50

374 30 7
                                    

Fadil turut bahagia melihat Akmal bisa tersenyum begitu bahagia di atas pelaminan. Ia sama sekali tidak menyangka jika Om nya itu akan menikah dengan Bu Elmira, guru pengganti di sekolahnya. Dan, ia resmi menjadi saudara dengan Zaki.

"Selamat ya, Zak. Lo akhirnya bisa saudaraan sama Bapak Pejabat." Ucap Nara melirik pada Zaki yang tersenyum lebar sambil melirik padanya.

"Gue bisa dong, deketin Kakak sepupu Lo itu." Kata Zaki padanya sambil mengindikkan dagunya ke arah Khadijah, Kakak sepupu nya yang sedang di pelaminan berfoto dengan Om nya.

"Kalau dia mau, silahkan." Kata Fadil dengan tenang dan santai.

Nara dan Romi sudah tertawa mendengar nada meremehkan dari Fadil, yang membuat Zaki mendelik kesal. "Lo harus bisa hafal Alquran dulu, minuman surat Ar-Rahman lah."
Lanjut Fadil.

"Emang harus?."
"Abangnya seorang hafidz, Ummi nya juga. Adeknya yang paling kecil itu, namanya Azam." Fadil menunjuk pada anak laki-laki yang umurnya hampir sama dengan Putri. "Udah hafal Al-Baqarah."

Mereka langsung melongo mendengar ucapan terakhir Fadil. "Kalau Lo percaya diri sih, gue salut." Dia benar-benar menjatuhkan mental Zaki.

"Serius banget sih Lo." Kata Zaki yang langsung membuat mereka tertawa yang melihat teman nya itu nyalinya menciut.

"Lo sama Sheila, gimana?." Tanya Nara yang langsung melenyapkan tawa kesombongan nya.

Ia langsung diam, ia langsung mengalihkan pandangan kemudian.

"Eh, gue kesana dulu ya. Kalian nikmati aja dulu hidangan nya." Pamitnya langsung.

Nara hanya menghela napas berat, sedikit bersalah karena bertanya hal yang sedang sensitif untuk sahabatnya itu. Laki-laki itu memandangi kepergian Fadil yang menuju ke arah pelaminan.

"Masih buruk kayaknya." Ucap Romi, yang langsung di angguki oleh Zaki.

Fadil merasa lebih kacau sejak kejadian semalam. Dimana seharusnya dia tidak melakukan hal yang membuat hatinya semakin gundah dan juga membuat situasi di antara mereka menjadi canggung. Seharusnya dia menghindari saja seperti sudah-sudah.

Tapi, semua dia lakukan di luar kendali nya.

Dirinya masih membohongi hati dan dirinya sendiri. Karena di dalam hati, Sheila masih menjadi pemiliknya.

***

Sheila keluar dari dalam kamarnya, melihat Salsa sedang duduk di balkon lantai dua rumahnya, dengan termenung mentap langit malam. Dia langsung menghela napas berat, berjalan menghampiri sahabatnya itu.

"Sa."

Salsa menoleh padanya sebentar, dan kemudian kembali pada aktivitas nya tadi.

"Lo, enggak ikut bokap nyokap Lo?." Tanya Salsa tanpa menoleh.

Ia menggeleng, dia masih tidak tau harus bersikap bagaimana saat bertemu dengan Fadil di pesta nanti. Maka dari itu dia memilih untuk tidak ikut. "Lo sendiri?."

"Males." Jawab Salsa.

"Nara ikut, kan?."

"Dia ada Fadil dan yang lain nya." Jawab Salsa.

Ia mengangguk saja, menatap kedepan sana. Tepat pada rumah seberang yang tampak sepi. Kembali ia teringat pada kejadian beberapa hari yang lalu. Malam dimana tiba-tiba Fadil memeluk. Dia kaget, tapi ikut menikmatinya.

Rasanya lebih nyaman dari sebelumnya. Seolah semua kegundahan hati selama ini lenyap dengan perlahan. Dia bisa memeluk cowok itu lagi setelah sekian lama.

Fadil & SheilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang