Chapter 22

52.2K 4.1K 31
                                    

Alice menaruh sepiring nasi goreng yang baru matang ke hadapan Dante. Menyajikannya dengan dua irisan timun dan segulung telur yang sengaja di buatnya menjadi bentuk wajah orang tersenyum.

"Siap. Nasi goreng spesial untuk anda, Tuan." Alice tersenyum bangga.

Dengkuran kasar keluar dari mulut Dante. Sendok di tangannya bergerak mengobrak-abrik tatanan nasi goreng di depannya menjadi berantakan.

Alice melotot, tangannya berkacak pinggang. "Kenapa kau mengacak-acak nasi goreng ku, setan!"

"Kau kira aku anak kecil?" Dante berdecak sembari menyendokan nasi goreng itu ke dalam mulutnya.

"Itu namanya estetika. Seorang pria seperti mu, tak akan mengerti itu!" Alice mendudukkan pantatnya di kursi samping Dante.

"Bagaimana rasanya?" Alice menyilangkan tangannya ke atas meja, menatap Dante intens.

"Tak enak." Jawab Dante singkat dengan dagunya bergerak naik turun karena tengah mengunyah.

"Coba aku cicip." Alice mengambil sendok lain di atas meja makan. Bersiap mengambil sesendok nasi goreng di piring Dante. Tapi tangannya langsung di cekal pria itu kuat.

"Buatlah lagi sendiri." Tekannya tajam.

"Kenapa begitu? Ini kan nasi goreng buatan ku. Jadi aku boleh mencicipinya juga." Balas Alice tak kalah garang. Tatapan mereka saling beradu sengit.

"Ada syaratnya."

"Syarat?" Kedua Alis Alice saling bertaut.

"Suapi aku." Pinta Dante tanpa ekspresi apapun yang terlukis di wajahnya.

"A ... Apa?!" Alice tergagap, hidungnya mengkerut heran. Bayangkan saja, seorang pria bertato dengan predikat mafia memintanya untuk menyuapinya.

Dante mengalihkan pandangannya dari Alice ke arah lain. Menyingkirkan tangan gadis itu sedikit kasar agar menjauh. "Lupakan."

Bibir Alice menyeringai. Menggeser kursi miliknya lebih dekat ke samping Dante. "Baiklah. Aku akan menyuapimu. Anak manis."

Alice mengambil nasi goreng menggunakan sendoknya, mengarahkannya ke depan mulut Dante. Bibirnya tersungging senyum comel, menunggu Dante untuk melahapnya. "Ayo, buka mulutmu. Katanya ingin aku suapi."

Sejenak Dante menatap sendok di depannya datar. Menyesal, kenapa ia bisa menyuruh gadis di sampingnya untuk menyuapinya tadi.

"Tuan Dante, ayo buka mulutmu! Aaaa ... " Alice tersenyum menggoda. Dante berdecak, melahap nasi itu cepat ke dalam mulutnya dan di kunyahnya pelan.

Alice mengangkat sebelah alisnya. "Berati aku sudah boleh memakannya, bukan?"

"Hm." Jawab Dante, ia sudah terlalu terjun ke dasar bumi karena meminta gadis itu untuk menyuapinya.

Bibir Alice tersungging senyum lebar. Dengan antusias ia ikut menyantap nasi goreng buatannya dengan senang hati. Perutnya memang sudah keroncongan sedari tadi.

Brak

"Kampret!" Kaget Alice karena baru saja Dante memukul meja makan keras.

"Kenapa kau jadi makan sendiri?"

Alice menghembuskan napasnya, lalu bola matanya berputar malas. "Iya. Astaga, kau bisa darah tinggi kalau marah-marah terus, tuan Maxim."

Alice dengan cepat menyuapkan sesendok nasi goreng lagi ke dalam mulut pria itu.

"Emhh ... Dante. Apa kau mau layanan plus-plusnya juga sekarang?" Alice berbisik lirih. Mengedip-ngedipkan kelopak matanya.

Ayolah tergoda Dante sialan! Aku sudah ingin keluar dari sini!

"Diam." Desis Dante tajam. Alice memberengut sebal. Mencoba berpikir keras bagaimana caranya untuk menggoda seorang Dante dengan tubuh kerempeng yang di milikinya.

"Atau mau aku pijat malam ini?" Alice bertanya lagi. Langkah pertama ia akan menggoda Dante dengan sebuah sengatan-sengatan kecil.

"Datang ke kamarku."

Yes!

_____________

Pukul delapan malam Alice mengetuk pintu kamar Dante beberapa kali. Hingga pria itu muncul membukakan pintu untuknya. Penampilannya pria itu membuat Alice tertegun karena tengah bertelanjang dada dengan rambut sedikit berantakan.

"Masuk."

Kepala Alice mengangguk cepat, melangkahkan kakinya ke dalam kamar yang di dominasi dengan warna hitam dan abu-abu itu dengan penuh decakan kagum.

Dante menutup pintu kamarnya. Berjalan melewati gadis itu, duduk di bawah ranjang miliknya. Menaruh sebuah laptop ke atas kakinya. "Cepat. Kau mau memijatku, bukan?"

Alice langsung saja meloncat keatas ranjang Dante. Duduk di atas pria dengan rambut hitam legam itu santai. "Sebenarnya aku tak bisa memijat. Jadi praktek pertama di lapangan adalah kau."

"Kau menjadikanku uji coba?" Dante mendongak, meliriknya sekilas.

"Mungkin. Karena aku memang tak pernah memijat siapapun." Alice membawa tangannya hinggap ke bahu telanjang milik Dante. Menyentuhnya perlahan, dan mencubitnya untuk beberapakali.

"Kenapa bisa berotot begini, apa kau memakan balon?" Alice meremas bahu kokoh dan keras pria itu kuat. Mencoba memastikan lebih.

Dante mendesis berang. "Pijat dengan benar. Kenapa kau malah main-main?"

Dengusan kecil keluar dari mulut Alice. Ia dengan telaten langsung memijat lengan, bahu, punggung, hingga akhirnya dirinya ngantuk sendiri. Melihat ke bawah, ternyata Dante tengah fokus mengerjakan sesuatu di laptopnya.

Brug

Alice merebahkan tubuhnya ke atas ranjang Dante. "Aku lelah. Sudahlah sengatan kecil itu aku tunda dulu." Gumamnya pelan.

Dante ikut mematikan laptopnya. Berdiri dari duduknya. Menaruh laptopnya ke atas nakas. Berniat pergi lagi malam ini bersama Adam dan Zax untuk mengecek senjata miliknya yang sudah sampai di pelabuhan.

Alice yang menyadari pria itu akan pergi lantas terduduk. Memegang kuat ujung jari Dante. "Apa kau tak ingin tidur?"

"Tidur?" Dante mengangkat sebelah alisnya.

"Emh." Alice mengangguk mantap. Dirinya akan memberikan sengatan kecil itu sekarang. "Aku ingin kau tidur malam ini, di kamarmu, bersamaku."

Dante menyentak tangan Alice kasar. Urusannya lebih penting dari hanya sekedar tidur dan mengurusi gadis di sampingnya. "Tidur saja sendiri. Di manapun. Terserahmu."

"Tidak mau. Aku tetap mau tidur bersamamu." Alice menarik tangan Dante kuat hingga tubuh kekar pria itu oleng dan jatuh menindihnya.

Brug

Netra mereka saling bertubrukan. Bibir Alice tersenyum manis, memeluk leher Dante, mengelus bagian belakang kepala pria itu pelan. "Aku akan membuatmu tidur dalam dekapanku."

Dante berdecih, berniat bangkit. Tapi Alice langsung mengalunkan kakinya erat ke perutnya, menggulingkan tubuh keras itu ke sampingnya.

"Kau ingin mati? Lepaskan kakimu!" Titah Dante berniat bangkit dan menjauh dari Alice.

"Tidak mau. Ayo tidur. Kau mau aku bacakan dongeng juga?" Alice bersitatap dengan mata elang itu intens. Tak ada sedikitpun rasa takut dalam hatinya.

Dante tersenyum miring, menarik pinggang Alice untuk menempel ke tubuhnya. "Ternyata kau lebih nekad dari yang aku kira."

"Itu juga karenamu." Alice bergumam pelan. Memeluk tubuh setengah telanjang Dante. Memejamkan matanya di ceruk leher pria itu. Mencoba mencari kenyamanan dunia.

"Aku akan memberi hukuman padamu besok." Dante menekankan setiap kata-katanya.

"Ssttt ... Diamlah. Kau butuh istirahat, Dante." Gumam Alice dengan mata terpejam ingin tidur, seraya mengelus punggung lebar pria itu dengan gerakan lembut dan halus.

"Tidak ada waktu bagiku untuk beristirahat di dunia ini." Balas Dante datar. Tak elak, dia juga menikmati setiap sentuhan yang di berikan Alice ke tubuhnya

Trapped with the devil Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang