"Tiga tahun pertama kamu pergi, dia masih mencoba denial. Mengira kamu akan balik hanya karena kehabisan uang. Tapi dia gila diam-diam. Khawatirin kamu tiap malam. Bolak-balik jatuh sakit karena nggak mikirin diri sendiri. Akhirnya, saat Bhara berusia 6 tahun kami memutuskan untuk bercerai. Sejak saat itu, Mas Arayi selalu membawa nama kamu ke mana-mana. Sampai akhirnya kabar tentang karir kamu di Belanda sampai di Indonesia, semua orang ngatain dia halu karena ngaku-ngaku kalau dia itu suami kamu."
Alsha menghela napas. Lalu menatap Arayi yang pasrah-pasrah saja saat cerita lamanya dibongkar oleh Alsha di depan Seni.
"Terus, kenapa kamu masih ada di sini, Mbak?" Seni menajamkan pandangan. Tak ingin disudutkan kalau-kalau Alsha menganggapnya sebagai penyebab kehancuran rumah tangga bersama Arayi.
"Tante Alsha tetap jadi ibuku, Ma." Kali ini Bhara yang menjawab. Tentu, ia tak akan ikut melukai Alsha. Karena bagaimana pun juga, dia tumbuh dan banyak dibantu oleh Alsha di sepanjang prosesnya. "Tante Alsha juga tinggal sama nenek di Pondok Indah. Nemenin nenek, Ma."
Seni terkekeh pelan. Lalu melanjutkan makan malamnya seolah cerita-cerita itu hanya fabel tak bernyawa. "Ya sebenarnya sih terserah kalian mau apa. Cerai nggak cerai bukan urusanku juga. Ya suka-suka kalian aja."
Hening. Tak ada yang memberi reaksi.
"By the way, rendang buatan Mama enak banget nih." Seni menatap Kamila. Wanita itu sedari tadi diam saja. Mungkin tenaganya sudah terlalu terbatas untuk ikut ambil suara. "Besok, bisa minta tolong mama masakin lagi nggak?"
Kamila mengangguk dengan senang hati. "Tentu, Sayang. Kamu mau mama masakin apa?"
"Pengen ayam betutu, Ma. Yang pedes banget."
"Nanti Bhara bantuin Nenek lagi, ya, Nek?" Bhara menimpali dengan riang.
"Urusan ayamnya biar papa yang tangkap deh. Pakai ayam kamu aja ya, Bhar?" Arayi pun ikut mengambil momentum.
"Enak aja, ayam Bhara itu bukan buat dimakan, Pa." Bhara merengut. Sementara itu Alsha memutuskan untuk menyelesaikan makan malamnya dan pamit ke belakang duluan.
Tak lama, Seni pun menyusul. Berjalan dalam diam di belakang Alsha yang termenung menatap wastafel.
"Kok bisa ya ada orang bodoh banget kayak kamu, Mbak?" Seni memulai provokasinya. Memang itu lah bakat dia yang sekarang. Jadi kompor!
"Maksud kamu?" Tanpa berbalik badan, Alsha menjawab.
"Aku pergi lho waktu itu, udah nggak minat juga sama Mas Arayi. Eh kalian malah cerai. Gimana, sih?"
"Ini bukan tentang bodoh atau nggak, Ni. Perceraianku adalah tentang Mas Arayi dan Bhara yang hancur karena kepergian kamu. Kamu aja nggak kuat, Ni. Pergi gitu aja padahal baru hidup sama kita 3 tahun. Lalu aku, kamu kasih aku warisan 3 orang yang patah hati? Kamu pikir aku bakalan masih bisa tahan sampai sekarang?"
"Terus kenapa kalau udah nggak tahan, tapi masih ada di sekitar mereka? Gagal move on apa gimana, Mbak?" Seni menyeringai. Memulai aksi membalas dendam atas tragedi pembodohan di masa lalu.
"Seperti apa kata kamu, Seni. Aku mandul. Aku juga sebatang kara. Aku nggak punya apa-apa. Aku nggak sekuat kamu. Aku nggak punya keberanian seperti kamu. Dengan Mas Arayi saja aku cepat sekali harus tersingkir, apalagi kalau aku mutusin buat nikah sama pria lain, Ni."
Kali ini Alsha membalikkan badan, memberanikan diri menatap Seni dengan mata gamang.
"Harus berapa kali aku nikah lalu ketemu mertua yang nggak terima sama keadaan aku, lalu minta aku ikhlas dipoligami? Lalu kalau aku nyerah dan move on lagi, terus terjadi kisah yang itu-itu lagi, harus berapa kali aku harus mengulang nasib yang sama?"
Seketika itu, urat tegang di tubuh Seni mengendur begitu saja. Meski sekarang ia adalah perempuan yang begitu jahat dan nakal, tapi di sudut hatinya masih tersisa sedikit nurani untuk menyelami hati. Apalagi sama-sama perempuan.
"Di dunia ini, nggak akan ada pria dan keluarganya yang mau menerima aku apa adanya, Ni. Nggak seperti kamu yang sempurna dan sekarang dipuja-puja. Nggak seperti kamu yang berani mengambil langkah dan bisa berbahagia tanpa mikirin apa-apa. Aku nggak bisa kayak kamu."
"Ya udah, itu berarti deritamu adalah hal yang kamu bikin sendiri. Lagian ngapain sih udah cerai tapi masih di sini-sini aja? Hello, Mbak Alsha. Dunia ini bukan cuma Jakarta. Jangan sok lemah dan bego gitu lah. Mau-maunya kamu dari status istri berubah jadi nanny? Kayak nggak ada harga dirinya aja."
"Jadi nanny buat Bhara bukan aib buat aku, Ni. Kamu sendiri yang minta aku buat jagain Bhara sepenuh hati. Aku berusaha menunaikan janji itu. Meski aku pada akhirnya harus gagal-gagal juga jagain Bhara. Gagal juga mempertahankan rumah tangga. Itu semua karena aku kadung janji sama kamu buat tetap bertahan di sini."
Alsha menatap Seni dengan penuh luka.
"Aku cuma minta kamu janji buat jagain Bhara, ya. Tapi penderitaanmu sekarang, sama sekali bukan urusanku, Mbak." Seni memicingkan mata, lalu pergi setelah menaruh piring kotornya begitu saja.
***
"Darling, I miss you." Seni menggerakkan kakinya gusar. Gara-gara ke Jakarta, dia jadi harus LDR-an dengan para gebetan. "When will you come?"
Tak terdengar jawaban dari seberang. Bhara yang diam-diam mengintip sang mama jadi kesal. Pagi itu Seni berenang sendirian. Menikmati matahari yang sepenggalah naik dengan berolahraga tipis-tipis. Dia kan model sekarang. Jadi harus imbang antara makan dan pembuangan kalorinya. Kalau gendut sebelum pensiun, bisa-bisa Seni tak laku.
Sekarang Seni berdiri mondar-mandir di tepian kolam. Mirip remaja ingusan yang sedang dimabuk asmara. "Mama, cinta tak selamanya indah, Mama," cibir Bhara dalam nada yang sangat rendah.
"Awh, Honey. I wish you were here. I need you, I miss you, don't take any longer, ya. Please come as soon as possible, let's play, okay?"
Need you, miss you tai kambing. Bhara menggelengkan kepalanya, prihatin. Memang masih 14 tahun dia, tapi bukan berarti tak paham dengan istilah kangen-kangenan yang Seni bilang. Tak mungkin kan di umur segitu Seni main karambol atau petak umpet kalau tidak di atas kasur?
"My queen bed with two layers of blankets. Hot weather in Jakarta. When you're not around me, everything seems so scary. I need you to be here."
Aduh, Bhara tak tahan lagi. Perbincangan Seni dengan pacarnya sudah terlalu menjurus. Anak itu segera keluar dari persembunyian dan menyapa sang mama dengan sangat manis.
"Hai, Mama. Here's cheese toast with scrumbbled egg made by me special for you,"kata Bhara sambil mengulurkan tangan berisi sepiring roti dan telur ke arahSeni yang lantas segera mematikan teleponnya. Terkejut bukan main!
***See You Tomorrow***
Day 26Bagaimana, yang kangen sama Mbak Alsha apa sekarang masih gedeg atau kasihan sama dia?
Atau malah penisirin sama gebetan mana lagi yang lagi diajak main karambol di atas kasur sama Seni?
Terima kasih yang udah baca, votes dan komen.
Dukungan berupa komen penuh kritik, maki, dan julid2 dari kalian semua sangat aku butuhkan karena itu semua adalah sumber semangatku agar tetap bisa membesarkan si bayi Bhara!
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDUNG RUSUK RUSAK
RomanceTumbuh dari keluarga yang hancur sebab orang ketiga, Senandung Niluh Kaniraras tak menyangka bahwa masa depannya pun gagal diselamatkan. Sejak hari di mana kakaknya pergi demi hidup lebih enak dengan sang ayah, gadis yang biasa dipanggil Seni itu ha...