bab 1

2.3K 211 17
                                    

Andin memberikan proposal kepada Aldebaran, atasannya. Ia menjelaskan tentang standar promosi yang akan ia gunakan untuk peluncuran produk make up terbaru Maharatu kosmetik. Al membaca proposal tersebut dan cukup tertarik dengan ide yang diberikan Andin.

"Oke, kita akan bahas proposal kamu di rapat besok," ucap Aldebaran.

"Baik, Pak," kata Andin. Ia lalu membereskan kembali berkas-berkasnya dan hendak keluar ruangan Aldebaran.

"Oh, ya, ada produk yang harus kamu tinjau ulang." Aldebaran berdiri dan mengambil sample produk yang ada di meja. "Saya mau produk ini diproduksi lagi dengan tampilan baru," kata Al.

Andin menerima produk tersebut. "Baik, Pak, nanti saya akan laporkan ke bagian penelitian." Andin lalu pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun langkahnya terpeleset dan dengan spontan menarik dasi Aldebaran. Mereka akhirnya jatuh ke sofa dengan posisi Aldebaran berada di atas Andin.

Dalam waktu bersamaan, pintu ruang kerja Al terbuka menampilkan wanita setengah baya yang masih terlihat modis. Wanita tersebut sama terkejutnya melihat apa yang terjadi di hadapannya.

Aldebaran yang menyadari kehadiran wanita tersebut segera berdiri dan merapikan jasnya, begitupula dengan Andin. Ia bahkan tak berani menatap wanita di hadapannya itu.

"Al bisa jelasin, Ma," kata Aldebaran kepada mamanya, Rossa.

Rossa hanya tersenyum melihat Aldebaran yang salah tingkah. "It's ok, Al. Mama tahu kamu belum siap cerita ke mama," ucap Rossa yang membuat Al kebingungan.

"Cerita?" tanya Al. "Cerita soal apa?"

"Ma-af, saya permisi," kata Andin menyela.

Rossa pun mempersilakan Andin untuk keluar agar ia juga bisa berbicara dengan anak kesayangannya itu.

"Mama tahu selama ini kamu menolak dikenalkan dengan perempuan pilihan mama karena kamu sudah punya calon." Rossa duduk di sofa.

"Maksud Mama?"

"Angga udah cerita semua ke mama."

Aldebaran mendengus kesal mendapati Angga berulah kembali. Erlangga Permadi adalah tangan kanan Aldebaran, ia juga sebagai sahabat dekat Al yang sudah seperti keluarga sendiri. Sama seperti Rendi; asisten pribadi Al, mereka bertiga ibarat komposisi makanan yang saling melengkapi.

"Angga cerita apa aja ke Mama?"

"Nggak banyak, dia cuma bilang kalau kamu sudah punya pacar. Makanya nggak mau mama jodohkan," balas Rossa.

Disatu sisi Aldebaran lega jika Angga melindungi dirinya seperti itu. Ia memang selama ini selalu menolak tawaran mamanya untuk berkencan dengan perempuan pilihannya. Namun Al juga tak menyangka jika mamanya akan salahpaham seperti ini.

"Tapi, Ma...."

"Bawa dia ke acara keluarga kita Minggu depan," titah Rossa.

Aldebaran terkejut dengan apa yang diucapkan mamanya. Ia tak menyangka jika Rossa sangat berharap Andin menjadi menantu keluarga Alfahri. Perempuan yang dibawa dalam perjamuan keluarga adalah pertanda jika dia akan menjadi bagian keluarga tersebut.

"Ma, saya sama andin-"

"Namanya Andin? Cantik seperti orangnya," sela Rossa. "Jangan ngecewain mama, Al. Bawa Andin ke perjamuan keluarga atau kamu bersedia menikah dengan wanita pilihan mama." Rossa lalu mengenakan kacamata hitamnya dan berlalu meninggalkan Aldebaran. Lelaki itu tak bergeming usai mendapat ultimatum dari mamanya.

"Sial!" gumam Aldebaran.

Di tempat lain, Andin berusaha menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan. Ia merasa terkejut sekaligus malu. Bagaimana reaksi Aldebaran nanti, membayangkannya saja Andin bergidik ngeri.

Andin mengacak rambutnya frustasi. "Bego banget, sih, Ndin," gerutunya kepada diri sendiri.

"Kenapa, Ndin?" tanya Mirna, teman satu departemennya.

"Mir, aku kayaknya bakal dipecat, deh," ucap Andin.

"Heh, ngaco! Emang ada apa, sih?"

"Tadi...." Belum sempat Andin menjelaskan kepada Mirna, tiba-tiba ia mendapat telfon dari Felly- sekretaris Aldebaran, yang menyuruhnya untuk pergi ke ruangan Aldebaran.

Dengan perasaan campur aduk, Andin pun pergi ke ruangan Aldebaran. Ia sudah siap dengan segala caci maki jika atasannya itu murka karena ulahnya tadi.

***

Andin menghela napas kasar usai membaca surat perjanjian yang diberikan kepadanya. Ia jelas-jelas menolak beberapa poin dalam isi perjanjian itu. Sedangkan lelaki di depannya, Aldebaran Alfahri-selaku pihak pertama tak mau tahu tentang ketidaksetujuan Andin.

"Saya nggak mau tanda tangan," ucap Andin. Ia merasa sudah diremehkan.

"Oke, berarti kamu akan membiarkan ayah kamu meninggal tanpa operasi," balas Al.

"Darimana Pak Al tahu soal ayah saya?"

"Nggak penting saya tahu darimana, Saya dengan sukarela akan membantu kamu membiayai pengobatan om Surya, asal kamu menyetujui kontrak tersebut."

Mencari informasi seseorang sangatlah mudah bagi Aldebaran, apalagi koneksinya yang begitu banyak semakin menunjang data-data akurat yang ia dapatkan. Belum ada yang mampu mengalahkan kekuasaan Al sejauh ini. Ia menjadi salah satu orang yang cukup berpengaruh di industri bisnis.

"Bagaimana?" tanya Al sekali lagi.

Andin terdiam. Ia bimbang atas tawaran yang Aldebaran berikan. Satu sisi ia ingin melihat ayahnya sembuh, tapi Andin juga tak mau jika harus menjalani sebuah pernikahan kontrak. Apalagi selama ini ia sudah mendambakan pernikahan yang indah penuh dengan cinta, bukan keterpaksaan seperti ini.

"Saya akan setuju, tapi ada beberapa poin yang harus dirubah," kata Andin. Ini demi ayahnya, Andin akan berusaha bertahan sampai batas waktu yang ditentukan usai.

Aldebaran menyodorkan pulpen kepada Andin. "Selama syarat yang kamu ajukan masih masuk akal," ucap Aldebaran.

"Isi perjanjian ini aja udah nggak masuk akal," gumam Andin. Ia kemudian mencoret beberapa poin dan menggantinya. Setelah selesai, ia memberikan kepada Aldebaran.

Dalam isi surat perjanjian tersebut, Aldebaran mencantumkan bahwa pihak kedua tidak boleh mengganggu privasi pihak pertama, begitupun sebaliknya. Namun Andin menambahkan jika pihak pertama tidak bisa mengatur seenaknya pihak kedua. Tanpa banyak protes lagi, setelah membaca semua coretan Andin, Aldebaran menandatangani surat perjanjian tersebut.

"Pak Al, itu...," Andin tak menyangka jika Aldebaran menyetujui semua syarat-syarat yang ia ajukan. Dengan berat hati pun Andin melakukan hal yang sama.

"Saya akan menyuruh Rendi mengirim salinan surat ini besok. Dan ingat, sekarang status kamu adalah tunangan saya. Jaga sikap kamu diluar," ucap Aldebaran lalu menyuruh Andin untuk keluar.

"Nyebelin banget, sih, jadi orang. Ngapain sih, Ndin, kamu berurusan dengan manusia bernama Aldebaran," geram Andin.

***

Hai, hai...
Gimana bagian pertamanya? Seru nggak nih?...

Kalau banyak yang suka, aku bakal lanjut cerita ini, tp klo kalian maybe bosen atau kurang suka aku bakal pindah ke draft cerita lain 😁 hehe

Please Feel Me at EaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang