18. Terpasung Rasa

20.1K 2.5K 105
                                    

Arayi membuka kamar perlahan. Lalu berjalan mendekati Seni yang tertidur tanpa menyentuh makanannya. "Kok nggak dimakan sih, Ni?"

Dia lantas duduk di samping tubuh Seni. Tangannya terjulur, mengusap kepala Seni. Wajah istrinya itu terlihat pucat dan kuyu. Matanya sembab dan melayu. "Ni, bangun."

Seni mengerjap, lalu bergegas duduk menjauhkan diri dari Arayi begitu tahu pria itu duduk begitu dekat dengannya. "Aku udah boleh ke luar kamar?"

Arayi terlihat menimbang sebentar. Lalu mengangguk sambil tersenyum. "Iya, boleh. Tapi jangan harap bisa pergi dari rumah, atau minta pisah."

Seni mendengkus kesal. Ia segera bangkit. Bergegas keluar kamar dan mencari keberadaan Bhara. Sudah sangat rindu. Ia butuh satu-satunya penyemangat yang suci. Hanya Bhara yang mungkin saja bisa menguatkannya.

Langkah Seni berpacu cepat. Ia bertemu Kamila di ruang keluarga. Lantas berseru memanggil Bhara.

"Bhara di kamar Alsha, Ni."

Mendengar suara Arayi, Seni lantas berlari. Mencari keberadaan putranya sesegera mungkin. Namun begitu langkahnya tiba di depan kamar Alsha, hatinya berdebar begitu kuat demi mendengar gelak tawa dari dalam sana.

Arayi menyusulnya. Hendak mencegah. Namun Seni sudah terlebih dulu membuka pintu. Rumah Kamila memang begitu besar. Sebelum-sebelumnya, setiap berkunjung ia tak pernah ingin tahu dengan ruangan-ruangan lain. Sekarang ia baru sadar, kamar di lantai dua yang menghadap ke kebun belakang rumah, adalah kamar Alsha dan Arayi.

Seni terdiam. Menatap potret pernikahan Alsha dan Arayi yang terpampang begitu besar di atas ranjang. Juga foto-foto mesra lainnya yang menghiasi tembok cantik kamar Alsha. Begitu manis. Begitu memukul telak harga dirinya.

"Seni." Arayi maju, menyentuh bahu Seni yang langsung perempuan itu hempaskan.

"Bhara, Bhara lagi apa, Nak?" Seni bersuara lirih. Dia melihat Bhara begitu nyaman di atas ranjang tertidur bersama Alsha sambil bercanda-canda. Beginikah yang terjadi selama dua malam ia dikunci di kamar Arayi?

Inikah yang terjadi? Bhara tidur bersama Arayi dan Alsha. Berbahagia bertiga seperti keluarga yang sempurna?

"Mama!" Bhara berseru riang. Ia berdiri. Lalu melompat-lompat di atas kasur sambil melambaikan tangan. "Mama, kita main ama bunda dan ayah."

Arayi memejamkan mata, merasa tercekik oleh suara Bhara. Sementara Alsha ketar-ketir demi melihat reaksi Seni yang membeku di samping sang suami.

"Bunda?"

"Iya, Bunda Alca, Mama. Kita main ama-ama." Bhara bersuara lagi.

Seni memaksakan diri untuk tersenyum lalu menggeleng sambil meneteskan air mata. "Bunda, ya?"

Perempuan itu lantas menoleh ke arah Arayi yang kini menatapnya dengan penuh penyesalannya. "Jadi memang semua ini udah kamu persiapkan matang-matang, ya?" Seni terkekeh.

"Ketika aku mau Bhara panggil aku mama, kamu bersikeras minta dipanggil ayah. Sekarang, aku tahu jawabannya. Karena, bundanya adalah Mbak Alsha, ya? Kenapa, ke ...."

"Seni, jangan berpikiran yang nggak-nggak. Kenapa kamu sekarang jadi orang yang pikirannya jelek terus, sih?" Arayi menutupi ketakutannya dengan menggertak Seni.

"Emang udah sesuai tujuan, ya? Aku kasih kamu anak, buat istri kamu yang mandul itu?"

Arayi mengepalkan tangan. Lantas menampar pipi Seni hingga perempuan itu terhuyung karena terkejut setengah mati.

SENANDUNG RUSUK RUSAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang