Selesai sarapan, kami duduk di sofa dekat jendela. Meski rasannya masih tidak percaya karena kami bisa makan bersama setelah beberapa waktu terpisah, tapi aku memilih diam selama makan. Geral sendiri juga tidak banyak bicara. Mungkin pemuda itu sibuk dengan pikirannya, sama seperti aku yang juga sama sibuknya dengan gagasan-gagasan yang berjejal di dalam benak.
Gagasan itu berupa hari-hari yang akan kulewatkan bersama Geral nanti. Hal yang akan kami lakukan bersama. Berpikir tentang berbagai macam cara agar membuat pemuda itu bahagia hingga aku bisa menunjukkan betapa bahagianya diriku karena dia sudah kembali. Selain hal-hal menyenangkan, aku menolak untuk memikirkan hal buruk yang mungkin terjadi. Hal buruk itu misalnya tentang Geral yang ketahuan atau reaksi Alex dan Ayah nantinya kalau mengetahui semua ini.
Sekarang kami memandangi jalanan tanpa banyak bicara. Geral juga menutup mulutnya rapat-rapat. Kelopak matanya terlihat turun, sepertinya dia mulai mengantuk. Entah karena dia baru bangun dari kematian atau faktor lain, pemuda itu lebih sering tidur dibanding membuka mata.
"Geral?" sapaku memecah keheningan.
"Ya?"
"Mau tiduran?" tanyaku saat melihat pemuda itu tampak mengantuk.
Geral mengangguk. "Boleh?"
"Tentu saja. Taruh kepalamu di sini!"
Geral tidak langsung melakukannya, pemuda itu terlihat ragu. Akan tetapi, aku langsung menepuk pahaku dan memberikan isyarat agar Geral tidur di atas pangkuanku. Geral sepertinya memahami keinginanku karena pemuda itu mengulaskan senyum samar sebelum akhirnya membaringkan kepala di pangkuanku.
"Aku usap-usap ya sampai kamu tidur," tawarku sembari mengusap kepalanya.
"Makasih, Za."
Geral yang kini mendongak untuk memandangku. Pemuda itu terus menatapku tanpa berkedip. Bibirnya mengulum senyuman sekilas sebelum akhirnya memejamkan mata.
Tidak ada sedikit pun wajah Geral di sana. Wajah cowok yang ada di hadapanku sekarang ini sangat imut dengan tulang hidung tinggi. Bibirnya melekuk sempurna dan menggemaskan. Alisnya juga tebal. Bulu mata panjang membingkai matanya. Rambutnya lurus memanjang dengan helaian yang hampir menutupi kedua alisnya. Secara umum wajahnya halus dan terkesan kalem.
Kini aku melirik bagian lain dan baru sadar sekarang kalau ada tahi lalat di daun telinga. Tangannya ramping dengan jari-jemari yang panjang. Posturnya yang tinggi menjadikannya sosok yang rupawan. Aku sama sekali tidak mengenal pemuda ini sebelumnya. Meski begitu, aku akui dia memang memesona.
Aku mengusap rambutnya. Geral selalu senang kalau diperlakukan seperti ini. Senyuman lebar terbentuk di bibirku. Pemuda itu juga tersenyum. Untuk sesaat aku melihat sosok Geral di dalam matanya
"Enza!"
"Ya?"
"Aku kangen kamu."
"Aku juga," tukasku cepat. "Atau bahkan aku lebih dari kangen."
"Apa itu lebih dari kangen?"
"Entahlah. Enggak ada kata yang kasih deskripsi yang tepat."
"Ah, aku juga, Za."
Geral mengangkat kepala hingga wajah kami cukup dekat. Aku bisa bisa merasakan embusan napas yang hangat menyapu wajahku. Tadi aku belum merasakannya karena sibuk menenangkan Geral. Tetapi, sekarang aku benar-bebar sadar sepenuhnya kalau pemuda itu bukan seseorang yang kukenal. Hal ini membuatku jadi sekadar bertatapan sedekat ini. Meski aku tahu, jiwa Geral ada di dalam sana. Namun, jasad asing ini, aku tidak mengenalnya. Aku langsung tidak membuka bibir saat bibir hangat itu mendarat. Masih mencoba mengusir rasa bersalah yang tiba-tiba hadir, rasa telah berselingkuh dengan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Thousand Days
FantasyJuara ketiga dalam The Goosebumps Love yang diadakan oleh @WattpadRomanceID Salah satu kepercayaan menyebutkan kalau arwah manusia yang telah meninggal akan tetap berada di dunia sampai peringatan seribu hari kematiannya. Ada lagi yang bilang kalau...