Keluarga 1

2.1K 129 21
                                    

Seorang lelaki dewasa dan anak kecil berumur 8 tahun sedang berpelukan di atas ranjangnya. Lelaki itu mengelus rambut anaknya agar tertidur.

"Pa, nyanyiin Fiat, biar Fiat cepat tidur," ucap Fiat dengan suara yang sudah memelan. Matanya menahan kantuk.

"Pejamkan mata, Papa nyanyi." Krist mengelus rambut anaknya.

You are my sunshine
My only sunshine
You make me happy
When skies are gray
You'll never know, dear
How much I love you
Please don't take
My sunshine away

Krist menatap anaknya yang mulai terlelap. Tangan Krist masih mengelus rambut anaknya.

The other night, dear
As I lay sleeping
I dreamed I held you
In my arms
When I awoke, dear
I was mistaken
So I hung my head and I cried

You are my sunshine
My only sunshine
You make me happy
When skies are gray
You'll never know, dear
How much I love you
Please don't take
My sunshine away

Krist menatap Fiat yang tertidur. "Selamat malam anak Papa." Krist mencium kening Fiat.

Singto masuk ke dalam kamar Fiat. Wajahnya terlihat bahagia. Berjalan dengan pelan, agar tak menimbulkan suara yang membangunkan anaknya.

Krist menatap Singto dengan senyum tipis. "Ke kamar saja. Aku gak mau Fiat bangun."

Singto hanya mengangguk, dan berlalu kembali ke kamar mereka. Diikuti Krist dibelakang Singto. Sebelum meninggalkan Fiat, Krist merapikan selimut yang digunakan Fiat.

Krist masuk ke dalam kamarnya. Terlihat Singto yang sedang membelakangi Krist.

"Sing," panggil Krist.

Singto menghadap ke arah Krist. Senyumnya masih mengembang. "Aku kangen kamu." Singto memeluk Krist.

Krist mencium bau parfum yang sangat manis. Bukan milik Singto. Namun, Krist hanya bisa tersenyum. "Kenapa? Capek?"

Singto hanya mengangguk. "Aku kangen banget sama kamu. Kerjaan buat kepala aku pusing. Aku butuh mencharge tenaga sebentar."

Krist mengelus punggung Singto. Tanpa banyak bicara, Krist sudah hafal semua bau yang menempel di tubuh Singto. Usia pernikahan yang bisa dibilang sudah lama, membuat Krist paham.

"Mandi dulu ya. Kamu pasti capek. Kamu mandi, aku buatin makanan buat kamu." Tangan Krist mendorong Singto agar melepaskan pelukannya.

Singto tersenyum lalu mengangguk. "Aku mandi dulu." Singto berjalan menuju kamar mandinya.

Krist segera keluar dari kamar itu menuju dapur. Dia akan memasak untuk Singto. Singto sangat menyukai masakan Krist. Bumbu yang dimasukan oleh Krist terasa sangat pas.

Krist memasak dengan cepat. Dia tak ingin Singto kelaparan. Namun, tiba-tiba air matanya menetes. Krist segera menghapus air mata itu. "Ah, kenapa bawang merah ini buat sakit mata sih?"

Krist mematikan kompor itu, tubuhnya tak mampu lagi berdiri. "Sakit. Aku kira semakin lama akan terbiasa. Tapi kenapa masih sakit?" Krist mencoba berdiri. "Gak, aku harus bertahan demi Fiat. Aku gak mau Fiat jadi anak broken home." Krist kembali memasak.

Air mata terus menetes, namun, tangan Krist juga tak berhenti menghapus air mata itu. Krist menata masakannya di atas piring.

Krist berjalan menuju meja makan dengan tangan yang membawa piring. Krist meletakkan piring itu di meja paling ujung, tempat Singto duduk. Krist duduk di kursinya untuk menunggu Singto.

Singto datang menghampiri Krist, lalu mencium kening Krist. "Masakan kamu selalu harum. Aku semakin lapar."

Krist hanya tersenyum tipis. "Makanlah, Sing. Aku capek, mau ke kamar duluan ya."

Singto menatap Krist. "Temenin aku makan. Aku gak mau makan sendiri."

Krist hanya menghela nafas. "Aku temani," ucap Krist final. Dia tak mau Fiat melihat wajahnya lebam besok. Singto tak bisa dibantah.

Singto makan dengan lahap. Sesekali, Krist membersihkan mulut Singto yang terdapat makanan. Singto hanya tersenyum.

Sesudah makan, Krist membawa piring yang digunakan Singto. Sedangkan Singto, dia sudah kembali ke kamarnya.

Krist masuk ke dalam kamar. Terlihat Singto yang sedang memainkan ponselnya. Singto selalu tersenyum ketika melihat ponsel. Entah wanita mana lagi yang bisa merebut hati Singto.

Krist duduk di ranjang samping Singto. Krist tak mau menegur Singto. Dia tak mau jika harus disiksa karena mengganggu Singto.

"Aku tidur dulu, selamat malam." Krist menidurkan tubuhnya membelakangi Singto.

Singto menatap Krist yang sedang membelakanginya, lalu meletakkan ponselnya di meja.

Singto memeluk Krist dari belakang. "Besok aku libur. Aku mau habiskan waktu sama kamu dan Fiat. Sudah lama aku gak main sama Fiat."

Krist mendengar semuanya, namun dia masih berpura-pura tidur. Krist mengira, akan seperti sebelumnya. Janji akan bermain dengan Fiat, namun dia harus ke rumah pacarnya, atau ke rumah wanita lain.

Alasan Krist bertahan adalah Fiat. Selama Fiat bahagia, dia akan bertahan. Krist tak mau senyum anaknya hilang.

Singto mencium tengkuk Krist. "Selamat malam, Sayang. Besok kita akan bersenang-senang." Singto menidurkan dirinya di belakang Krist. Tangan Singto memeluk pinggang langsing Krist. Terdengar suara dengkuran dari mulut Singto.

Krist membuka matanya. "Aku harap kamu tepati omongan kamu. Fiat sudah lama gak main sama kamu. Fiat kangen sama kamu. Aku gak masalah kamu punya wanita lain, atau bahkan anak yang lain. Terpenting kamu masih ada waktu buat Fiat," batin Krist. Krist mulai memejamkan matanya. Mereka tertidur dengan nyenyaknya.

Fiat menutup pintu kamar Singto dan Krist. "Yey, besok main sama Ayah. Besok mau main apa ya sama Ayah? Mobil-mobilan? Besok saja deh. Sekarang tidur, biar besok gak ngantuk." Fiat kembali ke kamarnya. Menanti hari esok, agar bisa bermain bersama Ayah dan Papanya.

🌼🌼🌼🌼🌼

Waktu sakit, tidur di pelukan ibu tuh paling enak 🤸👶☄️

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang