Pemilik Raga

94 19 4
                                    

Warning: Ada adegan kekerasan. Kalau enggak tahan bacanya, bisa diskip di paruh terakhir bukunya ya.

.

Biar kayak penulis lain yang sering ngobrol sama pembacanya, mungkin manteman bisa kasih tahu aku alasan manteman baca buku ini sampai sejauh ini?

Terima kasih banyak

.

.

Semua gagasan dan pemikiran-pemikiran buruk itu terus berjejal di dalam benakku. Aku baru benar-benar mencoba berhenti berpikir ketika merasakan ujung ibu jariku perih. Ternyata aku menggerogoti kuku di ibu jariku selama berpikir tadi. Ketika menyadari kalau jariku berdarah, aku langsung bangkit berdiri dan mencoba mencari obat luka.

Obat itu mudah kutemukan karena memang ada di meja rias bersama alat kecantikan. Memang sengaja ditaruh di sana karena sering sekali terluka tanpa kusadari, seperti sekarang. Aku mengoleskan obat luka itu sambil menatap ke jendela. Bulan purnama menggantung di langit.

"Ah, bulan purnama ternyata," gumamku sendiri.

Setelahnya merasa lukaku sudah terbubuhi obat sepenugnya, aku beralih pada Geral. Pemuda berwajah pucat yang kini masih mendengkur pelan dalam tidurnya. Sejujurnya, ketika melihat wajahnya sekarang aku tidak menemukan satupun jejak Geral di sana. Wajah itu terlalu asing hingga rasanya aku seperti berselingkuh dengan pria lain.

Selain itu, aku merasa sedikit aneh karena aku sama sekali tidak mengenal pemuda ini dan tidak memiliki ketertarikan khusus padanya. Hanya saja, aku mengamatinya karena sedikit penasaran. Aku tahu kalau tidak akan ada kemiripan antara Geral dan pemuda ini. Hanya saja, rasanya ada yang menggelitik hingga aku memutuskan untuk tetap mencoba mencari tahu.

Mataku menelusuri setiap jengkal wajahnya itu. Namun, rasanya tetap tidak ada persamaan apa pun selain dia sama-sama punya dua mata, satu hidung, sebaris alis dan bulu mata. Sepertinya juga tidak mungkin mereka memiliki hubungan saudara atau pertalian darah. Akan tetapi, kenapa Alisia memilih pemuda ini? Mungkin saja dia menyebut nama Alisia yang lain, bukan Alisia yang pekerjaannya sebagai peramal. Bisa saja kan, nama Alisia juga bukan satu-satunya di dunia ini.

"Sebenarnya siapa kamu sebenarnya?" gumamku sendiri.

Tentu saja aku tidak mendapatkan jawaban, yang kuterima hanya keheningan. Meski begitu, aku memang harus mencari semua jawaban dari teka-teki yang tersisa karena sepertinya ada sesuatu yang tidak kuketahui di balik semua kejadian ini. Sesuatu yang besar dan mungkin saling berkaitan satu sama lain.

"Benar, pasti begitu. Ada yang enggak beres dari semua ini."

Kalau dipikir ulang, sebenarnya agak tidak logis saat Alisia yang tidak pernah mengenalku sebelumnya tiba-tiba menawarkan bantuan. Apalagi bantuan yang ditawarkannya tidak main-main. Alisia akan membantu untuk memanggil arwah kekasihku yang telah tiada. Terlepas dari fakta kalau aku sama sekali tidak tahu motif di balik tindakannya, bayaran yang belum ditagih juga sedikit mengganggu. Entah mengapa rasanya ada hawa buruk dalam hitungan pembayaran ini. Masalahnya adalah aku sendiri tidak tahu apa tepatnya.

Selain itu, fakta lain yang sedikit menganggu adalah alasan Alisia memilih pemuda ini sebagai wadah untuk jiwa Geral. Terlepas soal pemuda itu setuju atau tidak, kenapa Alisia memilihnya?

Kalau dipikir ulang, semuanya memang terasa janggal. Tindakan Alisia selama ini seakan menegaskan jika urusan pemanggilan jiwa dari alam baka ini hal sepele, seringan mengambil air dari bak mandi. Perubahan sikap Geral yang menjadi beringas dan jahat juga pasti ada kaitannya. Kalau sampai Geral membunuh anjing tanpa alasan, maka semua ini jelas bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja.

One Thousand DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang