20. Balada Suara Hati Seorang Mertua

22.1K 2.5K 152
                                    

Di sana, Bhara sedang bermain air, berenang bersama Arayi. Tak jauh dari mereka, tepatnya di samping kolam renang, ada Alsha yang ikut mencipratkan air hingga Bhara tergelak di dekapan Arayi.

"Udah Bunda, udah. Bala uda bacah ni." Suara Bhara terdengar begitu menggemaskan. Tapi menyakitkan di telinga Seni. Seumur hidup selama menikahi Arayi, tak pernah ada moment seperti itu. Ia tak pernah bercanda-canda bertiga seperti itu. Arayi juga tak pernah tertawa selepas itu.

Bhara terlihat bahagia sambil terus-terusan memanggil ayah dan bunda.

Seni menitikkan air mata sambil meremas dadanya. Tak jauh dari dirinya, diam-diam Kamila ikut menangis. Wanita itu tak bisa lagi membayangkan bagaimana perasaan Seni sekarang ini. Sehingga saat Seni memutuskan untuk ke dapur, bergabung dengan ART yang sedang mempersiapkan tahlil untuk Melati, Kamila pun maju. Alsha yang kebetulan mendekat untuk mengambil handuk, membuka kesempatan bagi Kamila. Wanita itu membulatkan tekad untuk membuat Alsha bisa tahu diri sedikit saja.

"Seneng kamu, Al?" Kamila bertanya, begitu kelam.

Alsha yang sedikit kaget ada Kamila di balik jendela hanya bisa tersenyum kecil, tak paham.

"Seneng kenapa, Ma?"

Kamila berdecak dengan kesal. Menatap wajah menantu pertama yang sejak awal tak pernah benar-benar ia terima. Sesungguhnya, bukan hanya tentang kemandulan itu yang membuat Kamila berang. Sejak awal jumpa, Kamila memupuk sebersit rasa tak suka. Saat menatap Alsha, yang Kamila lihat adalah masa depan Arayi yang tak jelas akan ke mana. 

Status Alsha sebagai yatim piatu bukan masalah bagi Kamila. Tapi saat melihat Alsha sebagai gadis yang lemah lembut dan selalu bergantung dengan Arayi sejak SMA, Kamila diterpa ragu. Kamila tidak menyukai gadis yang seperti itu, yang membuat putranya bertekuk lutut setiap Alsha sedikit-sedikit menangis, yang membuat putranya seolah diperbudak saat Alsha sedikit-sedikit meminta.

Bahkan toko bunga di Daan Mogot dibuat Arayi hanya untuk menyelamatkan Alsha dari statusnya yang tak bisa apa-apa.

Puncaknya, ketika kabar kemandulan itu terdengar, Kamila makin gulana. Menantu seperti Alsha, apakah ada gunanya?

"Seneng kamu akhirnya bisa main-main sama bayi yang kamu gak bisa lahirkan sendiri?"

Kini, Alsha paham ke mana arahnya. Sang menantu pertama hanya bisa menunduk tak enak.

"Dengan percaya diri kamu minta dipanggil bunda sama Bhara, apa kamu nggak mikirin perasaan Seni sama sekali? Kamu bilang saya egois, kan? Sekarang kamu apa bedanya?"

"Ma."

"Kamu nggak lebih dari ibu tiri Bhara, Al. Bukan kamu yang seharusnya ada di sana. Berbagilah, Al. Ada yang lebih berhak untuk bisa bersama Bhara dan Arayi ketimbang kamu."

Kamila pergi setelahnya. Sementara Alsha perlahan menitikkan air mata. Dipikir Kamila, enak kah memiliki nasib sebagai wanita mandul?

***

"Bhara mana?" Seni bertanya malam itu, tatkala Arayi memasuki kamar sendirian.

"Bhara, ketiduran di kamar Alsha, Ni." Arayi menjawab dengan sedikit tak peka.

Seni memejamkan mata. Lantas memutuskan untuk berbaring membelakangi Arayi. "Kalau kamu mau tidur di kamar Mbak Alsha juga gak papa. Silakan aja, Mas."

"Seni, aku ini masih suami kamu. Bukan kamu yang ngatur aku harus tidur di mana!" Arayi dan segudang egonya ternyata masih sama. Tak paham hancur hati Seni yang sedang berusaha untuk buta dan tuli akan luka.

SENANDUNG RUSUK RUSAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang