Tumben sehari udah 1k🌚
***
Bryan terbangun dalam keadaan linglung. Ia meraba tempat kosong di sebelahnya. Bora sudah tidak ada di sana dan di sebelahnya itu terasa dingin. Jelas sekali wanita itu sudah pergi cukup lama. Bryan menghela napas sembari meraih ponselnya yang berdering. Memijit pelipisnya, Bryan menerima panggilan tersebut.
"Hm?"
"Aku sama Bunda udah di hotel. Lagi sarapan sama Ayah juga. Kamu baru bangun?" tanya suara di sebrang telepon.
Bryan berdeham pelan, "aku akan ke sana setengah jam lagi," katanya sebelum memutus panggilan.
Bryan menatap pintu kamar mandi. Ia berharap Bora ada di dalam sana. Tapi rasanya sangat mustahil mengingat tidak ada bunyi percikan air dari dalam kamar mandi tersebut.
Usai menenangkan debar jantungnya, Bryan segera beranjak menuju kamar mandi. Ia akan membersihkan diri dari sisa-sisa percintaan panasnya bersama Bora. Wanita itu sungguh membuatnya gila. Bryan pasti akan mendapatkannya kembali. Bora tidak bisa kabur lagi darinya.
Di lain tempat, Bora menatap pantulan dirinya sambil berdecak kesal. Jejak bibir Bryan di lehernya tidak bisa ditutupi semuanya. Bora sudah berusaha semaksimal mungkin memakaikan foundation pada kulit lehernya. Tetap saja bekas bibir Bryan itu tidak tersamarkan dengan sempurna.
"Kalau aku punya suami, mungkin ini akan terlihat sangat biasa. Masalahnya--"
"Bu, Ibu Bulan sudah menunggu di resto," ujar seseorang yang baru saja mengetuk pintu ruang kerja Bora, lalu masuk tanpa menunggu dipersilakan.
"Oke. Saya segera ke sana," Bora meraih tasnya, kemudian berlalu meninggalkan ruang kerja menuju ke restoran hotel.
Bora melangkah dengan anggun. Meski banyak pasang mata yang memperhatikannya saat ia keluar dari lift menuju restoran, Bora sama sekali tidak terpengaruh atau merasa terintimidasi. Ia malah semakin suka jika banyak orang yang menatap iri padanya. Lekuk tubuh Bora terlalu sempurna untuk dibiarkan tertutup sia-sia.
"Mommy!"
Bora tersenyum sambil melambaikan tangan pada seorang gadis kecil yang kini turun dari kursinya dan berlari menuju ke arahnya. Bora membelalak saat gadis kecil itu malah tersandung dan jatuh tepat di sebelah meja berisi 4 orang di sana.
Dengan langkah lebar Bora menghampirinya dan berterima kasih pada pria paruh baya yang membantu gadis kecil itu berdiri. Bora menunduk menatap kaki si gadis kecil. Ia memastikan tidak ada bagian yang terluka.
"Pelan-pelan, Sayang, kamu bisa luka kalau keseringan jatuh," tegur Bora dengan lembut.
Gadis kecil itu hanya memberikan cengiran lebar dengan mata yang sontak menyipit karena tertekan pipi gembulnya.
"B--Bora?"
Bora menoleh saat mendengar namanya disebut dengan gagap. Ia menegakkan tubuhnya, lalu memberikan tatapan menilai pada orang tersebut.
"Hai, Mira," sapa Bora dengan tenang.
"Tante itu siapa, Mom?"
Bora tersenyum sinis melihat bagaimana ekspresi terkejut wanita yang tadi memanggilnya. Apalagi saat gadis kecil di dekatnya bertanya demikian.
"Bukan siapa-siapa. Ayo kembali ke kursimu," ajak Bora dengan senyuman lembut menatap sang gadis kecil.
"Oke."
Bora melangkah menjauhi meja tersebut dan sekali lagi ia menoleh menatap wanita yang masih terdiam di tempatnya. Bora tersenyum sinis. Ia akan mengungkap kebusukan wanita itu. Hampir 5 tahun tidak bertemu, ternyata tidak banyak yang berubah padanya. Hanya Bora yang merasa lebih baik ketimbang dulu. Lebih kuat juga.
"Itu Mira?"
Bora mengangguk menjawab pertanyaan dari wanita lain yang bersamanya. "Maaf aku repotin buat jaga Princess," kata Bora.
"Gak papa. Aku malah senang bisa dititipin sering-sering. Jadi gak sendiri di rumah," kata Bulan, sahabat Bora.
"Kamu gak nyusahin Tante Bulan, kan, Sayang?"
"Sedikit," jawab gadis kecil di sebelah Bora.
Di meja yang berbeda, wanita bernama Mira itu masih menatap Bora dengan pandangan terkejut. Lebih tepatnya syok karena tidak menyangka akan bertemu dengannya setelah 5 tahun tidak ada komunikasi.
Mira beranjak dari duduknya. Ia menghampiri Bora dengan kedua tangan terkepal. Mira seketika merasa terancam karena kehadiran Bora. Perasaannya menjadi tidak tenang.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Mira. Ia menatap gadis kecil di sebelah Bora yang mendongak padanya.
Bora melirik Bulan yang memberikan anggukan kecil. Sedangkan Mira melirik wanita itu dengan datar. "Apa kabar, Bulan?" tanyanya basa-basi.
Bulan menghela napas pelan, "baik. Apalagi semenjak berjauhan dengan orang-orang toxic," jawabnya tersenyum tipis menatap Mira.
Mira mengeraskan rahangnya. Ia lebih dulu melangkah pergi menuju meja lain yang sedikit agak jauh. Bora mengikutinya setelah berpesan untuk makan dengan lahap pada gadis kecil di sebelahnya.
"Ada apa?" tanya Bora dengan tenang.
"Itu anak Bryan?" tanya Mira balik sambil menoleh pada gadis kecil yang kini bersama Bulan.
"Memangnya aku sepertimu yang tidur dengan banyak pria?" sindir Bora.
Mira menatap penuh kebencian pada Bora. Wanita itu ternyata berubah total. Bora yang lemah lembut dan polos sudah tidak Mira temukan lagi.
"Ternyata banyak perubahan yang terjadi," kata Mira menilai penampilan Bora. Ia sedang berusaha menenangkan diri sendiri karena Bora semakin terlihat lebih menawan.
"Kamu dendam padaku? Ayolah, Bora, harusnya kamu terima kekalahan. Bryan jelas sudah berkhianat padamu. Aku hanya membuktikan kalau pria yang selalu kamu banggakan itu bukanlah pria yang baik. Kamu lihat sendiri, kan? Dia tergoda padaku," kekeh Mira.
Bora bersedekap dada dan tersenyum mengejek menatap Mira. "Hm, kamu benar. Bahkan setelah kalian menikah, Bryan masih gak bisa lupa sama aku, Mira. Tadi malam benar-benar malam yang panas."
Mira mengerjap, "k--kamu..."
Bora menutup mulutnya seolah terkejut. "Astaga... Aku keceplosan."
Mira menghela napas. Sedangkan Bora menoleh pada meja yang sebelumya dihuni Mira. Ada bocah kecil di sana. Bora perkirakan seumuran dengan putrinya.
"Itu anak Bryan? Kenapa tidak ada mirip-miripnya?" tanya Bora mengerutkan dahi.
Mira berdeham, "bukan."
Bora menoleh pada wanita itu dengan terkejut. Tidak menyangka kalau Mira akan menjawab seperti itu. Bukankah...
"Aku rasa ini saatnya berkata jujur. Aku dan Bryan tidak pernah tidur bersama," Mira tersenyum penuh kemenangan. "Aku hanya membual. Lagi pula, aku terlalu mabuk saat itu dan tidak bisa menilai dengan benar siapa pria yang bersamaku. Dia terlalu mirip dengan Bryan."
Bora mulai merasakan detak jantungnya memberat. Penjelasan singkat itu saja membuat Bora ingin sekali menghajar wajah menyebalkan Mira. Sahabat Bryan.
"Itu anak Brendon. Dan mereka mertuaku. Orangtua Bryan dan Brendon."
"Jadi, maksudmu, malam itu yang tidur denganmu adalah Brendon?"
Mira mengangguk tanpa beban. "Aku gak tahu kalau kamu malah milih pergi dan memutus semua komunikasi denganku dan Bryan. Bahkan Bulan juga ikut bersandiwara seolah gak tahu di mana kamu berada."
"Awalnya aku senang karena mengira Bryan benar-benar brengsek dan kamu bisa putus darinya. Tapi saat tahu aku hamil, aku merasa bersalah." Mira menunduk menatap meja di depannya.
"Dan kamu juga hamil saat itu. Aku minta maaf karena gak ngasih tahu Bryan soal itu. Karena aku pikir--"
Bora tertawa pelan. "Kamu benar-benar gak punya hati, Mira."
***
Hm... Kyknya harapan yg minta lebih dari 3 bab tercapai nih😒
Kyk biasa, 1K vote di up lagi.
PO masih berlangsung ya sayang. Udah hari kedua di 9 September ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...