Keluarga 26

618 78 13
                                    

Krist menggandeng tangan kecil Fiat. Sejak kejadian itu, Krist belum menyuruh Fiat sekolah kembali. Dia hanya takut kejadian itu terulang kembali. Bahkan, untuk proses pemindahan sekolah, tidak semudah itu.

Krist menepati janjinya kepada sang anak, untuk mengunjungi kuburan sang adik. Fiat melompat-lompat kecil karena bahagia akan bertemu dengan adiknya, walau dalam bentuk yang berbeda.

"Pa, Adik senang gak ya, kita jenguk? Kan baru pertama kali Fiat ketemu Adik." Fiat menatap Papanya.

"Pasti senang dong. Pasti Adik ngerasa, kalau Kakaknya sayang sama dia." Krist tersenyum.

"Pa, Adik itu cewek atau cowok?" tanya Fiat.

Krist terdiam. "Adik cowok. Sama kayak Fiat." Ya, Krist sudah mengetahui jenis kelamin anaknya.

"Yah, kalau Adik masih ada, mungkin Fiat bisa main robot bareng. Tapi sekarang..." Fiat menatap Papanya. "Mainan Adik lebih banyak dari Fiat, jadi gak papa deh."

Tanpa sadar, Krist dan Fiat sudah masuk ke dalam pemakaman. Fiat dengan semangat menarik tangan Papanya.

"Pelan-pelan, kamu gak tahukan kuburan Adik?" tanya Krist.

"Iya, Fiat gak tahu. Ayo dong, Pa. Cepetan. Fiat gak sabar mau ketemu Adik."

Krist berhenti di salah satu kuburan kecil, lalu duduk di samping kuburan itu. Krist menatap anaknya. "Sudah sampai, duduk sini. Air buat Adik mana?"

Fiat duduk di samping Krist. Lalu meletakkan tasnya di pangkuan. Tangan kecilnya mengeluarkan botol yang ada di dalam tas. "Ini, Pa. Minum buat Adik." Fiat menyerahkan botol minum itu ke Krist.

Krist mulai mencabuti rumput yang tumbuh di kuburan anaknya. Membersihkan bunga yang sudah mengering di atas kuburan.

Fiat yang melihat itu, segera mengikuti apa yang dilakukan oleh Papanya. Tangan Fiat membersihkan papan nama yang sedikit kotor itu.

Setelah bersih, Krist memberikan botol minum itu ke Fiat. "Kamu yang siram ya?"

Fiat mengangguk, lalu membuka tutup botol minum. Lalu dengan perlahan menyiramkan air yang ada di botol itu ke tanah kuburan sang adik. "Adik, minum ya. Biar Adik gak haus."

Botol pun telah kosong. Hingga saatnya mereka menaburkan bunga di atas kuburan. Fiat menatap papan nama sang adik. "Azio Perawat. Nama yang bagus buat Adik. Ada nama Papa juga," batin Fiat.

Fiat menatap Papanya. "Nama Adik bagus ya, Pa."

Krist mengangguk setuju. "Azio, artinya teman. Dulu, Papa berharap dia bisa jadi teman yang baik buat Fiat."

"Adik pakai nama Papa. Boleh gak kalau Fiat ganti nama? Fiat gak mau pakai nama Om di nama Fiat." Fiat menatap Papanya dengan wajah memohon.

Krist tersenyum menenangkan. "Kenapa mau ganti? Namanya bagus loh. Hargain pemberian Ayah ya? Jangan terlalu gak suka sama orang, gak baik." Krist mengelus rambut anaknya. "Sekarang, Fiat doa buat Adik. Masak sudah jenguk, gak mau doain Adik sih?"

Fiat menatap kuburan sang Adik. Menundukkan kepala lalu berdoa. Krist pun ikut berdoa untuk sang anak. Doa selesai.

Fiat mengelus papan nama Adiknya. "Adik, Kakak sering tanya ke diri Kakak. Kadang juga ke orang lain. Keluarga itu seperti apa sih? Kakak pengen buat keluarga yang baik, yang sempurna, yang gak menyakitkan. Ternyata Kakak salah, Dik. Banyak keluarga berantakan di luar sana. Ada yang keluarganya lengkap, tapi jarang ketemu. Ada yang keluarganya berantakan karena ekonomi. Ada juga keluarga yang hanya ada satu orang tua bersama kita. Kayak Kakak, Dik. Kakak cuma punya Papa. Kakak kadang iri sama anak yang keluarganya lengkap, ekonominya gak susah, dia dimanja sama orang tuanya. Sedangkan Kakak sama Papa? Kita harus ngemis dulu ke Ayah."

"Keluarga kita belum ada foto keluarga, Dik. Tapi keburu terpisah. Adik ke surga, Ayah..." Fiat terdiam sebentar. "Maksud Kakak, Om sudah bahagia sama keluarga barunya. Kakak sering berpikir, foto keluarga itu penting. Ya, untuk mengobati rindu saja. Soalnya, kalau ketemu Om itu gak mungkin. Kakak gak benci, cuma Kakak gak bisa saja lihat Om. Terlalu sakit kalau ingat Papa disakiti sama Om." Fiat memainkan tanah kuburan sang adik.

Krist mengelus rambut sang anak. "Buang semua rasa gak suka itu, Nak. Jangan bebani hidup kamu sama rasa gak suka sama orang. Biarkan mengalir, kita juga bakal tenang."

Fiat mengangguk. Lalu kembali menatap kuburan sang adik. "Dik, Kakak minta tolong. Bantu Kakak buat bahagia Papa," batin Fiat.

"Sekarang pulang yuk! Kapan-kapan, kita jenguk Adik lagi." Krist berdiri dari duduknya, lalu membersihkan celananya yang kotor.

Fiat ikut berdiri, lalu menggandeng tangan Papanya untuk pulang.

🌼🌼🌼🌼🌼

Sesampainya di depan rumah, Krist melihat seorang Kakek dan anak kecil yang sedang melihat roti-rotinya. Krist menghampiri Kakek itu.

"Kakek, ngapain di depan sini?" tanya Krist membuka pintu rumahnya.

"Nak, roti ini harganya berapa ya? Mahal ya, Nak?" tanya Kakek itu. Kakek itu tak menjawab pertanyaan Krist.

Krist paham. Kakek itu ingin membeli roti. "Kakek masuk yuk! Kita makan roti." Ajak Krist.

"Gak usah, Nak. Kakek cuma mau tanya harga. Kakek harus cari uang dulu buat beli roti ini."

"Sudah, gratis buat Kakek sama Adiknya ini." Krist menggandeng Kakek itu untuk masuk ke dalam rumahnya.

Kakek itu menolak. "Gak usah, Nak. Gak enak. Nanti Kakek balik lagi."

Krist menatap Fiat. "Ajak Adiknya masuk ya! Ajak makan roti sama main," ucap Krist.

Fiat mengangguk dengan semangat. Lalu, tangan Fiat menggandeng tangan cucu sang kakek itu masuk ke dalam rumah.

Sang Kakek, mau gak mau juga ikut masuk ke dalam rumah. Kakek itu melepas sandalnya, namun, dengan cepat Krist mengambil sandal itu. Lalu memakaikan ke kaki sang kakek.

"Dipakai, Kek. Gak papa kok. Gak kotor," ucap Krist tersenyum.

Kakek itu terlihat sungkan kepada Krist. Krist masih berusaha membuat nyaman sang kakek. Sedangkan Fiat dan cucu sang kakek, sudah bermain dengan mainan Fiat. Tangan cucu kakek itu penuh dengan roti.

Kakek itu duduk di kursi yang disediakan. Di depannya, terdapat banyak roti serta teh yang dibuat oleh Krist.

Krist duduk di depan sang kakek. "Di makan, Kek. Habisin juga gak papa kok. Kalau Kakek mau roti lagi, datang ke sini saja. Gak papa kok." Krist tersenyum kepada Kakek.

"Terima kasih, Nak. Terima kasih." Tangan Kakek itu bergetar. Mengambil satu roti lalu memakannya.

Krist tersenyum senang melihat Kakek makan dengan lahap. Setidaknya, dia bisa membantu sesama.

Televisi yang menyala menayangkan berita tentang Singto. Krist mencoba menutup telinganya. Dia tak mau mendengar apapun tentang Singto.

Kakek itu melihat ke arah televisi. "Kasihan ya pemilik perusahaan itu. Padahal dia baik banget ke orang seperti Kakek dulu. Tapi sejak beberapa tahun kemarin, dia seperti berubah."

Krist tersenyum. "Semua orang bisa berubah, Kek. Sifat alami manusia."

Kakek itu tersenyum, lalu kembali memakan rotinya. Sedangkan Krist, dia pun ikut terdiam. Tak ada pembicaraan yang ingin dia bahas.

🌼🌼🌼🌼🌼

Jelasin dong, definisi keluarga menurut kalian tuh seperti apa?

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang