Keluarga 15

787 86 34
                                    

Krist sampai di rumah dengan selamat. Krist segera masuk ke dalam rumah, dia ingin segera mengobati lukanya. Dia tak mau membuat Fiat semakin khawatir dengan keadaanya.

Krist meletakkan surat perceraian di atas meja. Krist menatap lurus ke arah depan. Matanya menatap kosong. Namun, Krist tak berdiam lama, dia segera berdiri untuk mengambil obat.

Krist kembali ke kursi tempat semula dia duduk. Tangan Krist dengan cekatan membersihkan luka di wajahnya. Setelah bersih, Krist memberikan obat merah agar tidak infeksi.

Luka Krist sudah terobati, dan Krist membersihkan tisu yang dipakai. Namun, setelah selesai membuang tisu, Krist mendengar ada yang membuka pintu rumahnya.

Krist segera berlari ke arah pintu, melihat siapa yang masuk ke dalam rumah. Krist hanya takut ada orang tak dikenal yang masuk ke dalam rumahnya.

Krist terdiam ketika sampai di dekat pintu. Krist melihat Fiat dengan pakaian kotor, dan wajah yang keluar darah. Krist berlari menghampiri anaknya, lalu memeluk Fiat. "Fiat kenapa? Kok bisa kotor kayak gini? Wajahnya kenapa?" tanya Krist khawatir.

Fiat tersenyum. "Gak papa, Pa. Fiat tadi cuma jatuh saja. Anak cowok kan gak boleh nangis, jadinya Fiat gak nangis."

"Kamu ganti baju ya, nanti Papa obatin." Krist melepaskan pelukannya.

Fiat mengangguk, lalu berjalan menuju kamarnya. Dia tak ingin bicara sejujurnya kepada Papanya.

Krist terdiam di tempatnya. "Ternyata, ajaran orang tua harus disertai contoh. Aku terlalu gak jujur sama Fiat, makanya Fiat juga gak jujur sama aku. Luka kamu sama, Nak, sama luka Papa," pikir Krist.

Krist kembali ke kursi tempat dia duduk. Tak lama, Fiat duduk di samping Krist. Muka Fiat seperti menahan rasa sakit.

"Kamu jatuh dimana sampai kayak gini?" tanya Krist tanpa menatap Fiat. Tangan Krist sibuk membasahi tisu dengan cairan infus.

"Tadi Fiat lari-lari. Terus gak tahu kalau di depan ada batu. Terus terpleset, kena batu juga deh." Cerita Fiat menatap Papanya dengan polos.

Krist mulai membersihkan luka Fiat. Tak lupa meniup luka itu agar tak terasa perih. Setelah bersih, Krist membasahi tisu dengan obat merah. Mengobati dengan pelan luka-luka itu. Tak ada percakapan antara Papa dan anak. Krist yang merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Fiat, serta Fiat yang merasa bersalah karena tidak jujur.

Krist selesai mengobati Fiat. Membersihkan tisu-tisu yang sudah digunakan. Setelah membersihkan tisu, Krist menatap Fiat. Krist tersenyum. "Fiat sering tanya ke Papa, keluarga itu apa. Sekarang, ganti Papa yang tanya. Apa keluarga menurut Fiat."

"Fiat gak tahu, Pa. Fiat cuma tahu, keluarga itu langit. Di langit ada iblis dan malaikat. Kata orang, jangan pernah anggap iblis, karena bisa sakit. Jadi, keluarga menurut Fiat, manusia dan malaikat." Fiat terdiam sejenak, "Fiat juga sempat tanya ke Bu Guru. Kata Bu Guru, keluarga itu rumah. Tempat kita kembali setelah kita capek seharian di luar rumah. Tapi kenapa ya, Pa? Setiap Fiat kembali ke rumah, Fiat tambah capek. Fiat seakan mau pergi dari rumah. Tapi, setiap lihat senyum Papa, Fiat tahu arti rumah. Rumah itu melindungi kan? Papa rumah Fiat. Papa tempat Fiat kembali."

Fiat menatap Krist dengan tersenyum. "Fiat juga sempat tanya teman Fiat. Apa itu keluarga. Kata dia, keluarga dia ada Ayah sama Papa. Ayah sama Papa mereka selalu gandengan. Setiap hari libur keluarga mereka selalu keluar untuk jalan-jalan."

"Fiat juga pernah tanya ke Kakak gak tahu, kata dia keluarga itu uang. Kakak itu gak pernah ketemu orang tuanya, tapi Kakak itu selalu dapat uang, Pa. Fiat kadang juga merasa gitu, tapi Fiat sadar, Fiat masih ada Papa yang suapin Fiat kalau makan. Fiat selalu bertemu Papa." Fiat memainkan bajunya.

"Kadang, kalau kita lagi keluar. Fiat sering lihat anak-anak yang main, terus dijagain sama orang tua mereka. Fiat selalu mikir, kapan Ayah mau temenin Fiat sama Papa jalan-jalan? Fiat selalu tunggu waktu itu, Pa. Tapi, gak pernah ada waktu. Fiat selalu iri sama mereka, tapi Fiat sadar. Fiat harus bersyukur, masih ada Papa." Fiat masih enggan menatap Papanya.

"Ada juga yang bilang, keluarga itu cerminan diri kita. Keluarga Fiat berantakan, apa karena Fiat juga berantakan ya, Pa? Fiat selalu nyalahin diri Fiat sendiri. Kenapa Fiat berantakan. Dan, ada juga Ibu-Ibu yang bilang, keluarga itu, tempat pertama kita belajar. Iya, benar, Pa. Fiat belajar dari keluarga. Belajar cara agar mandiri, belajar menghapus air mata sendiri, belajar cara berdiri dengan kaki sendiri, belajar cara memaafkan diri sendiri. Tapi untuk yang terakhir, susah banget, Pa. Fiat terlalu capek memaafkan diri Fiat. Apa pembawa sial seperti Fiat harus dimaafkan?"

Krist memeluk anaknya. "Kenapa kamu belajar arti keluarga?"

"Fiat cuma mau yakinin pemikiran Fiat itu salah. Pemikiran Fiat itu keluarga cuma Papa. Tapi mereka selalu menyebutkan keluarga lengkap. Dan, tambah dengan keluarga yang tak berbentuk." Fiat membalas pelukan Papanya.

"Tiap malam, Fiat selalu melihat ke kamar Papa. Apa Papa masih bernapas. Fiat pikir, kalau Papa gak bernapas lagi, Fiat harus gimana? Fiat harus apa? Keluarga di hidup Fiat sudah gak ada lagi, dong." Fiat memeluk Papanya dengan erat.

Krist mengelus punggung anaknya yang bergetar karena menangis. "Kalau Papa gak ada, Papa bakal jadi kunang-kunang buat Fiat. Papa bakal temani Fiat, Papa bakal terangin jalan Fiat. Tapi, Fiat tahu berapa lama hidup kunang-kunang?"

Fiat menggeleng. "Pa, Fiat gak mau Papa pergi."

Krist tersenyum, namun air matanya menetes. "Kunang-kunang itu hidupnya cuma 2 minggu. Selama itu, Papa bakal terus jagain Fiat. Papa gak tahu, sampai kapan umur Papa. Tapi harus Fiat tahu. Kalau anak yang meninggalkan orang tua, hilang sudah hidup orang tua."

"Kalau begitu orang tua egois dong, Pa?" Fiat melepaskan pelukannya.

Krist terdiam, dia tak menyangka, anak sekecil itu mampu berkata seperti orang dewasa. "Anakku dewasa sebelum waktunya," batin Krist.

Krist menatap Fiat lekat. "Kenapa bicara seperti itu?"

"Orang tua boleh ninggalin anak, bahkan bilang, kalau Papa pergi, jangan tangisi Papa ya, jangan terus bersedih. Doakan Papa selalu. Tapi, kalau anak yang pergi, Papa akan nangis. Bahkan, Papa akan nyiksa diri sendiri. Kenapa gak Papa coba ikhlaskan?" Fiat menatap Papanya menuntut jawaban.

Krist hanya diam. Dia tak mampu menjawab pertanyaan ini. Semua terasa sangat hampa, otaknya tak mampu berjalan.

Fiat memeluk Krist kembali. "Jangan dipikirin, Pa. Fiat cuma asal bicara kok. Papa jangan sedih ya?"

Krist tak menjawab, namun, tangan Krist membalas pelukan Fiat. Krist masih memikirkan pertanyaan Fiat.

🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang