Unexpected Encounter

79 18 0
                                    


Sudah sangat terlambat untuk mencegah situasi buruk terjadi. Alex sudah terlanjur menuruni anak tangga dan berada tidak jauh dari posisiku sekarang. Sementara Geral juga sudah masuk ke dalam rumah. Kakak laki-lakiku itu pasti sudah melihat Geral jadi sudah tidak memungkinkan untuk meminta pemuda itu pergi sekarang.

"Za, kamu sudah bangun?" tanya Geral dengan senyuman lebar, sepertinya benar-benar belum memahami situasi. Dia tampak tenang-tenang saja padahal sekarang benar-benar panik.

Aku belum sempat memberikan jawaban karena suara langkah kaki Alex terdengar mendekat. Jemari laki-laki itu langsung menyentuh bahuku hingga membuat sudut bibirku berkedut pelan.

"Siapa dia, Za?" tanya Alex langsung tanpa basa-basi seperti yang kutakutkan sejak tadi.

"Ini aku, Ger—"

"Rael!" Aku memotong kalimat Geral.

Nama itu tercetus begitu saja karena seingatku semalam pemuda ini menyebut namanya. Meski terbata-bata aku bisa menangkap kalau namanya adalah Rael. Kalaupun salah ya tidak apa-apa, toh dia juga tidak akan tahu yang penting aku selamat dulu sekarang.

"Rael?" Alex mengerutkan kening. Dia benar-benar terlihat kebingungan.

"Iya, namanya Rael. Pegawai baru di toko," ucapku memilih untuk melanjutkan dusta. Aku juga melirik ke arah Geral, benar-benar berusaha memberikan kode agar pemuda itu bisa bekerjasama denganku untuk mengelabuhi Alex.

"Iya, benar. Saya pegawai baru di toko."

Aku tersenyum tipis untuk lebih meyakinkan pernyataan yang baru saja kukatakan. Meski Geral cepat tanggap, tapi aku belum sepenuhnya lega.

"Sejak kapan kamu punya pegawai? Terus kenapa harus laki-laki?" cecar Alex lagi. Tampaknya masih belum puas dengan jawaban yang kami berikan barusan.

Pertanyaannya terdengar tidak enak di telinga, dia sepertinya tidak menyukainya entah aku yang mendadak punya pegawai baru atau soal jenis kelamin pegawai itu. Namun, satu hal yang bisa kupastikan yaitu Alex sudah memulai mode interogasi. Salah satu dari sikapnya yang paling menyebalkan. Dengan Alex ini harus sangat berhati-hati karena sekali salah bicara maka habislah sudah.

Profesinya sebagai pengacara mungkin membuatnya sangat kritis jadi mungkin menelisik banyak hal sampai detail terkecil jadi kebiasaan di luar sadarnya. Kelebihan yang sering membuatku berdecak kagum saat dia menjelaskan alur film yang kami tonton. Akan tetapi, sekarang aku sungguh ingin mengutuk kemampuannya.

"Za, kamu belum jawab pertanyaan Kakak."

"Seminggu lalu." Kebohongan lain kembali bergulir lebih mudah dari yang kuduga.

Sudah ketiga kebohongan terucap begitu saja dan entah akan ada berapa banyak lagi nanti. Pertama, bukan Rael yang ada di tubuh itu, akan tetapi Geral. Kedua, Geral jelas bukan pegawai baru. Ketiga, soal durasi. Geral sudah bersamaku lebih dari sebulan terakhir. Dia bukan ada seminggu di sini seperti yang baru saja kukatakan.

"Kenapa enggak bilang? Dia itu cowok, Enza!"

Aku menundu dan menggigit bibir. Aku harus berani menghadapi ini. Jika segini saja aku mundur maka nanti aku mungkin tidak akan bisa mempertahankan Geral untuk tetap berada di sampingku. Tentu saja, aku tidak mau semua itu terjadi. Geral juga bergerak mendekat dan menyentuh tanganku. Sepertinya pemuda itu ingin menenangkanku dan mengatakan kalau dia ada di sampingku, jadi aku tidak perlu takut.

"Aku pikir Kakak sibuk." Kali pertama aku berkata jujur. Lagi pula, kalau melawan Alex adalah sebuah tindakan yang akan berakhir sia-sia.

Alex mengembuskan napas kasar. Rahangnya terlihat mengeras dan cuping hidungnya kembang kempis. Dia menaruh tangannya di pinggang, berputar lalu memegang keningnya. Aku kembali menunduk. Kakak lelakiku itu sudah tampak akan meledak dalam hitungan detik.

One Thousand DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang