2.1 Mampus Kau Dikoyak-Koyak Sepi

142 33 6
                                    

TW // Mentioning rape

***

Cuma sebuah pesan singkat berbunyi, "Aku mau balik ke kontrakan," dari Aryo sudah mampu buat Kafka melonjak dari tempatnya bersantai. Melompat dengan cepat dari posisinya berbaring sembari memainkan ponsel di sofa ruang tamu rumah kontrak mereka. 

Memastikan sekali lagi pesan yang Aryo kirim, pemuda itu kemudian mendesau dan berteriak, "KEENAN! JOSIAH! RAPIHIN SEMUA BARANG! ARYO MAU PULANG!" Untuk dua penghuni lain yang entah sedang melakukan apa di dapur. Berkelontakan ribut, dilengkapi argumen yang sesekali dilempar. Bikin siang Kafka jadi super ramai. Padahal niatnya pulang adalah hendak beristirahat setelah seharian berkuliah. 

"Apa, Mas?" 

Muncul berbarengan dari arah dapur, Kafka meringis pasrah bahkan hanya dari melihat penampilan dua anak SMA yang kepalanya menyembul dari ambang batas antara dapur dan ruang tamu. 

"Aryo mau pulang."

"WADUH!" 

"Lagian pada sibuk ngapain sih?" 

Tidak langsung menjawab, Keenan dan Josiah malah saling tatap. Belum lagi gestur tertangkap basah yang menyertai. Pun Keenan yang kemudian menggaruk kepala belakangnya malu. Salah tingkah menyelimuti ekspresi wajahnya. 

"Mbak Adinata mau ulangtahun, Mas," jawab Josiah mewakili. 

Dihadiahi sikutan dari Keenan yang kemudian memprotes, "Bocor banget?" dengan begitu lirih. 

Pun Josiah yang tak terima dan balas dengan bisik-bisik yang tak rungu Kafka tangkap bicara apa. 

"Udah, berantem mulu," bentak yang paling tua lembut, menengahi perkelahian antar anak SMA yang akhir-akhir ini diawasinya sendiri. "Ya udah, jangan lupa diberesin." Mengabaikan Keenan dan Josiah untuk membalas pesan temannya, "Siap bosque. Hati-hati ya."

Tanpa pernah mengira, kalau tepat setelah Kafka menekan tombol kirim pada layar ponselnya, ketukan pada rumah kontrakan dia terdengar diiringi teriakan, "Ini Aryo, aku masuk ya."

Berhasil buat jantung Kafka merosot saat itu juga. Apalagi setelah dia edarkan pandang dan dapati: tas ransel yang berserakan, buku sekolah Josiah dan Keenan yang belum dibereskan, sampah makanan yang belum dibuang, juga kekacauan yang kalau Aryo lihat pasti bisa menimbulkan amarah pemuda yang tak punya banyak kesabaran. 

Mengehela. 

Rumah mereka seperti habis terkena topan. 

Pun, mana ini Josiah dan Keenan?! Baru juga mengalih muka keduanya sudah hilang!

"Kafka?!" lagi, panggilan Aryo makin menuntut didengar. 

Bikin si empu nama secara refleks meringis saat sekali lagi dia tangkap tasnya teronggok tak berdaya menyandar pada sofa. 

"Mampus gue!" katanya putus asa. Mulai bergerak acak, mondar-mandir sebentar sebelum membereskan apa yang paling dekat dengan dia. Jaketnya yang entah bagaimana bisa ada di lantai. Pun belum juga Kafka sempat melangkah lebih jauh, ponselnya bergetar panjang. Panggilan masuk dari Aryo yang pasti tidak sabar menunggu. "Mati gue mati."

"Kafka?" teriak Aryo dari luar. Mengetuk lagi pintunya. Buat debaran pada dada Kafka makin tak karuan dibuatnya, "Ini bagaimana sih?! Pintu digerendel tapi ditelpon gak diangkat padahal baru kirim pesan!"

Mengomel.

Sudah tamat riwayat Kafka kalau Aryo benar-benar mengamuk. 

"Argh!" Mengacak rambut frustasi. Menyumpah dalam hati, ini benar Josiah dan Keenan tidak mau bantu dia?! Atau setidaknya datang dan melihatnya sedang kebingungan karena teror Aryo dari luar. 

Buana Bumantara | J-Line Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang