Keluarga 28

559 65 4
                                    

Singto sudah diperiksa oleh dokter. Kini, Krist sedang menunggu dokter keluar dari ruang rawat Singto. Krist menatap lurus ke tembok yang ada di depannya.

Krist melihat ke arah pintu yang terbuka. Dokter telah keluar dari ruang rawat Singto.

"Dok..." panggil Krist.

Dokter itu tersenyum. "Kita bicarakan di ruangan saya saja."

Krist mengangguk, lalu berjalan mengikuti dokter menuju ruangannya. Sesampai di ruang dokter, Krist duduk menunggu dokter yang sedang mengambil hasil pemeriksaan.

Dokter duduk di depan Krist. Membuka amplop yang berisi hasil pemeriksaan. "Setelah melakukan pemeriksaan, hasil dari tes darah dan lain-lain, ginjal Bapak cocok dengan ginjal Bapak Singto."

"Berarti saya boleh mendonorkan ginjal untuk Bapak Singto?" tanya Krist memastikan.

"Boleh, Pak. Tapi apa Bapak yakin? Hidup dengan satu ginjal itu tidak enak, Pak. Sebelum mengambil keputusan, coba dipikirkan kembali." Dokter memberikan pengertian kepada Krist.

"Saya yakin, Dok. Mungkin, saya gak bisa ucapkan apa alasan saya mendonorkan. Tapi, yang saya yakini, setelah mendonorkan ginjal ini, semua akan baik-baik saja." Krist tersenyum.

Dokter itu mengangguk. "Oke, nanti saya akan beritahu Bapak Singto dan keluarganya. Kalau sudah setuju semua, baru akan dilaksanakan operasi."

Krist mengangguk. "Terima kasih, Dok. Saya permisi." Krist berdiri dari duduknya, lalu menjabat tangan sang Dokter.

Krist keluar dari ruang dokter. Dia ingin menemui Singto terlebih dahulu, sebelum pulang ke rumah. Krist mengetuk pintu ruang rawat Singto, lalu membuka pintu itu.

Singto hanya menatap Krist dengan diam. Dia tak ingin membuka mulutnya. Suasana ini begitu canggung untuknya.

"Sudah mendingan?" tanya Krist.

Singto mengangguk. "Sudah."

"Lain kali, kalau mau mati jangan di rumah aku. Di rumah kamu sendiri saja. Nama aku sudah jelek, jangan karena kamu mati di rumah aku. Nama aku tambah jelek." Krist mengucapkan itu dengan wajah datarnya.

Singto hanya terdiam. Dia menatap wajah Krist dengan seksama. Wajah yang dulu tersenyum kepadanya, namun kini, hanya menunjukkan wajah tak bersahabatnya.

"Aku pulang dulu. Tadi aku sudah hubungi Mama kamu." Krist membalik tubuhnya setelah mengucapkan itu.

Krist keluar dari ruang rawat Singto. Berjalan untuk keluar dari rumah sakit. Krist sudah memesan ojek online untuk mengantar dia pulang.

🌼🌼🌼🌼🌼

Sesampainya di rumah, Kakek yang kemarin datang, sudah menunggu Krist di depan pintunya. Cucu Kakek itu membawa kantung plastik yang Krist tidak ketahui isinya.

Krist menghampiri Kakek itu. "Kakek nunggu lama ya? Maaf, tadi keluar sebentar. Kakek sudah makan?" tanya Krist bertubi-tubi.

"Sudah, tadi ada rezeki sedikit." Kakek itu tersenyum.

Krist membuka pintu rumahnya. "Masuk dulu, Kek. Cucunya sekalian diajak masuk. Ada mainan di dalam."

Kakek dan Cucu itu masuk ke dalam rumah Krist. Mereka duduk tenang di kursi yang ada.

Krist membuatkan minuman di dapur. Namun, tiba-tiba pandangan Krist sedikit memburam. Krist menggosok-gosok matanya berharap agar matanya sedikit menjernih.

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang