Total 5 hari semenjak Handaru menolak untuk membuka mata. Sesaat setelah dokter berhasil bawa kembali nyawa Handaru yang sempat merenggang setelah berusaha keras. Aryo masih belum tahu tentang berita itu, tapi Damar dan Jatmiko sempat hampir-hampir kehilangan kewarasan mereka. Menjerit-jerit memanggil nama Handaru bersamaan dengan dokter yang sedang berjuang mempertahankan kehidupan adik bungsunya.
"Tak lelo-lelo-lelo ledhung." Di tengah keheningan ruang rawat Handaru, Jatmiko bersenandung. Menepikan poni Handaru yang sudah panjang mencapai mata, entah kapan terakhir kali anak ini potong rambut. Jatmiko bertanya-tanya, apakah sekolahnya tidak memberi Handaru sanksi sampai dia bisa punya rambut sepanjang ini? "Jep menengo adikku, Cah Bagus." Menyadari liriknya, Jatmiko terkekeh. Handaru sedang tidak menangis, atau mengeluh, juga bercerita tentang hari-harinya, dia betah membungkam sejak 5 hari lalu.
Banyak hal terjadi. Termasuk pengunduran waktu pelaksanaan demo yang akan dilakukan oleh mahasiswa. Karena kejadian yang merenggut puluhan nyawa tersebut juga, tagar Indonesia Berduka memenuhi banyak media sosial.
Menghembuskan napasnya sesak, merasa percuma Jatmiko berdendang sendirian. Pemuda itu tidak tahu apa Handaru bahkan mendengarnya. Dia tidak paham kondisi yang pasien rasakan saat sedang dalam keadaan koma. Pun kalaupun demikian, apa anak ini bakal senang kalau dijagai oleh orang yang telah membuatnya celaka.
"Miko?" Cepat-cepat Jatmiko alihkan pandangan menuju pintu utama tempat asal suara terdengar. Mendapati Damar yang entah sejak kapan berdiri di sana. Jatmiko tidak menyadari atau bahkan mendengar suara pintu terbuka, "Konferensi persnya sebentar lagi dimulai, Le."
"Nggih, Mas." Sebenarnya, konferensi pers kasus Handaru akan dilaksanakan setelah adiknya telah dinyatakan sembuh. Namun, setelah menunggu kondisi Handaru yang tak kunjung membaik, Keraton -lebih tepatnya Damar- meminta pihak sekolah untuk mempercepat pelaksanaan dengan Jatmiko sebagai perwakilan pihak mereka.
"Aryo sudah menunggu di parkiran."
Kemarin, Jatmiko datangi Raihan untuk berjanji bahwa pihak Handaru tidak akan bawa pengacara. Karenanya, Raihan bebas untuk mengungkapkan semuanya. Sedetail mungkin. Bahkan kalau pernyataan Raihan menuntun penilaian buruk massa terhadap Handaru, Jatmiko tak akan membela adiknya.
"Ru, aku pergi dulu ya."
Melihat pemandangan di depannya, kerongkongan Damar ikutan sesak. Selama 5 hari semenjak kecelakaan itu, Jatmiko menghindari semua orang, bahkan dirinya. Semenjak malam itu juga dia selalu mengurung diri di dalam kamar. Sesekali keluar hanya untuk menjenguk adiknya. Damar tidak tahu apa penyebabnya, tapi Aryo bilang kalau Jatmiko berlaku demikian karena merasa bersalah.
Ketika diminta penjelasan, Aryo menolak dengan berkata, "Bukan ranahku, Mas. Biar Jatmiko menceritakannya sendiri kalau dia sudah siap. Takutnya, aku kurang dalam menjelaskan. Jatmiko pasti punya alasan."
Tapi atas apa?
Kecelakaan ini bukan karena ulahnya 'kan?
Pasti bukan.
"Pihak Raihan didampingi siapa, Mas?"
Damar tersenyum menyambut adiknya, "Deborah, Ko."
"Calon tunangan, panjenengan?" Jatmiko mengerti kendati dia tidak hadir malam itu. Dia 'kan kaki tangan ayahnya, maka ketika tahu siapa yang hendak dijodohkan dengan abang sulungnya, Jatmiko habiskan hari-harinya untuk mencari sebanyak-banyaknya informasi.
Gadis itu punya riwayat hidup bersih. Seperti yang pernah dibilang, Deborah juga pintar.
"Teman." Tidak seperti Damar. Apa pemuda itu menolak perjodohannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Buana Bumantara | J-Line Treasure
FanfictionDi dunia ini, Damar cuma punya tiga hal; rencana manipulatif Jatmiko, keberanian Aryo, dan pengetahuan semberono Handaru. Bagi Damar, hidup boleh saja mempermainkan dia, menimpanya dengan ribuan bencana, atau membebani si muda dengan lebih banyak pe...