10. Malam Pertama di Bulan Kedua

21.2K 2.1K 75
                                    

Arayi pernah menghilang seminggu lamanya. Tidak memberi kabar kepada Seni dan Seni pun tak berusaha mencari. Suaminya pernah bilang dia tersiksa. Jadi Seni hanya perlu memahaminya saja.

Datang ke kantor Arayi adalah pilihan yang tak pernah ada di pikiran Seni. Namun pagi itu, Kamila dan Melati datang. Memberinya petuah. Kiat-kiat sukses menjadi istri idaman. Yang mana dimulai dengan bagaimana caranya bisa memanjakan lidah suami, dan mengenyangkan perutnya setiap hari.

Akhirnya, Seni memberanikan diri datang ke sebuah gedung megah di daerah SCBD. Gedung yang begitu mewah, membuatnya menjadi makin kerdil untuk bisa dibilang sebagai istri dari seorang Arayi.

Seni putar balik. Tak jadi masuk. Tapi makanan yang ia bawa seolah memberinya kekuatan. Hari ini ia sudah berusaha memasak seenak dan sespesial mungkin. Rendang daging sapi, ayam suwir balado, dan juga capcay sesuai saran dari Kamila.

Akhirnya dengan segenap keberanian yang ada, Seni kembali berbalik. Mulai melangkah menuju lobi. Meminta kepada resepsionis untuk memanggil Arayi. Pun demikian, ia tak bisa leluasa mengatakan siapa dirinya. Sehingga begitu mendengar Seni datang, Arayi segera muncul. Menjemput dengan muka cemberut.

"Ngapain sih kamu datang ke sini?" Arayi mulai marah. Pemuda yang dipaksa dewasa sejak kecil itu duduk dengan kesal di sofa ruangannya. Sebuah ruangan megah di lantai 10. Ruangan dan juga jabatan yang ia dapat berkat warisan dari almarhum ayah.

"Mau bawain makan siang buat Mas." Seni masih berdiri.

"Kamu tadi ngomong apa di lobi?"

"Ngomong apa maksudnya?" Seni mengernyit tak paham.

"Ya kamu ngaku-ngaku jadi siapanya aku tadi?"

Oh, kini Seni paham. Ternyata, setidak penting itu memang posisinya di hidup Arayi. "Mas takut aku ngaku jadi istrinya Mas, ya? Tenang aja, aku tadi bilang aku cuma pembantu mama yang diutus buat nganterin makanan."

Arayi seketika terdiam. Ada sedikit rasa perih saat mendengar pernyataan Seni barusan. Seni mengaku sebagai pembantu? Bukankah itu berlebihan?

"Dan sebagai pembantu, rasa-rasanya aku nggak boleh terlalu lama di ruangan ini berdua sama majikannya yang masih perjaka." Seni berdeham pelan. Meletakan makanan yang ia bawa di meja di depan Arayi. "Ini aku masak sendiri, Mas. Yang penting udah sampai, ya. Jadi kalau mama tanya seharian ini aku ngapain aja, aku nggak bohong kalau aku bilang udah masakin dan nganterin makan siang kamu ke kantor."

Seni menghela napas. Mencoba menahan air matanya kuat-kuat. "Aku pamit pulang, Mas."

Seni berbalik, sementara Arayi hanya terdiam terpekur di tempatnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia pun merasa, dirinya sudah sangat keterlaluan. Bagaimanapun juga, Seni ada di sekitarnya semata-mata adalah skenario dari dirinya dan sang mama.

***

"Hai."

Malam itu, Seni mengernyit tak paham saat membuka pintu. Arayi ada di sana. Menyodorkan sepuluh tangkai mawar merah sambil tersenyum, meski canggung.

"Buat aku?" Seni yang sedikit lugu, hanya bisa tersenyum saat Arayi mengangguk. Setelah tiga hari tak pulang, akhirnya sang suami muncul membawa kembang. Bisa jadi barusan terjadi gempa yang mengguncang otak Arayi, dan Seni tak peduli. Seni senang bila gempa membuat hati Arayi terbuka.

"Terima kasih."

Sepasang suami istri itu memasuki rumah. Lalu Seni yang sedikit heran dengan gerak-gerik Arayi hanya bisa kaku melayani. "Udah makan malam belum, Mas?"

SENANDUNG RUSUK RUSAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang