Duduk di atas kap mobil, Agarish tersenyum kecut begitu matanya menangkap pemandangan yang tak ia sukai. Tunangannya berjalan bersisihan dengan Nichol, satu-satunya mantan— yang juga berarti cinta pertama tunangannya.
(Nb : Baca Free Style)
Keduanya nampak mengobrol asyik sambil sesekali saling melempar tawa, menjadikan lalu lalang orang sebagai background potret keduanya.
Oke lah, kalau sekedar berteman, benar-benar hanya teman.
Tapi masalahnya, jelas-jelas Agarish mengetahui isi otak Nichol, terlihat sekali dari gesturnya saat menatap Sephora. Lelaki itu masih menaruh rasa, atau lebih parahnya lagi menaruh harap pada tunangannya.
Terpampang gamblang, sudah ada yang melingkar di jari manis tangan kiri Sephora, lalu lelaki itu masih berani melirik punya orang?
Dasar bajingan!
Awas saja, sampai Nichol juga turut berdoa di sepertiga malamnya. Mau jadi kembaran Rossi? Doyan tikungan tajam. Huhh!
Agarish tuh sebenernya posesif. Posesif tapi dirinya juga cuek. Kemungkinan Sephora hingga detik ini masih belum tahu mengetahui keposesifannya.
Mungkin karena selama ini belum ada trigger-nya.
Mendengkus guna mengusir gerah, Agarish berjalan ke tempat sampah yang berada di ujung parkiran mobil. Ia tekan ujung rokoknya pada bagian atas tempat sampah hingga apinya padam.
Melihat sekeliling sebentar, sebelum menemukan wastafel yang membuatnya harus berjalan dari ujung ke ujung untuk mencuci tangannya.
Ia juga mengendus tubuhnya sendiri, memastikan aromanya masih tergolong aman. Campuran dari debu dan keringat ketika memantau jalannya proyek tidak menjadi masalah. Karena yang paling fatal adalah, asap rokok.
Berlari kecil, ia masuk ke dalam mobil dan menyemprotkan parfum ke seluruh badannya. Daripada mendapat omelan dan plototan Sephora mengenai kebiasaan buruknya— merokok, yang belum bisa ia hilangkan sampai detik ini.
"Lama amat sih, Ra!" Bukan senyuman manis atau sapaan lembut yang Sephora dapatkan, melainkan gerutuan malas Agarish saat ia masuk ke dalam mobil dan mendudukkan bokongnya.
"Emang dari kapan sampainya?"
"Jam 5 lebih 5 kayaknya."
Mengecek jam yang melingkar di tangan kirinya, menunjukan pukul 5.08. Yang berarti Agarish hanya menunggu selama 3 menit. 3 menit dipermasalahkan?
Berdecak gemas, Sephora hempaskan punggungnya pada sandaran kursi, menatap gemas lelaki yang ada di balik kemudinya. "Lebay!" Mengulurkan tangan, Sephora tabok sedikit keras lengan Agarish.
Tangan kirinya di atas stir, siku tangan kanannya bertumpuh pada jendela mobil, jemari-jemarinya memainkan bibir bawahnya. Matanya menatap ke depan, dimana Nichol yang terlihat masih rapi meski sudah hampir petang. Segar dan super berkarisma sekali dengan berbalut jas mahal, saingannya itu masuk ke dalam mobil Tesla.
Kemudian Agarish mengamati penampilannya sendiri. Jasnya sudah tanggal di jok belakang, rambutnya berantakan karena terlalu sering ia sugar ke belakang, sekaligus lepek bekas memakai helm proyek, kemajanya tergulung hingga siku. Wajahnya kuyuh akibat terpapar sinar mentari, pun bekas keringat yang mengering di sekitar pelipis serta punggung belakangnya.
Tak cukup sampai disitu, ia juga hanya mengemudikan mobil Pajero lamanya semasa SMA.
Perbandingan yang cukup signifikan.
"Bercanda doang, Ra." Menoleh ke samping, Agarish sunggingkan senyum terbaiknya pada Sephora.
Dirinya memang belum mengantongi segala kemewahan seperti itu. Tapi ia memiliki Sephora.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGARISH
Short StoryAgarish dan Sephora sudah bersama lebih dari 8 tahun lamanya. Sudah bertunangan secara personal dan lebih dari siap untuk melangkah kejenjang selanjutnya. Yaitu, pernikahan. Lalu, tiba-tiba restu itu tak lagi mereka dapatkan dari Ibu sang pria? Apa...