3.1 Bagai Dua Anak Nakal

176 35 19
                                    

Suara belasan ambulan memenuhi Jogja. Meraung-raung membelah malam. Lampu rotator berkedip memekak mata. Garis polisi membentang dari selatan ke utara. Petugas medis berlalu-lalang mengeksekusi korban. Memberi pertolongan pertama. Puluhan orang berjuang menyelamatkan nyawa, berharap supaya tetap membuka mata.

Pun sama seperti sisanya. Aryo juga lakukan hal serupa. Mendampingi brankar dorong tempat Handaru berbaring tidak sadar. Darah si bungsu menjejak di sepanjang jalan. Memenuhi akal Aryo dengan ribuan kekhawatiran.

"Ru, bangun, Le!" pekiknya kalut. Memanggil adiknya selama di perjalanan menuju ICU. Hingga seorang perawat menahan Aryo untuk menjauh sebelum menutup ruang dengan tirai. 

Meninggalkan si abang yang langsung terduduk dengan kepala pening. Memijit pelipisnya tanpa sadar kalau Aryo juga sama terluka. Tidak peduli akan dirinya sendiri. Cuma Handaru yang daritadi memenuhi kepala Aryo. Terlalu mengkhawatirkan adiknya sampai buat ia tidak sadar kalau dirinya juga butuh pertolongan. 

"Mas Damar," lirih Aryo tertahan. Bingung harus bagaimana. Masih berlutut di lantai keramik putih rumah sakit. Mau mengadu pada yang paling dia andalkan, sayangnya, yang sedang Aryo butuhkan sedang tidak di sisi, "Ibu."

Aryo takut. 

Ia tidak akan pernah siap ditinggalkan. 

Menggeleng cepat menghapus pemikiran buruk, Aryo menolak menerima. 

Bangkit berdiri tertatih-tatih dengan sisa tenaga yang dipunya, serta sebuah pemikiran tentang, "Meraung tak akan memperbaiki apapun," Aryo langkahkan kaki dia. Menuju sebuah presensi disertai seribu angkara menggelayuti; 

Jatmiko.

Sedang duduk bersimpuh di parkiran rumah sakit. Matanya memandang kosong pintu kembar utama yang menelan adik bungsunya untuk ditangani oleh dokter. Membelakangi Jatmiko bersama seribu sesal dan perasaan berdosa. Memanjat doa demi keselamatan Handaru. 

Sampai Aryo muncul kembali. Mendatanginya dengan terlunt-lunta untuk kemudian melempar tinju. Menambah lebih banyak luka pada tubuh Jatmiko yang sama lemah. Membuatnya tersungkur.

"GILA PANJENENGAN! SINTING!" 

Pukulan Aryo tak sekuat biasanya, juga Jatmiko yang kali ini tak akan diam saja. 

Pemuda itu bangkit kemudian, menantang Aryo sebelum membalas pukulan saudara tirinya dengan tinjuan sekuat sisa energi. 

 "AKU TIDAK PUNYA PILIHAN!" 

Menghiraukan keadaan rumah sakit. Seperti apa kacaunya. Aryo dan Jatmiko lakukan hal yang paling ingin mereka tunaikan. Meski penyelesaiannya harus dengan darah dan air mata, keduanya tak akan sudi peduli. Apa yang terjadi, harus mereka selesaikan malam ini. Meski jika satu ataupun keduanya terluka lebih parah lagi. 

"KARENA KAMU!" Bangkit dengan mata berkunang, Aryo balas perbuatan Jatmiko seraya berkata, "ADIKKU SEKARAT!" 

Sampai keduanya sama-sama terpental jatuh. Saling menolak karena masing-masing tak lagi punya stamina. 

"HANDARU JUGA ADIKKU!" 

Tapi petang ini, emosi paling menguasai. 

Buana Bumantara | J-Line Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang