Keluarga 2

1K 102 9
                                    

Fiat bangun terlebih dahulu. Dirinya terlalu semangat pagi ini. Dia ingin segera bermain dengan Ayahnya. Fiat segera mandi sendiri, tanpa menunggu Papanya. Fiat mulai membuka bajunya, lalu bermain air sebelum membasahi tubuhnya.

"Kok airnya dingin, sih?" Fiat bicara sendiri dengan air di depannya. Namun, Fiat segera memasuki bathtub itu. Dia ingin segera selesai mandi.

Fiat sudah selesai mandi, dan Fiat sudah memakai baju yang dia mau. Kata Papa, baju ini dari Ayah. Fiat tak tahu kalau baju itu dibeli oleh Papanya bukan Ayahnya.

Fiat memakai bedak bayi yang ada di meja persiapannya. Tak lupa Fiat juga memakai minyak rambut seperti yang Papanya sering lakukan.

Fiat menatap wajahnya di pantulan cermin, lalu tersenyum. Fiat segera berjalan menuju kamar orang tuanya. Terlihat orang tuanya yang masih tertidur.

Fiat membangunkan orang tuanya. Tangan kecilnya menggoyangkan tubuh orang tuanya. "Papa, Ayah, ayo bangun. Ayo kita bermain. Fiat sudah lama gak main sama Ayah. Ayah, Papa ayo bangun. Wake up Papa, Wake up Ayah." Tangan kecil Fiat masih menggoyangkan tubuh orang tuanya.

Krist membuka matanya, lalu menatap Fiat yang tersenyum menampakkan giginya yang ompong. Krist tersenyum. "Selamat pagi jagoan kecil. Sudah rapi saja, mau kemana?"

"Fiat mau main sama Papa sama Ayah. Fiat sudah lama gak main sama Ayah. Fiat kangen Ayah." Senyum Fiat tak pernah luntur.

Krist menatap Singto, tangan Krist mengelus rambut Singto. "Bangun. Katanya mau ajak Fiat main."

Singto membuka matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Singto menatap Krist lalu bergantian menatap Fiat. "Selamat pagi kesayangan Ayah." Singto berusaha untuk mengubah posisi duduknya. Lalu Singto mencium pipi Fiat.

"Wangi banget anak Ayah. Siapa yang mandiin? Papa ya?" tanya Singto.

Fiat menggeleng. "Gak Ayah. Fiat mandi sendiri. Fiatkan sudah besar. Harus bisa mandi sendiri."

Krist beranjak dari duduknya. "Papa mandi dulu. Fiat sama Ayah dulu ya." Krist menatap Fiat.

Kemudian Krist menatap Singto. "Aku mandi dulu. Habis itu kamu baru mandi. Titip Fiat sebentar ya."

"Iya." Singto tak menatap Krist, dia asik bermain dengan Fiat.

Krist menatap mereka dengan tersenyum. Puas melihat anaknya yang tertawa bahagia. Krist melangkah menuju kamar mandi.

Singto sedang menggelitiki Fiat. Terdengar suara Fiat yang tertawa bahagia. "Ampun Ayah. Lepasin. Hahaha... lepasin Ayah. Geli. Sudah cukup, sudah..."

Singto memberhentikan kegiatannya menggeliti Fiat. "Anak Ayah sudah besar ya. Makin ganteng juga anak Ayah."

"Iya dong. Anak Ayah sama Papa harus ganteng. Fiat sudah besar, sudah bisa cuci piring sendiri Ayah." Pamer Fiat dengan wajah sombongnya.

"Loh, kok Fiat yang cuci piring? Kenapa gak Papa saja?" tanya Singto.

"No. Fiat larang Papa buat cuciin piring Fiat. Fiat mau mandiri," ucap Fiat dengan wajah menggemaskan.

"Anak Ayah sudah besar beneran ternyata. Jangan cepat dewasa. Nanti gak ada yang temani Ayah main lagi." Singto mengelus rambut Fiat.

Krist keluar dari dalam kamar mandi. Bau sabun tercium oleh indera pencium Singto.

Singto menatap Krist. "Bau kamu selalu jadi favorit aku, Krist."

Singto mendudukan Fiat di sampingnya. Dia menghampiri Krist lalu memeluk Krist. "Tetap sama aku Krist. Aku sangat suka sama harummu."

Krist sedikit mendorong tubuh Singto. "Ada Fiat. Mandi sana. Terus kita main."

Singto mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar mandi, tak lupa membawa baju yang akan dia pakai.

Krist menghampiri Fiat yang duduk di ranjang dengan tenang. "Anak Papa ganteng banget sih. Kamu cepat banget besarnya."

Fiat tersenyum menatap Krist. "Fiat harus cepat dewasa biar bisa jagain Papa dari semua penjahat."

Krist tersenyum sendu. "Kamu memang pahlawan Papa. Sekarang, kita tunggu Ayah di bawah yuk! Kita makan dulu."

Fiat mengangguk, lalu menggandeng tangan Krist menuju meja makan. Fiat masih bernyanyi dengan ceria.

Krist ingin memasak untuk Singto dan Fiat. Masakan sederhana agar tak menghabiskan banyak waktu.

Tak lama, Singto datang dan duduk di kursinya. Bernyanyi bersama Fiat. Krist di dapur hanya tersenyum mendengar suara nyanyian itu.

Krist membawa masakannya menuju meja makan, meletakkan di depan Fiat dan Singto. Krist kembali ke dapur untuk mengambil makanannya.

Krist kembali ke meja makan, dan duduk di kursinya. Mereka membaca doa sebelum makan. Dan sendok nasi mulai masuk ke dalam mulut mereka. Tak ada yang membuka suara ketika di meja makan.

Selesai makan, Krist menyempatkan mencuci piring mereka bertiga. Fiat sempat rewel karena ingin membantu Krist mencuci piring, namun, ada Singto yang membantu membujuk Fiat.

Fiat berada di ruang tamu bersama Ayahnya, tak lupa robot mainan yang sudah memenuhi ruang tamu itu. Fiat memegang 2 robot di tangannya, sedangkan Singto, memegang robot yang bisa dibilang cukup besar.

Mereka bermain dengan ceria. Hanya sebatas mendengar anaknya tertawa, Krist sudah ikut bahagia. Dia tak ingin, hari ini ada yang menganggu keluarganya. Dia ingin egois.

Namun, itu hanya harapan Krist. Krist mendengar suara ponsel Singto yang berbunyi. Sudah dipastikan, Singto akan pergi. Dia gagal menepati janji untuk bermain dengan anaknya.

Krist duduk di samping Singto. "Mau pergi?" tanya Krist.

Singto menatap Krist. "Maaf, aku harus ke kantor. Perusahaan lagi darurat." Singto beranjak dari duduknya.

Krist menatap nanar punggung Singto. "Setidaknya, kasih waktu kamu, sedikit saja ke Fiat. Dia masih butuh kamu."

Fiat duduk di samping Krist. "Papa, gak papa kok. Fiat masih bisa main sama Papa. Nanti kalau Ayah ada waktu, kita bakal main bareng lagi. Papa jangan sedih dong!"

Krist menatap anaknya. "Maafin Papa karena gak bisa buat Ayah berada lama di rumah. Maafin Papa."

"No, Papa. Sekarang, temani Fiat main. Papa jangan sedih lagi. Fiat gak papa kok." Fiat tersenyum.

Krist mengambil robot yang ada di bawah kakinya. Tanpa melihat ke arah Singto yang tergesa-gesa keluar rumah. Krist hanya ingin menyenangkan anaknya.

🌼🌼🌼🌼🌼

Melepaskanmu sakit, tapi lebih sakit jika aku harus bertahan 🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang