Bisikan

173 29 0
                                    

Warning: Ada adegan kekerasan sedikit ya Manteman


Alisia tidak mengatakan apa pun setelahnya, akupun juga lebih banyak diam. Sejujurnya aku menginginkan Geral kembali, tetapi mengorbankan orang lain itu tidak pernah masuk akal bagiku.

"Za!"

"Ya?" Aku langsung refleks menjawab dan menoleh ke arah datangnya suara.

"Bagaimana kalau kita keluar dulu. Kamu bisa pikirkan pelan-pelan. Kalau kamu bersedia maka kamu ambil, kalau tidak maka kita tidak perlu melakukan ritual ini." Alisia kini menepuk bahuku perlahan-lahan.

"Baiklah."

Aku mengikuti Alisia yang membimbingku keluar dari ruangan. Sebelum itu, aku menoleh ke arah laki-laki yang kini masih terbaring di atas ranjang. Tubuhnya memang bergerak, tetapi lelaki itu mungkin masih bernapas. Namun, aku tidak bisa berlama-lama karena Alisia kini membimbingku keluar. Meski begitu, kamu tidak keluar begitu jauh. Kami hanya berdiri di koridor, di dekat ruangan tadi.

"Soal tadi, gimana menurutmu?" tanya Alisia setelah kami berdiam cukup lama.

"Sejujurnya aku enggak tahu," sahutku sembari menunduk. Jari-jemariku sekarang saling memilin.

"Aku tahu ini berat, tapi sebenarnya tidak ada salahnya mencoba, kan?"

"Iya, tapi mengorbankan orang lain ini kurasa tetap tidak benar."

"Kamu enggak kenal juga dengan orang itu jadi jangan memberikan simpati berlebihan!" tukas Alisia ketus.

"Tapi, dia tetap manusia, Al."

"Oke, oke, aku paham. Tapi, coba kamu pikirkan dari perspektif yang berbeda." Suara Alisia terdengar lebih lembut dari sebelumnya.

"Contohnya?"

Jemari Alisia kini kembali menyentuh bahuku. "Bagaimana kalau ternyata kamu malah menolongnya?"

"Menolong maksudnya?" Kali ini mataku memelotot ketika menoleh untuk menatap Alisia. Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikirannya.

"Kamu juga lihat kan kalau cowok di dalam sana itu enggak bergerak. Entah sampai kapan dia akan seperti itu. Bagaimana kalau kamu malah membantunya?"

"Itu jelas tidak membantu, Al. Gimana caranya merebut tubuh orang lain jadi membantu?"

"Aku dengar dia koma cukup lama, terus apa yang akan terjadi kalau dia terus seperti itu?" Jemari Alisia kini menepuk bahuku dengan ketukan yang berirama. "Mungkin kakinya akan mereduksi hingga dia akan lumpuh, bisa jadi organ tubuhnya rusak perlahan-lahan lalu terjadi komplikasi atau—"

"Tapi, kalau kita memasukkan jiwa Geral maka kita merebut kesempatannya buat bangun," potongnya cepat sebelum Alisia menyelesaikan kalimatnya.

"Iya, kalau bangun. Bagaimana kalau cowok itu tidak pernah bangun lagi?"

Aku terdiam sekarang karena tidak ada jawaban yang bisa kutemukan. Aku tidak tahu berapa lama laki-laki itu tertidur dan sampai kapan akan berada dalam kondisi seperti itu. Alisia pun benar, tidak jaminan kalau pemuda itu akan kembali sadar. Bisa jadi malah akan menutup mata selamanya. Namun, aku tidak bisa membenarkan kata-kata perempuan itu.

"Coba pikirkan jika kita malah menolongnya dengan memasukkan jiwa Geral ke dalam tubuh itu. Memangnya apa pedulinya kalau jiwanya tidak sama lagi, toh kenyataannya dia hidup, kan?" Alisia kali ini mendekatkan kepalanya. "Apa kamu enggak ingin Geral kembali?"

Bisikan Alisia terdengar lebih lembut dan menggoda. Aku ingin Geral kembali, tetapi rasanya ini tidak benar. Tanganku mengepal di kedua sisi tubuh. Kepalan itu sangat keras hingga aku bisa merasakan ketika ujung kukuku yang agak panjang menancap.

One Thousand DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang