Memang, Seni terlihat masih modis dan sangat pantas ketika memakai baju dengan setelan apa pun. Tak terlihat seperti wanita berusia 34 yang sudah punya buntut berumur 14. Mama Bhara, terlihat sangat awet muda.
"Nggak perlu mandi atau ganti baju. Aku tahu kamu risih lihat penampilanku, kan? Ya udah lah, Bhara. Make it easy. Emang betul aku yang lahirin kamu. Tapi, sejak 12 tahun, just so you know, I decided to gave up on you. You are no longer my baby, and I really don't care. So, sekarang kamu nggak perlu pusing-pusing mikirin aku dan segala hal tentang aku. Treat me like a stranger, okay?"
Bhara terkekeh. Pemuda itu lantas melirik tato-tato di perut Seni, hingga di betis kaki. "Mana bisa Mama nyuruh aku buat treat you like a stranger. Emang aku anak bayi? Once you are my mom, forever it will be."
Tangan Seni terulur. Lalu mendorong pipi anaknya dengan usil. "Banyak omong kamu. Bener-bener titisannya Arayi. Cepet ayo ke ruang makan."
Bukannya marah, Bhara malah tersenyum senang. Mungkin Seni memang terlihat antipati terhadapnya. Tapi Bhara yakin, Seni hanya butuh waktu sebentar lagi untuk bisa bebas mengaku rindu sepuasnya. "Ayo, Ma!"
***
Bhara melangkah riang. Sementara Seni yang berjalan di belakangnya kini melambat demi melihat siapa saja yang ada di ruang makan saat ini. Berkumpul dalam diam, dan begitu dia datang, lantas terbit haru yang riuh redam.
Seni melengos. Bukan sapa bukan tawa. Dia malah berdecih kesal tatkala melihat kehadiran Alsha. Tapi, kan apa masalahnya, ya?
Seni kan sudah lama tak peduli. Jadi biar saja lah. Tak akan ada lagi dirinya yang termakan drama. Perut laparnya lebih penting dari apa pun di dunia.
"Seni." Kamila yang pertama menyapa. Lalu mendekat dan memeluk menantunya dengan bercucuran air mata. Wanita itu kini renta. Usianya sudah 62 tahun. Jalannya melambat, membuat Seni tak enak kalau harus lama-lama berdiri.
"Kamu apa kabar, Nak? Mama kangen sekali sama kamu, Seni."
Seni mencoba rileks. Lalu membalas pelukan Kamila dengan ala kadarnya. "Aku baik, Ma. Jauh lebih baik."
Kamila melepas peluk. Lantas memindai Seni dari kepala hingga ujung kaki. Ada perbedaan yang begitu mencolok. Semua sudah Arayi ceritakan. Pun dia sendiri juga mengikuti perkembangan Seni lewat sosial media.
Sedikit Kamila sayangkan, Seni bukan lagi gadis berpenampilan sopan seperti yang ia temui dulu. Tapi sekarang, ia akan mencoba tutup mata. Di mana nyamannya Seni, di situlah Kamila berada.
"Kamu cantik sekali. Makin cantik. Mama sedih banget selama ini cuma bisa lihat kamu di internet. Mama diajarin Bhara main Infagram. Kata Bhara, di Infagram kamu sering pasang foto sama video-video. Mama jadi bisa ngobatin rasa kangen mama sama kamu, Nak."
Seni terkekeh. Sejujurnya, Seni tahu dari dulu Kamila adalah orang yang tulus. Tapi bagaimana cara wanita itu memilihnya sebagai istri kedua Arayi, itulah yang akhirnya membuat luka. Lagi, Kamila benar-benar memperlakukan Seni dengan baik. Berbanding terbalik dengan perlakuannya terhadap Alsha. Jadi, tak ada alasan baginya untuk begitu membenci Kamila.
"Ya udah, santai aja lah, Ma. Ini sekarang ketemu sama aku." Seni mengibaskan tangan, lalu berjalan dan memilih duduk di samping Bhara. Tepat berseberangan dengan Alsha yang duduk di samping Kamila.
Arayi tersenyum. Lalu segera memimpin doa dan memulai jamuan makan malam kali itu. Ada rendang daging, tambusu, dan masakan buatan Kamila lainnya. Juga ada sepoci teh hijau yang katanya diseduh sendiri oleh Bhara.
"Mas minta, malam ini kamu lupain diet kamu dulu, Sayang. Makan malam kayak gini sekali-kali nggak akan bikin kamu gendut. Kalaupun gendut, nanti mas sama Bhara temenin nge-gym. Iya nggak, Bhar?" kata Arayi sambil memberi kode kepada Bhara.
"Iya, Ma. Nanti kita juga bisa jogging bareng ya di Senayan. Pasti seru!"
Seni menggerakkan bibir tanda malas mendengar. Namun ia pun setuju dengan kata Arayi. Kali ini ia ingin makan enak. Tanpa ada Alvela yang akan ngomel kalau berat badannya naik dua sampai tiga kilo gara-gara kebablasan mengunyah.
"Awet juga ya kalian." Sudah dicoba menahan, tapi mulut Seni yang sekarang memang hobi julid. Apa lagi ada mangsa empuk di depan mata.
Alsha mengangkat wajah, sedari tadi ia ingin menyapa. Tapi sungkan dan tak berani.
"Kirain nih kirain, bisa dapat keajaiban punya anak minimal satu kek. Ternyata bener ya mandulnya?" Seni terkekeh seperti orang sinting. Suasana di ruangan itu mendadak lebih dingin.
"Yang baju putih jangan sampai lepas," sindir Seni sambil melirik ke arah Arayi yang kebetulan sedang mengenakan kaos berwarna putih polos. "Susah emang nyari laki-laki setia. Mas Arayi ini family man approved, ya. Beneran nggak ninggalin Mbak Alsha in every conditions. Kayak lagu, I will love you unconditionally."
"Ma." Bhara menyela. Mengernyitkan kepala tak paham. "Mama belum tahu, ya?"
Arayi menghela napas. Tampaknya makan malam kali ini akan mengorbankan perasaan Alsha.
"Papa sama Tante Alsha ini udah berpisah dari lama lho, Ma. Dari aku SD kelas 1."
Spontan, gerakan sendok di tangan Seni terhenti. Bahkan makanan yang terlanjur ia kunyah serasa mogok untuk ditelan.
"Iya?" Seni menganga tak percaya.
Bhara mengangguk. "Iya, mereka pisah, for good. Ya kan, Pa? Ya kan, Tante?"
Seni menatap Arayi dan Alsha bergantian. Dikira akan bersimpati, wanita kejam itu justru malah menahan tawa jahatnya. "Gila. Gak jadi family man deh lo, Mas. Ternyata bisa bosen juga ya sama Mbak Alsha? Padahal dulu dipuja-puja banget. Duh Mbak Alsha, yang sabar ya. Emang gitu, bener kata orang. Cinta tak selamanya indah, Mbak."
Sakit hati. Namun Alsha bisa apa. Wanita yang kini berusia 39 tahun sama seperti Arayi itu hanya bisa memaksakan senyum. Lalu balas menatap Seni dengan berusaha tenang. "Dia tetap family man kok. Kamu inget kan kamu pernah bilang kalau kamu ingin diakui sebagai istri Mas Arayi hanya jika dia cerai sama aku? Itu lah yang dia lakukan, Ni."
Kali ini tak munafik. Seni terdiam tak percaya. Segitu serius kah Arayi kepadanya sekarang? Namun sedetik kemudian, terbit seringai yang tak bisa ditahan-tahan.
"Mau cerai sama kamu kek, enggak kek, mau ngakuin aku, enggak ngakuin aku ... EGP, emang gue pikirin."
***See You Tomorrow***
Day 25Nah ini buat yang nyariin Mbak Alsha, begitu shyuuliiit lupakan Alsha, apalagi Alsha baiiiiiwwqqqqqq.
Monggo seperti biasa, aku ingin ada sumpah serapah makian kasihan dan julid-julidan yang bisa bikin aku makiin semangattt buat ngelupain Rehan. Eh ... buat melanjutkan cerita. HIhihi.
Terima kasih yang udah baca, votes dan komen. <3
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDUNG RUSUK RUSAK
RomantikTumbuh dari keluarga yang hancur sebab orang ketiga, Senandung Niluh Kaniraras tak menyangka bahwa masa depannya pun gagal diselamatkan. Sejak hari di mana kakaknya pergi demi hidup lebih enak dengan sang ayah, gadis yang biasa dipanggil Seni itu ha...