Keluarga 17

665 78 24
                                    

Singto sampai di rumahnya. Gheza dan Anne sudah dipindah ke rumah yang dulu ditempati Krist dan Fiat. Singto duduk di ruang tamu dengan pandangan kosongnya. Sedangkan Anne, dia sudah memasuki kamarnya.

Gheza melihat Singto yang terdiampun menghampiri Singto. Gheza duduk di samping Singto. Tangan Gheza mengelus lengan Singto. "Kamu kenapa? Kamu mikirin apa sih? Tumben kamu kayak gini."

Singto menatap Gheza. "Fiat manggil aku Om. Aku gak tahu harus gimana. Dia anak aku, kenapa dia harus manggil aku Om?"

Gheza tersenyum sinis. "Sepertinya, Fiat sudah dibujuk sama Papanya. Dia pasti jelek-jelekin kamu di depan Fiat. Emang gak tahu diuntung itu orang."

Singto menatap Gheza. "Krist bukan orang yang seperti itu. Sebenci-bencinya dia sama orang, gak mungkin dia jelek-jelekin orang itu."

Gheza merubah ekspresinya, agar Singto semakin terhasut. "Loh kamu kan gak tahu, Sayang. Orang itu bisa berubah. Mungkin, Krist sudah sakit hati banget sama kamu. Makanya dia jelek-jelekin kamu di depan anaknya."

Senyuman Gheza semakin lebar melihat Singto yang sudah emosi. "Kamu harus musnahin dia. Bisa saja di masa depan, dia ngomong ke media kalau kamu tukang selingkuh. Kamu gak mau kan kehilangan perusahaan yang kamu bangun dari 0? Kamu gak maukan hidup di jalanan?"

Singto menggenggam tangannya erat. Emosi sudah diujung kepala, tinggal menunggu kapan akan meledak.

Anne duduk di kursinya. "Ayah, tahu gak? Fiat tuh sering bully aku di sekolah. Dia bilang aku rebut Ayah dia. Sampai-sampai aku dijauhin sama teman-teman aku. Aku gak suka, Yah, sama Fiat. Dia jahat banget."

Panas sudah telinga Singto. Singto berdiri dari duduknya, dia segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Mencari nomor seseorang lalu meneleponnya.

Sambunganpun terhubung. "Halo, aku Singto. Aku ada tugas buat kamu. Kamu cari orang yang bernama Krist sama Fiat. Buat mereka menderita."

"...."

Singto terdiam sejenak. "Berapapun bayaran yang kamu minta, aku transfer. Segera mungkin, buat mereka menderita. Dan, jangan lupa bunuh mereka "

Singto memutuskan sambungan teleponnya. Lalu duduk kembali di samping Gheza. Tangannya memeluk pinggang Gheza dengan mesra.

Mereka bercanda tanpa beban, seolah keluarga mereka adalah keluarga bahagia.

🌼🌼🌼🌼🌼

Malam ini, Krist duduk bersama Fiat di depan rumahnya. Menatap langit yang penuh bintang. Cuaca saat ini sangat mendukung untuk menenangkan diri setelah seharian capek dengan kegiatan.

"Pa..." panggil Fiat.

Krist menatap anaknya. "Kenapa?"

"Kenapa Papa masih pertahanin Fiat? Padahal Papa bisa buang Fiat atau kasih Fiat ke orang lain." Fiat tak menatap Papanya sama sekali. Fiat memilih melihat ke arah bintang yang ada di langit.

Krist tersenyum, tangannya mengelus rambut Fiat. "Kenapa harus dibuang? Orang kamu anak Papa. Kamu juga lahir di dalam sebuah hubungan, bukan anak yang lahir sebelum nikah. Apa alasan Papa harus buang kamu? Gak ada kan? Lagian, Papa juga nunggu kehadiran kamu."

"Kadang kalau Fiat di kamar sendiri, Fiat sering berpikir, Ayah, di banyak cerita yang kudengar, di banyak film yang kutonton, anak akan menyandarkan kepalanya pada bahu tegas milik ayahnya, membiarkan air matanya membasahi bahu milik ayahnya. Tapi ayah, kenapa bahumu itu terlalu jauh untuk Fiat bersandar? Akhirnya, Fiat nangis di pelukan Papa deh bukan di bahu Ayah." Fiat masih menatap langit, enggan menatap Papanya. Fiat sadar, jika ia menatap Papanya, dia akan menangis.

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang