14. Istri Sah Yang Tersimpan

19.7K 2.3K 70
                                    

"Mbak, ART-nya Pak Arayi yang waktu itu ke sini, kan?" tanya resepsionis yang siang itu berjaga di lobi kantor Arayi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Menjalankan bisnis ekspor-impor suku cadang dan merakit kendaraan roda empat. Juga beberapa bisnis di lain sektor.

Di gedung itu, perusahaan Arayi terletak di lantai 2 hingga 10 dari total 37 lantai yang ada, sisa lantai lainnya diperuntukkan untuk office space dari berbagai tenant. Sementara beberapa pabriknya, ada di kawasan industri Jababeka. Sebuah perusahaan bernama PT. Gajah Mada Integrated Indonesia sudah berdiri sejak—Patih Madaharsa—almarhum ayah Arayi masih balita. Bisnis turun temurun dari sang kakek, yang tak bisa bila harus terhenti begitu saja.

"Iya, Mbak. Saya ART-nya Pak Arayi. Pak Arayinya ada? Mau antar makanan disuruh Nyonya Kamila." Seni meringis dalam hati. Bhara saja sudah 2 tahun umurnya, tapi statusnya di hidup Arayi masih saja disembunyikan dari dunia. Seorang istri sah, tapi dikenal sebagai pembantu. Sesak dada Seni.

"Yah, sayang banget, Mbak. Pak Arayi barusan aja lho pergi sama istrinya. Keluar makan siang."

Bagai tersambar petir di siang bolong, Seni seolah mati berdiri saat itu juga. Jawaban dari sang resepsionis membuatnya tak berdaya. Mau langsung menangis pun rasanya tak punya tenaga. "O-oh gitu. La-lagi keluar sama ... istrinya, ya?"

"Iya, Mbak. Bu Alsha sering datang nyusulin bapak. Romantis banget mereka berdua. Pasangan idaman lah pokoknya. Suka ngiri saya juga."

Alsha?

Seni mencoba untuk menghela napasnya perlahan. Lalu meletakkan makanan yang ia bawa ke atas meja resepsionis dengan tangan gemetar. "Mbak, daripada makanannya saya bawa pulang lagi malahan kasihan Nyonya Kamila, jadi ini buat Mbak aja, ya. Boleh buat sendiri, boleh dikasihkan ke orang lain juga. Terserah Mbak aja."

Resepsionis itu tersenyum ramah dan berterima kasih dengan bahagia. Makanan hasil patah hati tersebut ia terima dengan gembira ria.

Seni membalikkan badan. Air matanya meluncur begitu saja. Teringat saat ia siuman setelah melahirkan Bhara, ada Arayi tersenyum sambil menggendong bayi mungil itu di dekatnya.

Lalu dengan lembut Arayi berkata, "Namanya Abhara Alshad Madaharsa, Ni. Gimana, bagus nggak?"

Kala itu Seni iya-iya saja. Toh, namanya terdengar bagus dan tersemat Madaharsa di belakangnya. Bukankah itu tanda bahwa paling tidak, Arayi mengakui bayi itu sebagai darah dagingnya?

Tapi kini, saat mendengar nama Alsha disebut?

Alsha dan Alshad?

Apakah itu semua ada hubungannya?

Seni menggelengkan kepala. Lalu terduduk di bangku pedestrian. Perempuan itu menangis tersedu membayangkan ternyata apa yang menimpa sang ibu juga menimpa dirinya. Bila semua orang di kantor sampai kenal dengan Alsha sebagai istri Arayi, bukankah semuanya tidak perlu penyangkalan lagi? Bahwa kini ia sudah diduakan dengan begitu kejamnya.

Seni menyeka air matanya, lalu duduk tegak sambil memutar otak. Akhirnya dia memutuskan untuk menaiki motornya kembali lalu melaju menuju rumah Kamila. Siang-siang begitu, biasanya Kamila masih sibuk di butik. Dan biasanya, Kamila juga mengajak Melati agar duo nenek itu tak kebosanan di rumah saja.

Begitu tiba di rumah Kamila, Seni segera menyerbu masuk meski sedikit ragu. Selama ini, setiap ia berkunjung ke sana, ia tak pernah diizinkan memasuki kamar Arayi semasa lajang, pun tidak dengan kamar lainnya. Selalu kamar tamu yang harus ia tiduri. Tapi kali ini, Seni diam-diam harus bisa memasukinya. Meski harus bertemu kenyataan yang lebih pahit dari sebelumnya.

SENANDUNG RUSUK RUSAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang