Tersenyum pelan, mulai mencoba kebal dengan diksi ketus dari Seni. "Agak telat emang. Tapi nggak ada salahnya kan kalau mau belajar sekarang buat jadi pasangan siaga kamu," kata Arayi dengan tenang.
"Kalau boleh nanya, lo itu ke Belanda sebenarnya mau ngapain? Sengaja apply buat jadi babu baru gue gitu?" cibir Seni, meski demikian, ia tetap menerima suapan apel dari tangan Arayi.
"Kamu inget kan, Ni, uang mas banyak. Selain ada proyekan sama Doovervoort, mas juga mau invest dan kolaborasi sama salah satu perusahaan."
Seni bergidik, merasakan feeling buruk dari setiap perkataan yang keluar dari bibir Arayi. Uang memang segalanya. Tapi sekarang, Seni juga sudah punya uang. Penghasilannya dari jadi model, endorsement, bintang iklan, channel Yourtube, senilai miliaran rupiah dalam sebulan.
Salah kalau Arayi sekarang mau pamer harta. Dulu, Seni bahkan pergi tanpa membawa apa-apa. Dia bisa hidup sampai sekarang berkat Alvela semata.
Seni mendengkus. Lalu meraih pipi Arayi, mengecupnya tanpa memikirkan lokasi. Dia hanya ingin membuat Arayi paham, dia sudah tak sepenting itu. Sudah tidak ada debar aneh-aneh dalam dada, sudah tidak ada pipi merah-merah saat menatap mata.
Tak mau kalah, Arayi pun balas meraih kepala Seni. Mengecup bibir wanita itu berkali-kali. Jika Seni tak lagi berdebar, ritme jantung Arayi yang kini justru tak terkejar.
Seni tersenyum. Lantas berbisik, "Thank you. Gue tahu dari tadi ada paparazzi dan dengan lo cium gue, lo udah bikin mereka kecewa karena nggak dapat bahan buat ngatain kalau gue ini lesbi."
Arayi memejamkan mata. Lalu kembali merengkuh kepala Seni, membelai wajah cantik itu, dan mengecup bibirnya berkali-kali. Sesekali Seni membalas, membiarkan orang lain serasa sedang ngontrak di Amsterdam. "Kira-kira kalau foto ciuman kita ini sampai tersebar ke Indonesia, istri kesayangan lo itu bakalan gantung diri nggak ya, Mas?"
Pertanyaan menohok itu membuat Arayi terhenti. Tak mampu menjawab. Tapi otaknya bertindak dan memutuskan bahwa Seni harus cepat ia bawa pulang.
***
"Lo gila, ya?"
Seni mengamuk. Membanting map berisi kertas-kertas. Mimpi buruk tertulis di sana. Sementara Alvela duduk di sofa. Tertunduk sambil meremas kepala. Sedangkan yang dilakukan Belia hanya termenung menatap langit Amsterdam yang terlihat dari balik kaca apartemen Seni.
"Gue nggak bisa ngapa-ngapain, Ni. Itu udah jadi keputusan agensi dan Mr. Kahn." Alvela bersuara lirih. Ia pun kecewa sekali dengan keputusan yang dibuat sepihak oleh agensi di mana Seni bernaung. "Semua ini gara-gara mantan suami lo tuh! Bangke!"
"Hah, kok bisa, Kak?" Belia menoleh.
Alvela mengangkat wajah. Lalu menatap Seni yang masih berdiri dengan napas terengah-engah. Perempuan itu jelas marah bukan main. Pulang ke Indonesia adalah mimpi buruk. Satu-satunya hal yang ingin mereka bertiga hindari seumur hidup.
"Arayi Madakampret invest banyak banget dan akuisisi. Dia juga bikin sekolah modeling gede-gedean di Jakarta. Dia tawarin sekolah itu ke Mr. Kahn. Paradise Model invansi ke Indonesia pakai dana investasi Arayi. Gimana Mr. Kahn nggak seneng ada orang yang modalin dia buat ngembangin bisnis di luar Belanda?"
Seni memejamkan mata.
Perasaan tak enak saat Arayi bercerita tentang tujuannya ke Belanda kini terjawab sudah.
"Sebagai tumbalnya ya lo!" Alvela berseru kesal. "Arayi kasih banyak bagi hasil ke PM. Tapi dia minta lo sebagai representatif PM yang ke Indonesia buat ngurusin sekolahan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDUNG RUSUK RUSAK
RomanceTumbuh dari keluarga yang hancur sebab orang ketiga, Senandung Niluh Kaniraras tak menyangka bahwa masa depannya pun gagal diselamatkan. Sejak hari di mana kakaknya pergi demi hidup lebih enak dengan sang ayah, gadis yang biasa dipanggil Seni itu ha...