Beberapa waktu tlah berlalu, musim gugur telah berakhir, berganti dengan musim dingin, hari-hari ku kuhabiskan bersamanya, menjalani kehidupan baru saat dia mulai menerima ku untuk mengisi kekosongan hati nya.
Ruby Jane Kim. Dia gadis yang manis, apakah aku bisa berbangga akan hal yang kini sedang terjadi? Ataukah merasa bersalah? Karna aku hadir diantara 2 hati? Kedua rasa itu berputar dalam pikiranku. Terkadang aku berpikir jika yang sedang kualami ini adalah mimpi, namun rasa hangat akan genggam tangannya menyadarkan jika semua ini benar adanya.
•
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Suara halus nan lembut itu menyadarkan ku dari pikiran yang membuatku berangan.
"Dirimu" ku ucap dengan senyum manis ku berikan padanya, dia menyambut senyumanku dengan manis senyumnya.
"Untuk apa? Aku sedang disampingmu sekarang, seharusnya tak ada alasan bagimu untuk memikirkanku"
aku terkekeh, semakin aku dekat dengannya semakin tau aku akan silat lidah yang slalu ia lakukan. Terkadang perkataanya selalu menyudutkan dan membuat bungkam, namun aku menyukainya.
"Hanya berpikir, jika disampingku ini bukan sebuah hologram ataupun sebuah angan" kini giliran dia terkekeh, lantas memandangku dengan mata yang sulit ku artikan.
"Apa kau begitu mencintaiku sampai kau tak bisa percaya jika sekarang aku bersamamu?" Kurasakan cubitan kecil dikedua pipiku, dia seakan gemas dengan kedua pipiku yang mungkin terbilang cukup chubby ini.
"Tentu aku sangat mencintaimu, " ku ucap, dia melepas cubitan, lantas tersenyum, entah apa yang kulihat, namun matanya seakan menjadi sendu, aku tak tau ada apa dengannya.
Meskipun aku sangat mencintainya, tetap saja arti dari sorot matanya tak mampu aku mengerti bahkan hatinya pun. Dia seakan membangun benteng yang tinggi sehingga aku tak dapat melihat ataupun merasakan apa yang dia rasakan padaku."Terimaka kasih karna sudah mencintaiku, " dia berucap lantas tersenyum dengan manis,
"Tentu, malam ini, apa kau mau bertemu ayah dan ibuku, mereka ingin mengajakmu makan malam bersama?" Aku bertanya dia nampak kaget dan diam, namun dia tersenyum kemudian.
"Tentu, " aku tersenyum, ku rasakan salju mulai turun perlahan, ku gemgan tangannya memberinya sedikit kehangatan didinginya musim dingin ini.
"Ruby bolehkah aku bertemu nene mu? "
"Tentu saja, tapi apa aku boleh tau apa alasanmu ingin bertemu dengannya secara tiba-tiba begini?" Aku terkekeh, dibalik wajah tenangnya ia nampak kaget dengan kemauanku.
"Alasan ku sederhana, aku belum berkenalan bersama nene mu secara langsung, aku ingin mengenalnya, bukan kah dengan mengenal nenemu, aku bisa mengikatmu lebih erat?"
"Mengikatku lebih erat? Apa maksudmu" Ruby berucap tak mengerti.
"Nantipun kau akan tau, sekarang lebih baik kia harus cepat pulang, sepertinya salju akan turun lebat" aku segera menarik tangan Ruby untuk sedikit berlari.
•
•
•
Jim terdiam saat sang nene menatap tajam, sudah 20 menit mereka duduk berhadapan, tanpa ada niat untuk berbicara setelah acara mengenalkan diri tadi, Ruby sendiri, dia kini sedang membersihkan diri dikamar sedangkan Jim dan nene kim ada diruang tamu."Um, ne-"
"Jadi kau lelaki yang dekat dengan Ruby sekarang?" Jim mengangguk gugup, aura nene park begitu menyeramkan.
"Kau mencintai cucuku???" Jim kembali mengangguk, meskipun gerakan kaku namun sorot begitu serius.
"Benarkah? Seberapa besar?" Jim terdiam,