Setelah melakukan sebuah negosiasi kecil-kecilan antara Handaru dan Pak Wismoyo -kenalan abangnya-, di sinilah si muda berada. Dalam sebuah rumah sederhana yang ditinggali Raihan beserta kakek-neneknya. Masih di satu lingkungan yang sama dengan rumah keluarga Pak Wismoyo.
Duduk dalam sebuah ruang tamu yang televisinya menyala tanpa diberi atensi oleh siapa-siapa. Damar di sisinya. Sedang di sebelah abangnya yang lain, seorang gadis yang tadi mengaku bernama Padma berada. Perempuan lembut berambut pendek bergelombang dan mengembang. Menggendong sekantong makanan instan, tenang mengamati ruang tamu tanpa ceiling yang membuat konstruksi atapnya jadi terekspos bebas. Mata sang dara aktif mengawang, melihat-lihat dengan binar penuh kerinduan.
Sosok Padma mengingatkan Handaru pada Adinata yang tadi tidak hadir sekolah. Surat izinnya mengatakan kalau gadis itu ada kepentingan keluarga.
"Rumah-rumah di sini masih kuno ya, Mas? Bikin kangen sesuatu yang aku sendiri nggak tau apa."
Padma buka suara setelah terdiam beberapa lama sejak ketiganya pertama kali membebankan tubuh mereka pada sofa. Mendekatkan kepala dia menuju Damar yang secara refleks merendahkan badan supaya bisa tangkap ujar temannya dengan lebih jelas. Padahal tanpa perlu repot-repot melakukan itu juga Damar pasti bakal dengar. Soalnya Handaru saja bisa, masa Damar yang jelas-jelas di samping Padma tak mampu tangkap apa yang dituturkan sang hawa.
"Iya, milik Pak Wismoyo juga," balas si sulung Raden Mas. Disetujui oleh Padma dengan mengangguk.
"Temanmu ini sekelas, Ndaru?" Setelah merespon tanggapan Damar, Padma alihkan fokusnya pada Handaru yang dengan cepat menoleh. Agak senang karena akhirnya dia dilibatkan dalam sebuah percakapan. Pemuda itu menatap langsung mata Padma yang tajam, berwarna coklat terang, tapi tidak secerah milik Aryo yang besar.
Menawan.
"Nggih, Mbak."
"Dekat dengannya?"
Dulunya sangat dekat.
Sialnya, karena sebuah kecerobohan dan ketololan yang Handaru perbuat karena ketidaksabaran, sekarang mereka jadi agak berjarak. Juga terpisah nasib karena perbedaan kasta yang memihak pada si dia yang lebih punya tahta. Raihan pindah sekolah untuk menanggung dosa yang diperbuat Handaru yang berlindung di balik kekuasaan.
"Lumayan."
"Gugup? Daritadi kaki kamu goyang. Ada sesuatu yang terjadi?"
Menatap objek yang ditanya, Handaru bahkan tidak sadar kalau kedua benda itu daritadi bergerak tak tenang.
Keren.
Kok bisa Padma membaca hal sesederhana ini dengan tepat.
Menelan ludah, Handaru menyungging senyum dan bilang, "Ceritanya panjang, kalau sanggup, nanti aku cerita."
"Nggak cerita juga nggak papa, Ndaru. Maaf ya kalau aku terlalu lancang bertanya."
Tanpa paksaan. Sebuah kebebasan tanpa tuntutan. Hal sederhana yang tak mungkin Handaru dapatkan dari siapa-siapa bahkan ketiga kakaknya yang diam-diam mengekangnya dalam titah mutlak tanpa ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buana Bumantara | J-Line Treasure
FanficDi dunia ini, Damar cuma punya tiga hal; rencana manipulatif Jatmiko, keberanian Aryo, dan pengetahuan semberono Handaru. Bagi Damar, hidup boleh saja mempermainkan dia, menimpanya dengan ribuan bencana, atau membebani si muda dengan lebih banyak pe...