1.3 Nasib Manusia Terkutuk Hidup di Bumi

144 28 8
                                    

TW // mentioning blood , mentioning murdering , teenager brutality

*** 

"Halo, Ndaru? Ada apa? Tidak sekolah panjenengan?" 

Suara Jatmiko terdengar dari seberang sambungan. Menyapa rungu Handaru tepat setelah 3 gaung mengudara. Langsung bertanya tanpa repot-repot menyapa. 

"Ma- Mas Miko bisa datang ke sekolahku?" Dengan suara dan tubuh bergetar, Handaru memohon. Berusaha sekuat tenaga memegang ponselnya untuk tetap menempel pada telinga. Tangannya terlumuri darah, hal serupa juga terjadi dengan wajahnya. 

"Sekarang?" Pertanyaan sederhana yang dibayangi kekhawatiran mendalam. Jatmiko cemas. 

Handaru tidak sanggup lebih banyak merangkai kalimat, maka untuk menjawab abangnya, dia mengangguk. Namun saat sadar kalau Jatmiko tidak bisa lihat gesturnya, maka ia berkata, "Iy- iya, Mas. Tolong datang sekarang." 

Menahan tangis, juga ketakutan yang terus meneror otak. Handaru benar-benar dibuat tak bisa berkutik karena ulahnya sendiri. Kesalahan fatal yang menggerogoti kewarasannya. Badannya gemetar hebat, kakinya tidak mampu lagi menopang beban. 

Ambruk terduduk di lantai. 

"Paling lambat duapuluh menit, Ru," janjinya. "Selama menunggu, keberatan untuk bercerita?" 

Keberatan.

Handaru tak mau mengingat dosa yang telah dia perbuat. Yang membuat temannya -Raihan- harus dilarikan ke rumah sakit karena tak sadarkan diri setelah Handaru memukulinya sebab menghina Adinata. Tak sanggup ia menjelaskan, karena tubuh lemah tak berdaya Raihan masih jelas terpatri di otaknya yang cerdas. Seperti sekarat, mengawang di ambang garis kehidupan dan kematian. 

"Keberatan, Ndaru?" 

Tapi ini Jatmiko, abang tirinya. Yang akan bertanggungjawab atas dia. Kalau Handaru tak merincikan apa yang telah terjadi, bagaimana Jatmiko dapat mengerti dan membantunya dalam menghadapi apapun yang akan menimpa dia ke depannya? 

"Mas Miko tidak akan mengadukan pada Romo?"

Dari seberang sambungan, terdengar suara pintu mobil tertutup. Disusul mesin yang meraung menyala. Handaru asumsikan kalau Jatmiko sedang menuju ke sekolahnya. 

"Tidak akan, Ndaru. Bebas panjenengan bercerita."

"Mas Miko tidak akan menghakimi aku?" 

Hening lama, sebelum Jatmiko menjawab tegas, "Tergantung."

Mau tidak mau. Siap tidak siap. Handaru harus hadapi semua. Resiko yang harus ditelannya. Dinilai buruk karena berbuat semena-mena. Tidak bisa disalahkan karena tingkah Handaru memang tidak boleh dibenarkan.

"Mas," panggil Handaru sembari telan ludah. Yang rasanya seperti menelan ribuan kerikil. Mencekik Handaru sampai ia tak bisa bernapas, "Ak- aku kelepasan. Tidak sengaja, Mas. Niatnya cuma mau biar dia berhenti, tapi aku mal-"

Panik. 

Ledakan putus asa. 

Handaru bercerita acak.

Bikin Jatmiko yang mendengar dibuat pusing karena kejadian yang tidak runut disampaikan. Belum lagi intonasi Handaru yang semakin lama ia berkata juga semakin pecah dalam kebisingan. Emosinya membuncah. 

"Ru, Ndaru-"

"MAS AKU HAMPIR MEMBUNUH RAIHAN, MAS MIKO! AKU HARUS BERBUAT APA? BAGAI-"

"NDARU!

Buana Bumantara | J-Line Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang