang?"
Andin hanya menggeleng. Ia terus mengecek ponselnya, barangkali ada notifikasi dari Aldebaran.
"Yasudah, kamu istirahat, ya..., biar papa yang tungguin Al."
"Nggak usah, Pa. Mending Papa yang istirahat. Udara malam nggak baik buat Papa." Andin berusaha membujuk Surya.
"Oke, tapi kamu tidurnya jangan kemalaman, ya. Mungkin Aldebaran masih ada pekerjaan." Surya membelai rambut Andin dan pergi menuju kamar untuk beristirahat.
Andin mulai menguap, ia sebenarnya juga sudah mengantuk. Namun ia tak bisa tenang jika belum melihat Aldebaran pulang. Ia lalu duduk di sofa sembari kembali mengecek ponselnya.
***
Aldebaran melihat Andin tengah tertidur di ruang tamu. Ia menghampiri perempuan itu dan duduk di sebelahnya.
"Apa kamu nungguin saya, Ndin?" tanya Aldebaran dalam hatinya. Ia membenarkan rambut yang menutupi wajah Andin. Aldebaran hanya mampu memandangi wajah perempuan itu dengan perasaan tak menentu.
Al lalu menggendong tubuh Andin dan memindahkannya ke kamar. Setelah menyelimutinya, Aldebaran keluar tanpa membuat suara. Mungkin Andin benar, memberi jarak antara mereka adalah pilihan terbaik. Aldebaran juga tak mau memaksa Andin. Jika ia harus kembali kehilangan, paling tidak ia masih mampu melihat senyum Andin yang selalu meneduhkan walau bukan karenanya.
"Halo, Ngga, bisa ketemu?" tanya Aldebaran kepada Angga yang berada di seberang telepon. Setelah mematikan ponsel, Al keluar dari kamar Andin dan pergi kembali. Uya yang heran bosnya itu pergi hanya mampu bertanya-tanya.
Sesampainya di cafe biasa, Aldebaran menghampiri Angga. Ia lalu menceritakan kepada Angga perihal masalah yang tengah mengusik pikirannya.
"Jadi Andin lagi Deket sama Sal?" tanya Angga kembali memastikan.
Aldebaran mengangguk dan meneguk minumannya. "Dari sekian banyak laki-laki, kenapa harus dia?"
"Kenapa Lo ga coba terus terang aja sama Andin, Bro."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Feel Me at Ease
Fiksi PenggemarAndini Kharisma Putri tak menyangka jika hidupnya akan berurusan dengan Aldebaran alfahri, laki-laki yang teramat menyebalkan dihidupnya. Bagi Andin, masuk ke dalam dunia Aldebaran adalah sebuah musibah. Hingga ia bertemu dengan Sal Pradipa, seseora...