bab 12

1.2K 207 17
                                    

Andin masuk ke ruangan Aldebaran tanpa mengetuk pintu, Namun, ia tak menemukan pemiliknya di sana. Andin lalu menemui Feli untuk menanyakan keberadaan Aldebaran.

"Fel, kamu tahu pak Aldebaran di mana, nggak, ya?" tanya Andin ketika berpapasan dengan Feli.

"Pak Al baru saja pergi."

"Pergi? Pergi ke mana?"

"Wah, kalau itu saya kurang tahu, Bu Andin."

"Yaudah, makasih, ya." Andin lalu pergi, sepertinya ia tahu di mana Aldebaran berada.

Sebenarnya Andin tak mau berprasangka terhadap Aldebaran, tapi mengingat masalah yang terjadi sepertinya Aldebaran menemui seseorang. Dan benar saja, Andin melihat Al berbicara dengan Sal di samping cafe. Andin berusaha mendekat, mencoba mendengar pembicaraan dua laki-laki itu.

"Saya nggak pernah nyuruh kamu untuk cerita ke orang-orang jika kamu saudara tiri saya," ucap Aldebaran penuh dengan penekanan.

"Mau sampai kapan, sih, Al Lo kayak gini?"

"Sampai anda menjauh dari hidup saya."

Sal mengacak rambutnya frustasi, sekeras apapun ia berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan Aldebaran, rasanya semua sia-sia.

"Al—"

"Kamu nggak bisa terus menghindar," ucap Andin memotong perkataan Aldebaran. Kedua lelaki itu terkejut melihat kedatangan Andin. "Mas, kamu harus terima kenyataan kalau Sal itu saudara tiri kamu," lanjutnya.

"Jangan ikut campur!" ucap Al dengan tegas.

"Ini memang bukan urusan aku, tapi Sal temen aku."

"Teman?" Aldebaran tersenyum meremehkan.

"Mas, aku yakin ada kesalahpahaman di sini. Kamu hanya belum bisa terima kalau kamu juga ikut andil dalam masa lalu."

Deg!
Aldebaran tak menyangka dengan apa yang baru saja diucapkan Andin. Apa maksud Andin bicara seperti itu?

"Apa maksud kamu saya ikut Andin?" tanya Aldebaran.

Sal menatap Andin, mengisyaratkan untuk tak meneruskan masalah ini. Namun Andin tidak bisa diam saja. Aldebaran harus menyadari semuanya agar ia tak terus hidup dalam kebencian yang ia buat sendiri.

"Kamu hanya nggak bisa terima jika keluarga kamu hancur karena kehadiran Sal. Padahal jika waktu itu kamu menerimanya, semua akan tetap baik-baik saja. Ego kamu terlalu tinggi, Mas." Andin mencoba mendekati Aldebaran, berharap lelaki itu bisa mengerti.

Namun, Al justru malah menepis tangan Andin. Matanya sudah memerah menahan amarah. Aldebaran tak mampu berkata-kata lagi. Ia pergi meninggalkan Andin dan Sal begitu saja tanpa pamit.

Andin memandang kepergian Aldebaran dengan nanar. Maksud hati ingin sedikit memberi solusi kepadanya, tapi sepertinya malah keadaan semakin buruk.

***

Andin yang khawatir dengan Aldebaran memutuskan untuk pergi ke Pondok Pelita. Sejak kejadian pagi itu, Aldebaran tak kembali lagi ke kantor. Sesampainya di rumah Al, Andin malah bertemu dengan Rosa yang kebetulan hari itu sedang mampir di sana.

"Hai, Ndin, Tante senang bisa ketemu kamu," ucap Rosa.

"Iya, Tante."

"Kamu nyari Aldebaran?"

Andin mengangguk. "Tadi mas Al, selesai rapat belum balik ke kantor," kata Andin.

Rossa terdiam sejenak, seperti memikirkan sesuatu. "Andin, apa Tante boleh tanya sesuatu sama kamu?"

Please Feel Me at EaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang