3. Her scar

201 43 55
                                    

Pertengahan hari saat Namjoon baru saja menyelesaikan makan siangnya di kafe. Tiba-tiba ide bagus menyerang otak tampannya. Sebaiknya ia menjemput Liany dari kampus setelah ini. Tak terlalu memakan waktu juga, sebab jalan dari universitas Liany, ke apartemen, lalu ke kantor kembali, hanya searah.

Pria itu berdiri sembari memastikan arloji di tangan kiri. Pas sekali! Waktu masih menunjukkan pukul dua belas lewat tiga puluh menit, masih ada sisa waktu istirahat yang dimiliki Namjoon sebelum kembali ke kantor.

Namjoon mengendarai motor sport kesayangannya hari ini, tidak tahu mengapa, hanya ingin saja, sayang kalau
tidak digunakan terus, pikirnya.

Masih belum tepat di gerbang utama universitas, Namjoon sudah lebih dulu menemukan presensi Liany yang sedang berjalan beriringan bersama seseorang, mungkin teman. Dari arah yang cukup dekat, Namjoon membunyikan klakson motornya.

Liany sontak menoleh dengan mata berbinar, "Kak Namjoon, kenapa dijemput?"

Yang diberi pertanyaan hanya tersenyum saja, dia juga tidak memiliki alasan kuat, mengapa tiba-tiba berniat menjemput Liany.

Setelah berpamit ria dengan teman, Liany agak kesulitan menaiki motor. Mungkin karena mengenakan rok jeans sampai batas paha. Mengharuskannya berpegangan di bahu Namjoon terlebih dahulu sebagai topangan.

"Hati-hati Liany."

"Iya, Kak."

Di sepanjang perjalanan menuju apartemen, Namjoon susah payah mengatur napas dan kegugupannya. Dari awal mendudukkan diri ke motor, Liany langsung menautkan tangan di pinggang rampingnya Namjoon. Hal itu membuat napas Namjoon menipis, dirinya terlalu malu dan canggung jika seorang perempuan melakukan skin ship lebih dulu dengannya.

"Kak Namjoon demam ya? Kalau sakit tidak usah bekerja dulu saja. Bagian leher belakang kakak sudah terlihat memerah sekali."

Namjoon merinding, Liany berbicara tepat di samping telinga dengan posisi tangan melingkar di pinggang. Walau sedikit terhalang helm, tapi suara itu terdengar sangat jelas sekali. Dan bagian belakang leher Namjoon juga tetap terlihat jelas oleh Liany.

"Aku tidak sakit." 'Hanya sedang malu saja.' Lanjutnya dalam hati.

****

Setelah mengantar pulang, Namjoon kembali ke kantor untuk bekerja. Agaknya Namjoon hari ini sedang tidak fokus karena ingatannya kemarin malam.

Diam-diam ia melamunkan, mencoba mengingat kembali kejadian saat malam Namjoon tertidur di kamar Liany. Namjoon terbangun kala mendengar rengekan dari gadis di sampingnya, seperti sedang mengigau, Liany terus mengucapkan kata 'Ayah' dan 'takut' dengan begitu lirih. Awalnya Namjoon hanya memandangi saja.

Namun pada akhirnya Namjoon tak tega, sepertinya Liany sedang memimpikan hal buruk. Namjoon langsung mendekap tubuh mungil itu, mengusap peluh di dahi, dan menepuk-nepuk punggungnya agar Liany kembali tenang.

Saat sudah tenang, Namjoon menarik diri dan menemukan titik air mata menetes dari sudut mata indah yang dimiliki gadis itu.

Ada apa dengan hidup Liany sebenarnya. Namjoon seperti diberi tanda tanya di hatinya.

Liany seperti tampak tenang dan kalut dalam waktu yang sama di mata Namjoon.
Ia seperti tak bisa membiarkan gadis itu menanggung semuanya sendiri. Tetapi dirinya memantapkan hati bahwa itu hanyalah perasaan iba.

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Namjoon.

"Oi! Melamunkan apa? Adik baru?"

Wah, Namjoon terkejut sekali saat Seokjin dengan tiba-tiba masuk ke dalam ruangan pria itu.

NEOPHYTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang