0.2.1 Segenap Nikmat Kesesatan

199 31 2
                                    

Iriana tidak mau diantar pulang. Berargumen dan bilang; suaminya sinting, kalau melihat dirinya datang ke rumah dengan Jatmiko dan mobil mewahnya, bisa-bisa, hal lebih nekat bakal dilakukan. Mengingat cerita yang tadi dituturkan buat Jatmiko setuju untuk tidak mengantar teman wanitanya ke rumah dia.

Setelah memberikan uang dan membelikan makanan, Jatmiko mengundurkan diri. Meninggalkan Iriana yang tak berhenti berucap terima kasih karena jumlah upahnya melebihi kesepakatan awal mereka. Janjinya sih bakal ditabung, pun Jatmiko yang tak berhenti ikutan berucap syukur.

"Ibu, Miko pulang."

Sekarang, Jatmiko memutuskan buat datang ke tempat tinggal ibunya. Menginjakan kaki ke dalam ruang tamu sederhana untuk kemudian merebahkan tubuh pada kursi panjang.

Menunggu sang ibu yang dengan tergopoh berlari menghampiri putranya dengan senyum lebar dan ujaran, "Selamat datang," sembari peluk anaknya yang balas menghujani dirinya dengan belasan ciuman pada pipi dan kening. Hingga buat risih.

"Miko kangen," akunya berlebihan.

Buat sang bunda memutar mata sayang dengan gelengan ala kadar. Melepaskan tubuhnya dari pelukan Jatmiko dan bertanya, "Miko mau makan apa, Nak?"

Apa saja.

Asal buatan ibu.

"Seadanya saja, Bu. Miko juga tidak akan tinggal lama, mau ke kampus. Marah nanti Romo kalau Miko kekenyangan sampai tidak makan di Keraton. Kurang menghargai katanya."

Bohong.

Jatmiko hanya tidak mau buat bundanya kelelahan.

Toh mendengar pintanya, sang mama juga hanya mengangguk saja. Tidak terlalu peduli apalagi ambil pusing. Mengerti ia kalau Jatmiko tidak mau merepotkan, mengatakan seribu satu alasan tentang regulasi -yang entah memang ada atau si pemuda hanya mengada-ada- supaya ibu tidak memaksa pun yang lebih tua juga menghargai keputusan dia.

"Ibu ambilkan?"

Jatmiko menggeleng, "Miko punya tangan, Bu. Wis*, nanti ambil sendiri saja."

(*Sudah)

Ibu mencebik, agak tidak senang dengan penolakan yang kali ini Jatmiko lakukan.

"Tapi tidak papa deh kalau ibu mau ambilkan. Terima kasih ya, Bu, sudah mau direpotkan. "

Sederhana.

Tapi ibu jadi tersenyum sumringah dengarnya. Berimbas pada Jatmiko yang jadi ikut senang dan balas senyumnya dengan kurva yang sama.

"Ndak merepotkan, senang ibu kalau Miko masih mau bergantung." Sumringahnya cuma sebentar, tergantikan wajah sendu dan pancaran mata menyakitkan, "Tapi anak ibu ini cepat sekali besar. Apa-apa dilakukan dan diputuskannya sendiri. Apalagi kalau ada yang menganggu, sudah ndak mau lagi ia berbagi."

"Ibu," rengek Jatmiko. Meminta supaya ibunya berhenti membahas hal yang selalu mereka peributkan. Tiap kali si muda datang berkunjung, sebanyak itu pula ibunya berkata kalimat yang sama.

"Iya-iya." Mengalah, rupa ibu berubah secepat ia mengedip, menatap Jatmiko sekali lagi sembari benahi poni putranya yang halangi mata. "Tunggu ya." Ditanggap dengan anggukan patuh sebelum ia sertai kepergian sang bunda dengan netra yang ikut bergulir menuju dapur rumahnya.

Kejadian pagi tadi agak menguras energi. Makanya Jatmiko datang ke rumah mamanya. Dia mau mengadu sebentar, istirahat dari dunia yang tak pernah berhenti berputar meski untuk sejamang. Tidak perlu neko-neko bercerita, Jatmiko cuma cukup lihat rupa sang bunda. Selama wanita itu masih ada di sisi dia, semesta bukan tempat yang terlalu buruk untuk ditinggalinya.

Buana Bumantara | J-Line Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang