bab 10

1.4K 200 23
                                    

Andin terkejut ketika hendak menyentuh wajah Aldebaran, tiba-tiba lelaki itu menahan tangannya. Dengan reflek, Andin menarik tangannya kembali dan berdiri. Aldebaran membuka mata dan bangkit dari posisinya rebahan. Ia sudah menatap Andin dengan bangga diri.

"Kamu ngapain?" tanya Al.

Andin berdeham untuk menetralkan kegugupannya. "Tadi ada nyamuk di jitad kamu," jawabnya asal.

"Nyamuk?" Aldebaran melihat sekitar.

"Yaudah, aku mau balik ke ruangan dulu." Andin buru-buru untuk pergi, tapi Aldebaran menarik lengannya hingga jatuh kepangkuan laki-laki tersebut.

"Kamu nyari saya?" gumam Aldebaran di telinga Andin, membuat perempuan itu bergidik.

"Lepas, Mas, nanti kalau ada yang masuk gimana?" Andin berusaha membebaskan diri.

"Sebentar aja, Ndin." Aldebaran menenggelamkan wajahnya di punggung Andin. Entah kenapa Al semakin takut untuk kehilangan perempuannya itu. Memikirkan segala kemungkinan yang terjadi, apa Al bisa hidup tanpa Andin?

"Mas?" tanya Andin.

"Hem?"

"Kamu semalam katanya pulang, kenapa pergi lagi?"

"Ada urusan."

"Penting banget, ya?"

Aldebaran hanya mengangguk. Ia berharap waktu berhenti saat ini juga, agar ia bisa selalu mendekap tubuh Andin, mencium aroma yang membuat candu itu.

Andin tak lagi bertanya. Ia juga berkutat dengan pikirannya sendiri. Belakangan ini ia merasa Aldebaran berubah. Jarak antara mereka bahkan terasa semakin jauh.

"Ndin," panggil Al.

"Kenapa, Mas?"

"Kalau saya batalin kontrak kita, apa kamu akan meninggalkan saya?"

Deg!
Andin hampir tak mampu bernapas. Pertanyaan Aldebaran seakan tak bisa untuk ia jawab.

"Kenapa Mas Al mau batalin kontrak kita?"

Bukannya menjawab, Aldebaran malah menyuruh Andin untuk kembali bekerja. Jelas membuat perempuan itu murka.

"Maksud Mas Al apa, sih? Mas Al selalu ngatur-ngatur aku selama ini, bahkan aku juga nggak boleh Deket sama Sal, dan sekarang..., Mas Al mau batalin kontrak kita? Mas Al pikir aku ap—mmpp."

Belum selesai Andin mengutarakan kekesalannya, Aldebaran sudah membungkam mulutnya. Ia dengan agresif berusaha menerobos masuk mulut Andin.

Andin yang terkejut meremas kemeja Aldebaran. Ia memejamkan mata sambil menangis. Keduanya saling mencumbu, menyalurkan rasa yang selama ini tertahan. Ciuman mereka semakin dalam, bahkan kini Aldebaran sudah mendudukkan Andin di atas meja.

Ciuman Al semakin liar, ia sudah menjelajah ke leher Andin membuat perempuan itu semakin meremas rambutnya. Al hampir membuka kancing kemeja Andin kalau saja tak ditahan oleh sang empunya.

Al mengerti. Ia kembali mengancingkan kemeja Andin dan membersihkan bibirnya. "Alasan saya ingin membatalkan kontrak kita karena saya ingin hubungan kita nyata, Ndin," kata Al dengan mata sayunya.

Andin lalu turun dari meja dibantu Al. "Maksud kamu nyata apa, Mas?"

"Saya..., saya sebenarnya...."

Belum sempat Al mengungkapkan perasaannya, pintu ruangan Aldebaran diketuk. Dengan buru-buru, Al dan Andin segera membenarkan penampilan mereka.

"Masuk," kata Al.

Please Feel Me at EaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang