OneShoot Kim Namjoon

70 10 24
                                    

Disclaimer!!!

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, tidak ada unsur menjiplak, maka dilarang keras untuk menjiplak. Sejatinya, cerita yang bapernugraha persembahkan untuk para readers, punya vibe yang berbeda-beda. Tidak semua cerita di lapak ini memiliki writing style yang sama.

Sekali lagi hanya fiktif belaka, apabila terdapat kesamaan tempat, nama tokoh, dan latar itu hanyalah kebetulan semata. Harap bijak dalam membaca sobat 💜

Selamat membaca 🙏





Mata tajam pria itu menatap kosong, rahangnya mengetat guna menahan emosi yang muncul ke permukaan. Di hadapan meja belajar seseorang, sengaja ia duduk disana sembari mengetuk pena dengan tempo perlahan. Tidak tahu lagi bagaimana caranya agar gadis yang duduk di sampingnya ini dapat memahami materi yang ia ajarkan selama beberapa bulan belakangan ini. Sudah lelah memberi bimbingan yang baik setiap tiga kali dalam seminggu, hasil ujian yang didapat murid privatnya ini malah di bawah nilai rata-rata bukan untuk kali pertama.

Sesungguhnya apa yang ada di dalam otak kecil gadis ini? Bahkan pria itu sempat marah dengan diri sendiri, sebab baru pertama kali gagal dalam memberi ajaran privat pada seseorang. 

"Berhenti menangis. Kau tidak diperintahkan untuk melakukan hal itu." Suara baritonnya tak kunjung membuat gadis di sampingnya terdiam, agak muak rasanya mendengar tangisan jelek itu.

Pria itu, Kim Namjoon namanya. Karena hidup terluntang-lantung dan membutuhkan banyak biaya hidup, ia rela menjadi guru privat sehabis pulang bekerja. Profesi aslinya sebagai teller di salah satu bank swasta dari usia menginjak 25 tahun. Kini usia matangnya hampir memasuki 29 tahun, namun gaji dari ia bekerja hanya cukup untuk membayar hutang peninggalan orang tuanya yang setinggi gunung Everest. Lelah mencicil selama empat tahun, yang didapatkan oleh Namjoon hanya hikmahnya saja. Tidak habis-habis rasanya hutang orang tuanya itu. 

Maka dari itu, selama dua tahun belakangan ini ia mencoba pekerjaan sampingan. Namun, murid yang terakhir ini agak lain pula cara berpikirnya. Sudah cengeng, banyak mau, kadang lebih galak daripada Namjoon sendiri. Kadang cepat menangkap, kadang juga lamban berpikir. Lebih banyak bodohnya daripada pintarnya. Pecat saja Namjoon sudah lah.

"Lihat nilaimu itu. Augh, sakit mataku melihatnya."

Gadis yang sudah hampir enam bulan Namjoon ketahui namanya Liany hanya bisa menangis sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan, tidak merespon apa yang Namjoon ceramahkan sedari tadi.

"Bilang pada Ibumu agar cepat memecatku. Aku tak bisa memperbaiki nilai jelekmu menjadi nilai yang cantik."

"Jangan begitu.." Sontak Liany memegangi erat dua jemari Namjoon, jari manis dan kelingking. Tangisan melengkingnya semakin menjadi-jadi, membuat telinga siapa saja yang mendengarnya pasti akan menjadi penyandang tuna rungu.

Ada setitik rasa kasihan muncul dari dalam hati Namjoon, atensinya jatuh pada dua jemari panjang miliknya yang terus diguncang oleh Liany. Mau bertahan disini, akan tetapi ini adalah kesempatan terakhir Namjoon untuk menjadi guru privatnya. Kalau saja tadi Liany mendapat nilai setara rata-rata, maka Kim akan berlanjut menjadi guru pendamping Liany selamanya. Sayang seribu kali sayang, ekspektasi terhadap gadis itu terpatahkan begitu saja tatkala gadis itu masih saja mendapat nilai di bawah rata-rata. 

"Liany, sudah waktunya aku pulang. Aku pamit undur diri, senang bisa mengenalmu walaupun kau adalah anak yang bodoh. Sekarang bisakah kau melepaskan tanganku?" Genggaman pada lengan Namjoon semakin kuat, Liany menggeleng dan menempelkan wajahnya pada otot tangan Namjoon. 

NEOPHYTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang