Keluarga 32

569 62 12
                                    

Sudah 3 hari berlalu, kini, Krist sudah berada di rumah. Dia ingin cepat pulang, karena sudah tidak nyaman berada di rumah sakit.

Fiat semakin ketat menjaga dia. Bahkan, Fiat belajar memasak, untuk membuatkan Krist makanan. Krist mendengar langsung dari Ryn.

Kini, Fiat sedang duduk di samping Krist. Memangku mangkok yang berisi bubur. Fiat juga tak membiarkan Krist untuk makan sendiri.

"Ayo, Pa. Buka mulut lagi. Jangan susah kalau makan. Papa mau sembuh kan? Jadinya harus makan, terus minum obat," omel Fiat.

Krist hanya menggeleng tak percaya. Anaknya sudah semakin tumbuh, dan semakin cerewet. Krist menatap Fiat. "Papa sudah kenyang, Nak. Sudah ya? Langsung minum obat saja."

Fiat akhirnya mengangguk, lalu berdiri dari duduknya. Fiat akan mengambilkan obat Krist.

Krist terdiam. Mata Krist semakin parah setelah operasi. Kini, yang dilihat Krist hanya bayangan buram. Krist tak ingin membuat Fiat dan Ryn khawatir. Dia tutup mulut tentang matanya yang memburam.

Fiat kembali dengan membawa gelas dan obat Krist. Fiat duduk di samping Krist, lalu menyerahkan gelas beserta obat.

Krist menerima obat itu. Meminumnya dengan cepat. Setelah tertelan, Krist menatap Fiat. Kini, Krist hanya bisa melihat seperti bayangan. Krist tidak buta.

"Pa, besok bisa gak anterin Fiat ke sekolah? Fiat kangen dianterin Papa lagi," pinta Fiat.

Krist tersenyum lalu mengangguk. "Bisa kok. Apa sih yang gak Papa bisa buat Fiat? Papa juga sudah sembuh." Tangan Krist mengelus rambut Fiat.

Fiat terdiam, melihat wajah Papanya yang terlihat sedikit berbeda. "Pa, ada masalah ya?" tanya Fiat dengan hati-hati.

"Hah? Masalah?" Wajah Krist seketika bingung. "Gak ada kok. Emang kenapa, Nak?" tanya Krist.

"Sejak pulang dari rumah sakit, pandangan Papa gak fokus. Papa selalu lihat lurus, gak fokus ke Fiat." Fiat masih setia menatap Papanya.

Krist bingung mau menjawab apa. Namun, Krist tetap tersenyum. "Mungkin perasaan Fiat saja," ucap Krist dengan santai.

Fiat mengangkat jarinya, sedikit jauh dari wajah Papanya. Namun, tak ada tanggapan dari Papanya. Dugaan Fiat benar. Jika Papanya normal, Papanya akan menyingkirkan tangannya, namun, ini tidak. Fiat menahan tangis.

"Pa, kalau Papa gak bisa lihat Fiat lagi? Apa yang akan Papa lakukan?" tanya Fiat dengan nada suara rendahnya. Fiat menahan tangis.

Krist terdiam, lalu mengelus rambut anaknya. "Kalau Papa gak bisa lihat Fiat, gak masalah. Papa masih bisa sentuh Fiat buat memastikan, Fiat ada di samping Papa gak? Papa masih bisa mendengar suara Fiat, biar Papa sedikit tenang. Kenapa tanya seperti itu?" Krist tersenyum.

"Pa, mata Papa sakit kan? Masih bisa disembuhkan, kan, Pa? Bisa sembuhkan? Fiat mau, Papa lihat perkembangan Fiat. Kata Papa, kita bakal bahagia setelah ini. Kok Papa sakit?" tanya Fiat.

"Tenang dulu. Papa masih bisa lihat kok, cuma agak buram saja. Penglihatan Papa gak menghalangi kita bahagia, Nak. Kita bisa bahagia tanpa gangguan orang lain lagi." Krist mencoba memberi pengertian kepada Fiat.

"Tapi Papa gak bisa lihat Fiat. Fiat takut, Papa ngerasa kesepian karena gelap." Fiat menghapus air matanya yang jatuh.

"Percaya sama Papa. Kita akan bahagia. Kan ada Fiat yang jadi mata Papa." Krist menghapus air mata Fiat.

"Papa janji ya? Papa bakal andalin Fiat buat nuntun jalan Papa?" Fiat menatap Krist.

Krist mengangguk. "Iya, Papa janji."

Fiat langsung memeluk Krist. Pandangan Krist tak menghalangi mereka bahagia.

🌼🌼🌼🌼🌼

Sore ini, Fiat keluar dari kamarnya. Fiat melihat Papanya yang sudah duduk di kursi ruang tamu rumahnya. Mata Papanya menatap ke arah luar rumahnya. Fiat memutuskan menghampiri Papanya.

"Papa mau makan apa? Biar Fiat masakin. Tapi Fiat telepon Aunty Ryn dulu ya? Kan yang bantu Aunty Ryn." Fiat menaikan kakinya di atas kursi, sehingga badannya menghadap ke arah Krist.

"Nanti saja. Papa belum lapar kok. Fiat sudah makan tadi?" tanya Krist tanpa menatap Fiat.

Fiat tak menjawab, tiba-tiba Fiat turun dari kursinya. Fiat berlari menghampiri seseorang. "Nenek..." panggil Fiat.

Mama Singto tersenyum mendengar teriakan cucunya. "Jangan teriak-teriak."

Fiat memeluk kaki Neneknya. "Nenek kok gak bilang dulu kalau mau ke sini? Ayo masuk, Nek."

Fiat menarik tangan Mama Singto untuk masuk ke dalam rumah. Setelah sampai di dekat Krist, Fiat kembali duduk di tempatnya.

Mama Singto menatap Krist. "Krist," panggil Mama Singto.

Krist menatap lurus, namun, wajah Krist menunjukkan wajah ketakutan. "Ada apa ya, Ibu sampai-sampai repot ke sini?"

"Krist, Mama kangen sama kamu." Mama terdiam sebentar. Air matanya jatuh di pipinya. "Maafin, Mama Krist. Maafin Mama."

"Maaf buat apa? Di sini gak ada yang salah. Saya mohon, keluar. Jangan ganggu saya dan anak saya lagi. Tolong juga, bilang ke Singto. Jangan ganggu saya sama anak saya," pinta Krist.

Mama Singto dengan tiba-tiba berlutut di kaki Krist. Mama Singto mencium kaki Krist.

Dengan cepat, Krist berdiri. Krist bingung dengan keadaan ini. Tak lama, Krist menarik pelan Mama Singto agar berdiri kembali.

Mama Singto memeluk tubuh Krist. "Maafin Mama. Mama telat. Seharusnya, Mama selesai masalah ini, sehingga kamu gak perlu cerai. Seharusnya Mama cepat-cepat singkirkan dia."

Wajah Krist semakin bingung. "Maksudnya? Dia siapa?"

Fiat menarik tangan Papanya agar kembali duduk. Lalu Fiat menatap Neneknya. "Duduk saja, Nek."

Mama Singto menurut, lalu duduk di kursi yang ada di sebelah Krist. "Maafin Mama. Seharusnya Mama bekerja lebih keras. Agar dia bisa hancur lebih cepat, Krist."

"Saya gak paham. Dia siapa?" tanya Krist dengan wajah yang kebingungan.

"Gheza. Dia yang sudah buat Mama hancur. Mama gak tahu, kalau akhirnya rumah tangga kamu juga bakal hancur karena dia." Mama Singto masih menatap Krist.

"Ibu tahu tentang Gheza?" tanya Krist meyakinkan.

"Dia selingkuhan Ayahnya Singto. Dia yang merebut semua perusahaan Ayah Singto. Dia bahkan merebut Ayah dari anaknya. Anne itu anak dari Ayahnya Singto, bukan anak Singto. Mama gak tahu kenapa dia cari korban yang berhubungan sama Mama. Mama minta maaf karena telat menghancurkan dia. Sekarang, kamu bisa tenang dan bahagia hidup sama Fiat. Kamu gak harus ketakutan lagi. Dan untuk Singto, tenang saja. Mama bakal lingungi kalian," jelas Mama Singto.

Krist terdiam, dan semua ikut terdiam. Namun, tiba-tiba Krist memeluk tubuh Mama Singto. "Terima kasih. Terima kasih karena sudah melindungi saya dan anak saya."

Mama membalas pelukan Krist. "Panggil Mama, Krist. Panggil seperti dulu," pinta Mama Singto.

Krist ragu untuk mengucapkan panggilan itu, namun, Krist tersenyum. "Mama..." panggil Krist.

Mama semakin menangis. Memeluk Krist dengan erat. "Terima kasih sudah menerima Mama kembali. Mama tetap Mama kamu. Selamanya."

Krist mengangguk. Sedangkan Fiat, dia tersenyum melihat Papa dan Neneknya yang berbaikan. Bahkan, Fiat sudah tahu rencana Neneknya sedari lama.

🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang