bab 17

1.3K 201 21
                                    

Hari ini, Andin sudah diperbolehkan pulang. Namun tidak boleh melakukan aktifitas berat dan harus datang untuk terapi. Hal tersebut membuat Aldebaran semakin posesif kepada Andin. Seperti yang terjadi di kamar Andin siang ini.

"Aku bisa sendiri, Mas," ucap Andin mencoba mengambil alih makanannya di Aldebaran.

"Bisa diem, nggak? Nanti kamu jatuh, Ndin," protes Aldebaran.

"Tapi yang sakit kaki aku, Mas. Aku masih bisa makan sendiri "

"CK! Nurut bisa nggak, sih."

Andin memanyunkan bibirnya kesal. Ia hanya merasa perlakuan Aldebaran terlalu berlebihan. Andin tak ingin dimanja, sebab ia juga tak mau terlihat lemah.

Aldebaran hanya melirik Andin sambil mengaduk sup, lalu ia menyuapkannya kepada Andin.

"Buka mulutnya," ujar Al.

Andin menghela napas, saat ini ia malas berdebat dengan Aldebaran. Ia lalu menurut saja apa kata lelaki dihadapannya. Saat Andin mencoba meniup kembali supnya dan bersiap untuk membuka mulut, tiba-tiba lelaki itu menyerobot bibirnya. (Aku sebenernya mau kasih Vidio ilustrasinya 😅 tp disini cuma bisa send picture wkwk yaudin, bayangin sendiri yageye)

Andin memukul lengan Aldebaran begitu ciuman mereka berakhir. Ia tersipu malu dengan tindakan Aldebaran barusan.

"Modus!" Protes Andin, sedangkan Aldebaran hanya mampu salah tingkah.

"Yaudah, makan sendiri." Aldebaran meletakkan nampan berisi nasi dan sup di pangkuan Andin. Ia lalu pergi keluar untuk menetralkan detak jantungnya.

"Dih, dia yang mulai, dia juga yang salah tingkah," gerutu Andin. Ia menjadi tak nafsu makan. Pikirannya terus terpikirkan hal tadi. "Sadar, Ndin. Mikir apa, sih?" Andin menepuk-nepuk pipinya berusaha untuk menyadarkan dirinya, tapi sayangnya Andin sudah terlanjur berimajinasi.

Andin meletakkan nampan makanannya di meja sebelah kasur. Ia kembali memegangi bibirnya dan tersenyum salah tingkah. Andin sejenak lupa jika kakinya sakit, dan ia tersadar ketika rasa nyeri kembali menyalar saat dirinya hendak berbaring.

"Aw! Aduh...," rintih Andin sambil memegang kakinya. "Mas Al harus tanggung jawab, nih," ucapnya.

***

Aldebaran menyelesaikan pekerjaannya hingga larut malam. Rupanya, Al akan mengambil cuti untuk beberapa hari. Meninggalkan Andin di rumah membuatnya tak fokus bekerja di kantor.

"Ren, besok kalau ada berkas yang harus saya tanda tangani lagi, tolong diantar ke rumah, ya," ucap Aldebaran sambil menyerahkan sejumlah map kepada Rendi.

"Baik, Pak."

"Habis ini, kamu boleh pulang."

"Iya, Pak."

Aldebaran lalu bersiap untuk pulang.  Hari sudah larut dan ia baru memasuki rumah. Al mengecek Andin di kamarnya, perempuan itu sudah terlelap dalam tidurnya. Al lalu pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri dan beristirahat.

Ketika ingin tidur, tiba-tiba perut Al berbunyi. Ia lalu pergi ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.

"Mas Al, ngapain?" tanya Andin ketika melihat Aldebaran sibuk mencari makanan di dapur.

"Saya, saya lagi...." Perut Aldebaran berbunyi lagi.

"Kamu laper?"

Aldebaran hanya mengangguk.

"Yaudah, aku bikinin makanan."

"Nggak usah, mending kamu istirahat sana."

"Nggak apa-apa, aku bisa kok."

Please Feel Me at EaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang