Keluarga 25

689 79 12
                                    

Seminggu sudah Fiat dirawat di rumah sakit. Hari ini, Fiat sangat bersemangat. Karena, dia akan kembali ke rumah. Dia tak perlu lagi selang infus dan bantuan oksigen.

Selama seminggu di rumah sakit, Singto tak lagi mengganggu Fiat. Singto hanya mengamati Fiat dari jauh.

Krist memasukan semua baju Fiat yang dibawa dari rumah ke dalam tas. Krist menatap Fiat dengan tersenyum. "Senang banget kamu, Nak."

Fiat menatap Krist. "Iya dong, Pa. Fiat sudah boleh pulang. Fiat kangen sama teman-teman, Fiat kangen main di rumah, Fiat kangen bikin roti sama Papa."

"Iya, nanti kita bikin roti yang banyak buat Fiat sama teman-teman Fiat." Krist menutup resleting tas baju Fiat.

Krist menatap Fiat kembali. "Habis ini, ucapkan terima kasih sama Aunty Ryn. Aunty Ryn rela ninggalin kerjaan demi jaga kamu."

Fiat mengangguk. "Harus dong, Pa. Kalau kita sudah ditolong orang, kita harus berterima kasih."

Fiat menatap Ryn yang duduk di kursinya. "Aunty Ryn, terima kasih sudah jagain Fiat. Sudah rela makan Fiat yang gak enak itu."

Aunty Ryn membelalakan matanya. "Fiat, ada Papa kamu," ucap Ryn tanpa suara.

Fiat menatap Papanya yang sudah menatapnya dengan tatapan tajam. "Coba ulangi, Sayang."

Fiat menggeleng. "Papa salah dengar. Tadi, maksud Fiat, Aunty Ryn yang sudah membantu makan sisa makanan Fiat gitu, Pa."

Krist menatap Ryn. "Kamu belikan apa anak aku? Kamu kan tahu, anak aku lagi sakit. Gak boleh makan sembarangan."

Fiat menatap Papanya. "Pa, Aunty Ryn gak salah. Makanan rumah sakit memang gak enak, Pa. Masak buburnya cair. Fiat kan berasa makan air."

"Tuh dengerin. Seharusnya kamu yang makan. Aku saja makan hampir muntah. Gila, rasanya gak enak." Ryn ikut menambahi ucapan Fiat.

Krist menghela napas. "Ya sudah, sekarang pulang."

Ryn dan Fiat tersenyum bahagia. Mereka tak akan dimarahi Krist lebih lanjut. Krist membawa tas baju Fiat mendekat ke arah Fiat, dan membantu Fiat turun dari brankar nya.

Ryn mencoba membantu membawa tas Krist, namun, Krist melarang Ryn.

"Kamu gandeng Fiat saja. Aku yang bawa tas," ucap Krist dengan tangan yang membawa tas.

Ryn dan Fiat jalan bergandengan, dan Krist berjalan di belakang mereka. Mereka akan pulang menggunakan mobil Ryn.

🌼🌼🌼🌼🌼

Sesampainya di rumah Krist, Ryn memutuskan langsung pulang. Karena ada pekerjaan yang tak bisa ditinggal.

Sekarang, Krist sedang menata baju di lemari Fiat. Sedangkan Fiat, duduk di kursi tamu dan mengamati langit yang mendung. Hujan mulai membasahi bumi.

"Pa, main hujan yuk," teriak Fiat.

"Gak, gak ada. Kamu baru sembuh, Sayang. Jangan main hujan dulu," teriak Krist tak kalah kencang.

"Ya sudah kalau Papa gak mau. Fiat main hujan sendiri saja." Fiat mulai bangun dari duduknya, lalu keluar dari rumah itu.

Krist segera mengejar Fiat yang sudah keluar. "Fiat, hati-hati. Licin ini." Baju yang dipakai oleh Krist basah terkena air hujan.

Fiat melihat ke arah Krist, senyum Fiat semakin lebar. "Papa sini. Kita main hujan."

Krist menghampiri Fiat yang sudah bermain air hujan. Dengan senang, Krist mengangkat tubuh Fiat.

Fiat tertawa bahagia. "Hahahaha... tinggi lagi, Pa. Wangi tanah enak banget, Pa."

Krist menurunkan Fiat. "Boleh main hujan, tapi sebentar saja. Nanti sakit."

Fiat mengangguk, lalu menarik tangan Krist ke daerah berpasir. "Pa, main pasir yuk! Kita buat istana mewah milik kita."

Krist hanya menurut, apapun yang diminta anaknya, sebisa mungkin Krist turuti. Krist dan Fiat bermain pasir. Membuat istana yang hanya mereka berdua yang paham.

Setelah istana terbangun sempurna, Krist mengajak Fiat untuk mandi. Dia tak ingin Fiat sakit lagi.

Fiat masuk ke dalam bak mandi sederhana. Dia sangat ingin dimandikan oleh Papanya. Bermain sabun seperti dahulu.

Krist mulai membasuh rambut Fiat. Memberi shampo agar rambut Fiat tak kotor karena air hujan.

"Pa, Adik di surga ya?" tanya Fiat dengan tiba-tiba.

Krist terdiam sejenak. Dia tak pernah bercerita tentang anaknya yang gugur. Tapi kenapa Fiat bisa tahu?

"Kamu tahu dari mana kalau kamu punya Adik?" tanya Krist memastikan.

"Fiat baca di buku. Yang ada di kamar Papa sama Om dulu." Tangan Fiat sibuk memainkan busa shampo yang jatuh di air.

Krist paham. Fiat membaca buku diary nya. "Iya, Adik sudah di surga. Adik sudah dirawat sama tuhan. Fiat tahu? Adik gak susah lagi, sudah banyak mainan yang Adik punya."

"Fiat iri sama Adik. Kenapa Adik gak ajak Fiat ya? Fiatkan juga mau mainan banyak. Fiat juga gak mau ngerepotin Papa terus." Fiat masih bermain dengan busa. Tangan kecilnya membuat busa menjadi lebih banyak.

Krist menyabuni tubuh Fiat. "Mungkin, Adik tahu, kalau Papa masih butuh Fiat. Adik tahu, kalau Fiat juga pergi, nanti Papa gimana?"

"Andaikan Papa gak ceroboh, mungkin Adik masih di sini, Nak. Papa gak berani bilang ke Ayah kamu. Ayah kamu pasti gak nerima Adik. Papa gak tahu gimana jadinya kalau Adik diketahui sama Ayah kamu. Mungkin, nyawa Papa sama Adik sudah melayang," batin Krist.

"Pa, Adik sudah punya istana ya di surga? Boleh gak ya kalau nanti Fiat pergi, Fiat numpang di istana Adik? Nanti, biar Adik gak kesepian." Fiat menatap Papanya.

Krist hanya mengangguk. "Boleh, Adik pasti senang kalau kamu temani. Tapi, kamu gak boleh ninggalin Papa." Krist memberikan sikat gigi ke Fiat.

Fiat mulai menggosok giginya. Tak mengucapkan apapun setelah itu. Fiat berharap, suatu hari nanti, dia bisa berkumpul bersama Papanya dan Adiknya.

Krist membilas tubuh Fiat. Namun, pandangan Krist kosong. Sudah lama dia tak mengunjungi kuburan anaknya. Sibuk mengurus Fiat dan sibuk berpura-pura bahagia.

"Fiat, besok mau gak ke kuburan Adik?" tanya Krist menatap Fiat.

Fiat mengangguk dengan semangat. "Mau, Pa. Kita bawakan bunga yang wangi buat Adik."

"Sekarang, sudah mandinya, dan waktunya berpakaian." Krist menggendong tubuh Fiat menuju kamarnya.

Krist dengan telaten memakaikan Fiat baju dan celana. Menyisir rambut Fiat dengan hati-hati. Tak lupa, memakaikan bedak di wajah kecil Fiat. Krist tersenyum.

"Papa mandi dulu ya. Nanti Papa buatin roti buat Fiat." Krist berdiri dari duduknya.

Tak mendapat jawaban dari Fiat, Krist memilih meninggalkan Fiat sendiri. Krist akan mandi terlebih dahulu.

Fiat menatap langit yang masih hujan lewat jendela kamarnya. "Adik, Kakak di sini kesepian. Keluarga kita hancur. Papa hancur karena Kakak, Dik. Kakak pembawa sial buat Papa. Tunggu Kakak di sana ya, Dik," ucap Fiat pelan.

Angin lirih mengenai wajah Fiat. Seakan Adiknya menjawab curhatan sang Kakak. Fiat terus menatap langit itu dengan wajah sedihnya.

🌼🌼🌼🌼🌼

Hayo tebak, matinya PU karena apa? 👻👻🤣

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang